Jampidum Kejagung Hentikan Kasus Anak Curi Perhiasan Ibu Kandungnya di Medan Sumut

Liputanindo.id – Jaksa Mulia Muda Bidang Pidana Standar (Jampidum) Kejaksaan Mulia (Kejagung) menghentikan perkara seorang anak yang mencuri perhiasan Punya ibu kandungnya di Sumatera Utara (Sumut) lewat keadilan restoratif​ (RJ)​​​​​​.

“Keputusan itu disampaikan hari ini dalam ekspose perkara secara daring oleh Kajati Sumut diwakili Wakil Kajati Sumut Bapak Rudy Irmawan,” ujar Kasi Penkum Kejati Sumut Adre Wanda Ginting, di Medan, Senin (25/11/2024).

Ia mengatakan bahwa perkara tersebut bermula pada Kamis (5/9), di Jalan Marelan, Kelurahan Terjun, Medan Marelan, Kota Medan.

Tersangka MAW alias Mulia melakukan pencurian terhadap perhiasan berharga dan Dana Punya ibunya berinisal PZ di tempat tinggalnya.

“Tersangka merupakan anak kandung korban. Mengambil kunci rumah dari adik kandung dan masuk ke rumah ibunya mengambil sejumlah barang berharga, termasuk kalung, cincin, gelang, dan Dana Kontan. Total kerugian mencapai Rp20 juta,” katanya.

Cek Artikel:  Diusung Jadi Bakal Cagub Jateng, Irjen Ahmad Luthi Lagi Menjabat Kapolda

Tetapi, lanjut dia, meski perbuatan tersangka MAW cukup merugikan, tetapi korban PZ memutuskan memaafkan anak kandungnya dan mendukung penyelesaian perkara dengan restorative justice.

“Keputusan ini diambil setelah Eksis kesepakatan damai antara korban dan pelaku, disertai dengan permohonan Ampun tersangka dan permufakatan perdamaian antara kedua belah pihak,” Terang dia.

Dengan adanya kesepakatan damai dan permintaan Ampun dari tersangka, pihaknya memutuskan Kepada menghentikan perkara itu sesuai peraturan Jaksa Mulia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal ini dilakukan karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya Bukan lebih dari 5 tahun, dan yang terpenting korban telah memaafkan,” sebutnya.

Cek Artikel:  Potensi Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah Sabtu 30 November Hingga 2 Desember 2024

Pihaknya menjelaskan, lewat pendekatan restorative justice ini memungkinkan pelaku menjalani proses hukum tanpa harus menjalani persidangan.

“Proses perdamaian ini disaksikan oleh orang Sepuh, penyidik, dan tokoh masyarakat, sehingga tercipta suasana kondusif Kepada menyelesaikan perkara tanpa menambah beban bagi kedua belah pihak,” tutur Adre. (Ant)

Mungkin Anda Menyukai