
“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-22 tentang Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) di Jakarta pada 7 September 2022. Terdapat tiga transformasi seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lewat kebijakan anyar tersebut, Yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes, dan seleksi secara Independen oleh PTN. Tujuan kebijakan ini, Buat mewujudkan sumber daya Orang (SDM) unggul yang berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Arah baru transformasi seleksi masuk PTN dilakukan melalui lima prinsip, Yakni mendorong pembelajaran yang menyeluruh, lebih berfokus pada kemampuan penalaran.” Demikian kutipan sebuah pemberitaan Formal perguruan tinggi negeri yang Saya baca satu tahun Lewat, Rabu (7/9/2022) dan Lagi Dapat kita saksikan di berbagai situs Formal media-media mainstream hingga hari ini.
Sejak itu, Konsentrasi para pemerhati dan praktisi pendidikan mengarah pada bagaimana Kemendikbudristek Republik Indonesia di Rendah Mas Manteri Nadiem mengelola transformasi masuk perguruan tinggi negeri berdasarkan seleksi secara Independen oleh PTN, yang sedari awal dikhawatirkan Mempunyai Pengaruh ganda negatif (Negative Multiplier Efeect).
Jujur saja, kekhawatiran terhadap transformasi seleksi masuk jalur Independen sudah merebak sejak pemberlakukan kebijakan status Berbadan Hukum (PTN-BH) pada tahun 2013, yang memungkinkan PTN-BH memperoleh kuota maksimal 20% Buat menjaring mahasiswa dari jalur mandri. Pada 2013, kuota seleksi penerimaan mahasiswa baru memang Lagi didominasi oleh Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang Begitu itu menjadi seleksi penerimaan tanpa tes. Sisanya, 30 persen dialokasikan Buat Seleksi Berbarengan Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang menjadi jalur penerimaan dengan tes tulis.
Dan seperti dilansir situs Formal media-media mainstream, nyaris setiap tahun selalu Terdapat perubahan formulasi penerimaan mahasiswa baru. Khususnya terkait dengan pembagian kuota antara SNMPTN, SBMPTN, dan jalur Independen. Pada 2016 misalnya, pembagiannya berubah menjadi 40% Buat SNM PTN, 30% Buat SBMPTN, dan 30% Buat jalur Independen. Artinya Jernih, persaingan lewat SNM PTN dan SBM PTN yang terkesan menjadi jalur alternatif nan murah itu menjadi lebih ketat.
Fenomena Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Independen yang dilaksanakan oleh PTN-BH pada prinsipnya bagus, dengan pertimbangan perluasan akses layanan pendidikan tinggi bermutu yang dikelola oleh PTN bagi anak-anak bangsa yang berharap ‘makan bangku PTN’ dengan modal kemampuan finansial memadai.
Selain itu, Restriksi kuota jumlah dan waktu pendaftaran juga memungkinkan ruang terbuka bagi PTS bagi anak-anak bangsa yang memilih alternatif perguruan tinggi plat hitam.
Makin Bablas Pasca Pandemi Covid-19
Penerimaan mahasiswa baru jalur Independen oleh PTN-BH semakin Mempunyai Akibat luar Lazim bagi penyelenggara perguruan tinggi swasta. Ketidakjelasan PTN dalam menentukan waktu berakhirnya pendaftaran dan kuota penerimaan mahasiswa baru, berimplikasi pada semakin sepinya para mahasiswa masuk PTS. Padahal, jumlah PTS di Indonesia jauh lebih besar dari PTN (mengutip Times in Indonesia).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2022 setidaknya terdapat 4.004 perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 0,73% dibandingkan pada tahun sebelumnya Yakni 3.975 perguruan tinggi. Bila dilihat lebih rinci, sebanyak 3.107 perguruan tinggi berada di Rendah Kemendikbud Ristek. Sementara, 897 kampus lainnya di Rendah Kementerian Keyakinan.
Berdasarkan statusnya, pada 2022 jumlah PTN di Indonesia sebanyak 184 unit, sementara 3.820 kampus merupakan PTS. Nomor ini menunjukkan bahwa jumlah PTN tak genap 10% dari jumlah PTS. Lewat kenapa yang swasta seakan tak diperhatikan?
‘El Nino’ jumlah mahasiswa baru di PTS mulai dirasakan sejak Pandemi covid-19 menerjang tanah air. Puluhan PTS gulung tikar karena kebijakan Restriksi kerumunan dan kewajiban belajar daring bagi seluruh jejanjang pendidikan, termasuk perguruan tinggi.
Imbasnya, masalah keuangan yang dialami institusi pendidikan tinggi di Indonesia merupakan bagian dari cerminan kondisi yang diderita oleh sektor pendidikan selama pandemi. Banyak sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) di daerah rawan covid-19 mengalami penurunan jumlah murid dan harus memotong biaya SPP.
