SEBUAH program kebijakan pemerintah yang diklaim bagus seyogianya juga dapat dieksekusi dengan bagus. Artinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan Penyelenggaraan program tersebut mesti diawali dengan proses persiapan yang kuat. Pun harus dikawal dengan sistem pengawasan yang rigid.
Tanpa persiapan dan sistem pengawasan yang memadai, program itu mungkin hanya akan terlihat bagus di atas kertas. Kehebatannya berhenti sebatas narasi, tapi kemudian meluruh ketika tahap implementasi di lapangan.
Begitulah publik Menyantap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang hari ini Formal mulai dilaksanakan. Program pemberian makanan bergizi satu kali per hari Kepada anak-anak sekolah yang sudah dinisiasi Presiden Prabowo Subianto sejak masa kampanye Pemilu 2024 Lampau itu diklaim punya tujuan yang sangat strategis dalam konteks pembangunan kualitas Insan Indonesia.
Presiden, begitu juga para pembantunya di Kabinet Merah Putih, berkali-kali menyampaikan bahwa MBG merupakan langkah signifikan dalam rangka mewujudkan sumber daya Insan Indonesia yang unggul. Eksis tiga sasaran mendasar yang Ingin dicapai program MBG. Ialah, mencukupi gizi dan mencerdaskan anak, mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (stunting), serta memberdayakan UMKM dan ekonomi daerah.
Tentu Tak Eksis yang menyangsikan bagaimana pentingnya program tersebut dalam kaitan dengan pemenuhan mimpi bangsa ini menggapai Indonesia Emas 2025. Kualitas tinggi yang akan didapat anak-anak hari ini dan lima tahun mendatang dengan berjalannya program MBG bakal menjadi modal amat berharga Kepada meraih era keemasan itu.
Akan tetapi, sekali Kembali, ujiannya Eksis di eksekusi atau implementasi program. Apakah program ini bakal efektif serta memberikan Akibat dan manfaat yang hebat seperti yang diyakini pemerintah, atau sekadar Kepada menuntaskan janji kampanye tanpa akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, itu Seluruh akan teruji di lapangan.
Karena itu, Penyelenggaraan program ini sesungguhnya membutuhkan kesiapan teknis yang Lihai. Yang termasuk dalam kesiapan teknis itu antara lain regulasi dan petunjuk Penyelenggaraan yang detail, juga transparansi dalam penentuan Kenalan kerja sama penyiapan makanan-makanan bergizi tersebut, terutama di daerah-daerah.
Selain itu, yang Tak kalah Krusial ialah perlunya sistem pengawasan yang ketat mengingat program ini melibatkan Biaya anggaran yang sangat besar. Kepada tahun ini saja, pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam APBN 2025 sebesar Rp71 triliun Kepada program MBG. Hingga lima tahun ke depan, ketika program ini betul-betul Pandai menyentuh 80 juta orang seperti yang ditargetkan, pemerintah menyebut butuh Biaya sedikitnya Rp400 triliun.
Negeri ini sudah kenyang pengalaman dengan penyalahgunaan anggaran program. Kerap terjadi di Republik ini, Dana negara yang Sebaiknya dipakai Kepada menjalankan program yang berhubungan langsung dengan masyarakat, malah jadi bancakan oleh segelintir orang dengan syahwat korupsi yang besar.
Harus jujur kita katakan bahwa potensi tersebut juga mengintai Penyelenggaraan program MBG. Pemerintah Jernih tak boleh menyepelekannya Kalau Tak Ingin potensi itu menjadi Realita. Mekanisme pencegahan serta pengawasan mesti diperkuat Kepada menihilkan celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan anggaran atau korupsi. Itu harus dilakukan mulai dari tahap pengadaan hingga distribusi MBG.
Publik barangkali Tetap Dapat menoleransi bila Eksis hambatan teknis di sana-sini dalam Penyelenggaraan program tersebut. Sebagai program yang Betul-Betul baru, tentu Tetap Dapat dimaklumi bila Eksis satu-dua kegagapan yang Membangun Penyelenggaraan MBG tak seideal dan secepat yang diharapkan.
Kendati demikian, masyarakat Niscaya Tak akan terima Kalau kebijakan dengan tujuan mulia tersebut malah dijadikan alat bagi sebagian orang Kepada mengemplang duit negara. Maka, pertaruhan pemerintahan Presiden Prabowo Tak hanya terkait dengan keberhasilan program MBG itu sendiri, tapi juga bagaimana menghindarkan program ini jadi bancakan korupsi.