Jangan Biarkan Rakyat Mantab

BADAN Pusat Tetaptik (BPS) baru saja mengumumkan data inflasi Desember 2023 yang mencapai 0,41% secara bulanan dan 2,61% secara tahunan. Inflasi itu disambut positif oleh pemerintah karena masih dalam rentang target yang dipatok Bank Indonesia (BI) di kisaran 2%-4%.

Rendahnya inflasi itu juga diikuti terus turunnya inflasi inti yang terjadi sejak awal tahun. BPS berpandangan, daya beli masyarakat terjaga. Betulkah demikian?

Dalam beberapa bulan jelang tutup tahun, hasil kajian sejumlah lembaga riset menyebut daya beli masyarakat sudah terganggu, bahkan sejak awal 2023. Inflasi yang terjaga sepanjang tahun, lebih disebabkan oleh upaya keras pemerintah menjaga flukutasi harga barang dengan menggelontorkan berbagai program subsidi dan bantuan langsung tunai (BLT) di sana-sini.

Tetapi, semua bantuan pemerintah itu tidak satu pun ditujukan bagi kelompok masyarakat menengah-bawah. Sokongan itu difokuskan ke masyarakat rentan yang selama ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Cek Artikel:  Menguji Konsistensi Pernyataan Jokowi

Grup menengah-bawah ini yang sepertinya luput dari perhatian pemerintah. Padahal kelompok menengah-bawah yang mayoritas di negeri ini dipaksa berjuang sendiri menghadapi tekanan ekonomi yang sudah berlangsung sejak pandemi covid-19 pada 2020.

Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2023 yang diumumkan BI menunjukkan penurunan menjadi 123,6 dari bulan sebelumnya yang tercatat 124,3. Survei konsumen BI juga menunjukkan rata-rata proporsi pendapatan konsumen yang disimpan menurun, dari 15,7% pada Oktober 2023 menjadi 15,4% pada November 2023.

Begitu pula dengan proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi yang juga turut mengalami penurunan, dari 75,6% pada Oktober 2023 menjadi 75,3% pada November 2023.

Hal itu berbanding terbalik dengan proporsi pendapatan yang digunakan untuk membayar cicilan atau utang yang justru meningkat, dari 8,8% pada Oktober 2023 menjadi 9,3% pada November 2023.

Sendiri Spending Index (MSI) yang dikeluarkan Bank Sendiri pada akhir 2023 mencatat tingkat pengeluaran masyarakat kelas bawah meningkat drastis, tetapi tingkat tabungan dibanding 2022 mengalami penurunan.

Cek Artikel:  Narasi Timpang IKN Vs SD Inpres

Hal itu menunjukkan masyarakat mulai menggunakan simpanan untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.

Sedikit demi sedikit, hasil tabungan digerus karena harga-harga barang terus naik, sedangkan pendapatan mereka tidak naik. Para ekonom menyebut fenomena makan tabungan sudah terjadi sejak April 2023. Dalam bahasa gaulnya, istilah ‘makan tabungan’ disingkat menjadi mantab, sebuah pelesetan dari kata mantap.

Grup menengah ke bawah merupakan kelompok yang paling terdampak dalam fenomena itu saat ini, di tengah meningkatnya pengeluaran dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

Fenomena itu kemungkinan besar akan terus berlanjut hingga sepanjang tahun ini karena investasi yang juga diprediksi melambat. Maklum, para investor masih menunggu semua proses pemilu tuntas di tahun politik ini. Alhasil, perbaikan pendapatan atau tumbuhnya lapangan pekerjaan baru belum bisa diharapkan terjadi di tahun ini.

Ya, berjuang menjalani hidup dengan makan tabungan masih akan terus berlanjut di tahun ini. Kalau tabungan masih ada, hal itu tentu tak jadi soal. Tapi bagaimana jika tiap bulan tabungan terus menipis dan bahkan akhirnya nol?

Cek Artikel:  Nyali Ekstra Wasit Pemilu

Situasi ini yang akan menyeret masyarakat masuk ke jeratan lembaga pembiayaan, termasuk pinjaman online (pinjol). Pinjol dengan terobosannya yang bisa menghadirkan pinjaman dalam hitungan jam akan dianggap menjadi dewa penolong.

Absah-sah saja memang, tapi masyarakat sudah harus paham sejak dini akan konsekuensinya karena bunga pinjol lebih tinggi daripada pinjaman kovensional. Jangan sampai gali lubang-tutup lubang jadi upaya bertahan hidup.

Meminjam sejatinya untuk hal-hal produktif. Tapi apa daya, sekadar mengamankan kebutuhan pokok saja sulit, apalagi menggunakan uang untuk tujuan produktif. Negara tidak boleh silau atas statistik moncer di atas kertas semata. Negara mesti memikirkan semua lapisan rakyatnya. Itulah yang disebut memajukan kesejahteraan umum.

Mungkin Anda Menyukai