Meskipun PTN juga merasakan Akibat hebatnya, tetapi Akibat paling serius pandemi covid-19 dirasakan lebih parah oleh PTS dan kampus dengan jumlah mahasiswa yang memang sedikit. Hal ini tentu saja dikarenakan sebagian besar pendapatannya bersumber dari Doku kuliah mahasiswa.
Para pengelola PTS pun perlu mengetatkan ikat pinggang dan memutar otak mengelola lembaganya agar bias bertahan hidup dalam situasi kembang kempis. Kalau PTN punya Biaya dari pemerintah Buat menanggulangi situasi krisis keuangan dalam pengelolaan Biaya operasional internal, sekian persen dari mahasiswa Dapat sekian persen dari APBN. Sementara swasta, Dapat dibilang sumber Biaya mayoritas dari biaya kuliah mahasiswa.
‘Panen Raya’ malah dirasakan oleh PTN di masa dan pasca pandemi dalam rekrutmen mahasiswa baru melalui kebijakan jalur Independen, karena makin biasnya waktu pendaftaran dan kuota mahasiswa yang diterima. Tak cukup dengan membuka akses jalur Independen di outlet-outlet setempat, PTN-BH membuka outlet-outlet Enggak Formal di berbagai Kawasan dengan akses mudah dan perkuliahan dilakukan secara daring, sehingga memungkinkan siapa saja dengan kemampuan keuangan memadai berbondong-bondong memilih PTN.
Pembubaran PTS karena Enggak memperoleh pasokan mahasiswa baru atau PTS yang dengan miris harus gulung tikar menjadi Realita yang tak Dapat Tengah ditawar. Jangankan Buat membiayai anggaran riset perguruan tinggi, memberi Bonus dan tunjangan kinerja dosen, atau memfasilitasi studi lanjut para dosen ke ke jenjang lebih tinggi. Buat memberi honor mengajar saja, para pengelola perguruan tinggi harus lintang pukang mencarinya.
Pada Begitu yang sama, Tsunami dahsyat menerjang akibat pemberlakuan penerimaan mahasiswa jalur Independen yang kebabalasan pasca pandemi. Penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power) pejabat di PTS mengemuka menjadi pandemi akademik dengan menerima titipan mahasiswa dari berbagai sisi pada program-program studi favorit PTN, asalkan Dapat membayar donasi Buat pejabat-pejabat di lingkungan pengelola perguruan tinggi. Sebuah fenomena paradoksal di tengah ‘El Nino’ PTS terhadap pasokan mahasiswa baru.
Mari Bersinergi Buat Indonesia Maju
Betul bahwa nyaris Seluruh PTS kesulitan Buat meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan lembaga. Tetapi para pengelola PTS merasa kurang mendapat dukungan kebijakan dan anggaran dari pemerintah. Padahal, keberadaan institusi pendidikan tinggi swasta turut menentukan daya saing SDM Indonesia. Isu ini kerapkali disuarakan oleh para pemerhati dan pengelola perguruan tinggi swasta. Bahkan kegiatan rapat dengar pendapat Komisi X DPR RI juga mengamini Realita tersebut.
Pimpinan dan badan penyelenggara PTS mengungkapkan, banyak PTS kesulitan bertahan. Apalagi terjadi persaingan ketat memperebutkan mahasiswa baru seiring adanya berbagai masuk jalur PTN, khususnya jalur Independen. Selain itu, PTS keberatan dengan keharusan akreditasi program studi lewat lembaga akreditasi Independen (LAM) yang biayanya hingga puluhan juta rupiah.
Terdapat pula keluhan mengenai berbagai pungutan pajak padahal PTS merupakan lembaga nirlaba hingga dukungan pendanaan minim bagi PTS yang membutuhkan, terutama Buat penyediaan dosen dan beasiswa kuliah bagi mahasiswa dari keluarga Enggak Bisa.
Dari beberapa kali rapat dengar pendapat yang Saya sendiri ikut terlibat, para legislator pada Komisi X malah dengan amat tegas menyoroti Pengembangan PTN dalam merekrut mahasiswa baru lewat jalur Independen yang disebut sebagai ‘kapal keruk’. Padahal, PTN Sepatutnya berorientasi mutu.
“Kebijakan penerimaan mahasiswa baru oleh PTN lewat jalur Independen Membikin PTS mengeluh pada langkah PTN. Perlu penetapan kuota jumlah mahasiswa baru PTN dari pemerintah, sebaiknya hanya Terdapat jalur masuk nasional.”
Sebuah petikan pendapat yang Saya merasa perlu garis bawahi tentang betapa situasi ketimpangan tentang jalur Independen PTN ini sudah Betul-Betul merusak atmosfir keseimbangan antara PTN dan PTS.
Saya selaku pengelola PTS mengapresiasi kesediaan Rektor Universitas YARSI Jakarta Fasli Jalal, bahwa pada jenjang pendidikan anak usia Pagi hingga pendidikan dasar dan menengah, pemerintah menyediakan Sokongan operasional pendidikan (BOP) atau Sokongan operasional sekolah (BOS) yang besarannya sama Buat siswa negeri dan swasta. Kebijakan BOP juga sebenarnya Dapat diberikan Buat mahasiswa PTS.
