Jalur Ayal Hak Angket

HAMPIR sebulan setelah pencoblosan 14 Februari, wacana penggunaan hak angket terkait dengan dugaan kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, masih berkabut. Langit terang hak penyelidikan DPR RI untuk menyelamatkan demokrasi itu masih jauh mendung dari angin.

Sidang paripurna pembukaan masa sidang ke-13 anggota DPR yang mestinya menjadi momentum Fraksi PDI Perjuangan untuk mengumandangkan tekad pembentukan hak pengawasan Dewan itu, gagal dimanfaatkan. Anak buah Megawati Soekarnoputri di Senayan dalam interupsinya malah bersikap normatif, datar, bahkan hambar.

Padahal, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan siap menyokong hak angket. Bahkan, mereka sudah melakukan kajian, diskusi, untuk memantapkan jalan membongkar dugaan kecurangan pemilu yang disebut paling brutal pasca reformasi itu.

Hingga saat ini belum ada tanda-tanda PDI Perjuangan serius menggulirkan hak angket meskipun mereka mengaku sudah merampungkan kajian. Yang terjadi justru keadaan seperti banyak anggota dewan yang kehilangan darah untuk mengusung hak yang ditunggu-tunggu rakyat itu.

Cek Artikel:  Tim Independen Selamatkan KPK

Menonton gelagat seperti itu, sebanyak 50 tokoh masyarakat, mulai dari aktivis antikorupsi hingga mantan pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), menyurati para pimpinan partai politik untuk mengajukan hak angket dugaan kecurangan pada Pemilu 2024. Mereka mengajukan surat kepada Ketua Lumrah PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Lumrah Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Lumrah PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Lumrah PPP Muhammad Mardiono.

Para tokoh itu menilai dugaan kecurangan pemilu terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan, melainkan juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Lumrah dan aparatur kekuasaan lainnya.

Cek Artikel:  Vonis Timpang untuk Pengemplang

Kalau kecurangan dibiarkan, menurut mereka, maka penegakan hukum akan dihinakan dan demokrasi terjungkal. Sebagai akibatnya, masyarakat tidak akan patuh pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya. Karena itu, para tokoh berharap partai politik menggerakkan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan hak angket.

Dukungan para tokoh ini menunjukkan bahwa mereka masih percaya kepada partai politik untuk tetap menjadi pilar demokrasi. Pengajuan hak angket menjadi kesempatan emas untuk membuktikan mereka menyelamatkan suara rakyat, menegakkan kedaulatan rakyat.

Tetapi demikian, pengajuan hak angket tak boleh setengah hati. Sekali layar terkembang pantang surut ke belakang. Penguasa tentu tak akan berdiam diri menghadapi rencana pengguliran hak angket itu. Mereka tak ingin crash landing di ujung masa jabatan mereka meski hak angket belum bisa dipastikan akan memakzulkan penguasa.

Cek Artikel:  Gusur Paksa di Ibu Kota Nusantara

Upaya penggembosan hak angket akan terus dilakukan, baik secara halus dengan menawarkan jabatan hingga cara-cara kasar, seperti menjegal dengan proses hukum terkait dengan suatu kasus.

Penggembosan bisa pula dilakukan melalui anggota DPR yang kemungkinan gagal melenggang lagi ke Senayan pada Pemilu 2024. Mereka bisa ditawari fulus untuk menolak menandatangani dan menolak hak angket di Sidang Paripurna DPR. Sekalian jalan bisa ditempuh  untuk menggagalkan hak angket.

Akan tetapi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Bunyi yang tidak boleh dibajak, dicuri, ditekan, dan diteror untuk pundi-pundi elektoral. Jalan hak angket semestinya benderang seterang matahari terbit di ufuk timur, bukan abu-abu, apalagi ragu-ragu, karena takut dijerat politik penyanderaan.

Mungkin Anda Menyukai