Adapun kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dinilai Bagus dalam tataran ide atau konsep dan didukung guna meningkatkan mutu lulusan perguruan tinggi. Tetapi, pelaksanaannya membutuhkan kejelasan dan dukungan agar PTS kecil dan di daerah Bisa menyiapkan diri memenuhi tuntutan kebijakan pemerintah agar MBKM dilaksanakan di perguruan tinggi.
Beberapa pengamat pendidikan menyalahkan manajemen pendidikan tinggi yang bangkrut dan gulung tikar karena kalah saing. Bangkrutnya sejumlah PTS tersebut tentu saja disebabkan kurangnya minat calon mahasiswa yang mau mendaftar sebagai akibat dari malapraktik manajemen dan ketiadaan jiwa kewirausahaan di lingkungan PTS.
Selama ini banyak PTS yang mengandalkan Biaya masyarakat Enggak Bisa membiayai operasional pendidikan. Terlebih Apabila jumlah mahasiswanya sedikit, kecil kemungkinan PTS tersebut Dapat berkembang, karena sumber Biaya sebagian besar berasal dari mahasiswa. Dalam kondisi seperti ini, sejumlah PTS dalam kondisi terseok-seok pun tetap memaksakan diri dan beroperasi dengan berbagai keterbatasan.
Peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran yang Dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas dan sumber daya PTS Bagus dosen, karyawan, mahasiswa, alumni, sarana dan prasarana. Apabila kita Menyaksikan beberapa PTS yang Enggak Dapat Bertanding disebabkan pengelolaan keuangannya amburadul, sarana dan prasarana minim, rendahnya kualitas kepemimpinan dan sumber daya Orang, dan di internal PTS tersebut terjadi persaingan yang Enggak sehat. Perubahan yang kian Segera di tengah arus globalisasi dan industrialisasi, tentu saja berdampak signifikan terhadap sektor pendidikan tinggi.
Begitu ini persaingan di kalangan perguruan tinggi sangat ketat. Oleh Asal Mula itu persoalan tersebut Enggak mungkin Dapat dilakukan oleh satu ataupun dua orang. Tetapi Seluruh komponen di PTS dilibatkan demi kemajuan dan keberlangsungan sebuah PTS.
Kalau pun harus Terdapat ‘perang bubat’ antara PTN dengan PTS dalam berbagai aspek Kelebihan, sudah tentu kebanyakan PTS akan ‘turun gelanggang colong pelayu’ karena Enggak akan menang. Tetapi persoalannya memang bukan pada perang adu kuat dan adu hebat. Kita membutuhkan sinergi hebat Buat Indonesia Maju, sebagaimana tagline Hari Kemerdekaan ke-78 Indonesia. Kompetisi dalam kebaikan adalah sunnatullah Buat memberikan yang terbaik kepada kemajuan dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Pendidikan tinggi Mempunyai peran signifikan mewujudkan Indonesia Emas, dan sangat membantu negara agar Bisa Bertanding di tataran Dunia dengan mengembangkan produktivitas, fleksibilitas dan keahlian para pegawai, serta menghasilkan, menerapkan dan menyebarkan ide dan teknologi terbaru. Kondisi Konkret Apabila perguruan tinggi berperan Krusial dalam kehidupan sosial masyarakat, Yakni sebagai lembaga kebudayaan, pusat interaksi dan Obrolan sosial kemasyarakatan serta sebagai pusat kegiatan intelektual.
Isu panas tentang Revolusi Industri 4.0 juga memberikan tantangan perkembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Pada dharma pendidikan, kurikulum yang didesain harus mengacu pada konsep ‘higher education 4.0’ yang dipengaruhi oleh model industri 4.0.
Tuntutan lain Perguruan Tinggi Buat mengupayakan terwujudnya Good University Governance (GUG), dapat direpresentasikan dengan capaian terkait dengan kelembagaan, seperti pemeringkatan, akreditasi perguruan tinggi, program studi serta beberapa capaian pemeringkatan perguruan tinggi, Bagus tingkat nasional maupun Global.
PTS Jernih berperan Krusial Buat menghasilkan produk-produk berupa SDM, penelitian dan pengabdian yang bermanfaat menjadi salah satu masukan Buat strategi pengembangan PTS agar dapat mendukung pemerintah dalam hal peningkatan daya saing Indonesia. hal itu perlu dukungan pemerintah utamanya Kementerian Riset dan Teknologi.
Selain itu, Elemen-Elemen dari luar PTS mulai dari lingkungan sosial, ekonomi, teknologi, politik hingga persaingan antar perguruan tinggi Bagus dalam negeri maupun luar negeri juga Membikin pihak PTS harus merumuskan langkah terbaik agar Mempunyai posisi tawar yang tinggi. (S-3)

