Jalinan Erat 75 Tahun Indonesia-Tiongkok

TUJUH puluh lima tahun yang Lewat, tepatnya pada 1950, Indonesia dan Tiongkok membuka Rekanan diplomatik yang kini berkembang menjadi kemitraan strategis komprehensif yang saling menguntungkan. Era Presiden Sukarno boleh disebut sebagai tonggak awal Rekanan kedua negara. Dalam bukunya yang berjudul China and Shaping of Indonesia 1949-1965, Liu Hong (2011) menyebut Tiongkok sebagai mercusuar, penunjuk arah ke mana bangsa Indonesia akan dibangun.

 

DIPLOMASI ERA SUKARNO HINGGA PRABOWO

Di dalam Kitab Mengarungi Jejak, Merajut Asa: 75 Tahun Indonesia-Tiongkok karya Budy Sugandi, dkk (IRCiSoD, 2025) dituliskan dengan apik bahwa hari ini, dengan kesadaran pada landasan historisitas kelabu pada masa Lewat, kita harus mempunyai proyeksi ke depan demi membangun dan memperkuat bangsa dan negara.

Satu di antara potensi yang dapat dibangun dan dikembangkan secara serius ialah Rekanan dan keterhubungan dengan Tiongkok yang sudah menjadi raksasa kemajuan dunia. Momentum 75 tahun Rekanan diplomatik Indonesia dan Tiongkok Pandai menjadi turning point bagi kita Demi mempererat dan memperkuat Rekanan dan kerja sama demi membangun Indonesia sebagai kekuatan baru di Asia.

Rekanan Indonesia-Tiongkok Lanjut menunjukkan tren positif dengan hadirnya Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) Bandung pada 1955. Tiongkok pada momentum itu menginisiasi ‘Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara Damai’ yang kemudian diterima para peserta konferensi. Kehadiran Tiongkok di Bandung Ketika itu Kagak lain merupakan dukungan kepada Indonesia dan keberpihakan kepada negara-negara Member KAA.

Betul bahwa sejarah pernah mencatat bahwa sempat terjadi ketegangan antara Indonesia dan Tiongkok yang berujung pada pembekuan Rekanan diplomatik pada 30 Oktober 1967. Tetapi, ketegangan itu kemudian berakhir pada 1989, ketika Presiden Soeharto Bersua dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen di Tokyo, Jepang. Tepatnya pada 1990, Indonesia dan Tiongkok memutuskan Demi menormalisasi Rekanan diplomatik kedua negara.

Cek Artikel:  Pilihan FIFA pada JIS dan Tudingan Cacat Bawaan

Rekanan Indonesia dengan Tiongkok semakin mesra utamanya pada masa Presiden Ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Waktu itu, ruang lingkup kesetaraan menjadi lebih luas bagi komunitas Tionghoa, yang merupakan diaspora Tiongkok di Indonesia, sehingga mereka dapat merayakan tahun baru Tionghoa (Imlek) dan mereka diizinkan Demi bekerja di pasar lokal Indonesia.

Gelar ‘Bapak Tionghoa Indonesia’ diberikan kepada Gus Dur karena beliau memberi etnik Tionghoa hak penuh di Area Indonesia. Pada 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri memutuskan Demi menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional di Indonesia.

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rekanan Indonesia–Tiongkok memasuki era baru. Pada 2004, Mari Elka Pangestu yang merupakan keturunan Tionghoa diangkat menjadi menteri perdagangan Indonesia. Pada 2005, kedua negara sepakat meningkatkan Rekanan mereka menjadi kemitraan strategis dan ditingkatkan Tengah menjadi kemitraan strategis komprehensif pada 2013.

Sementara itu, di Dasar kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Rekanan Indonesia dan Tiongkok telah melampaui capaian periode-periode sebelumnya. Dari segi ekonomi, Tiongkok telah menjadi Kawan dagang terbesar Indonesia dan sumber Penting investasi greenfield dan infrastruktur. Nilai investasi Tiongkok di Indonesia sepanjang 2024 meningkat 9,5% menjadi US$8,1 miliar (Kementerian Investasi/BKPM Republik Indonesia, 2025).

Tahun 2024 menjadi babak baru Rekanan Indonesia-Tiongkok. Pasalnya, pada tahun itu, Presiden Prabowo Subianto tercatat melakukan dua kali kunjungan ke ‘Negeri Gorden Bambu’. Kunjungan pertama berlangsung pada April 2024, Ketika Prabowo Lagi menjabat presiden terpilih.

Pada kesempatan tersebut, ia melakukan pertemuan kehormatan dengan Presiden Xi Jinping di Great Hall of the People di Beijing. Kunjungan kedua berlangsung pada November 2024, setelah Prabowo Formal dilantik sebagai presiden. Dalam kunjungan kenegaraan perdananya itu, ia kembali Bersua dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang, serta Ketua Kongres Rakyat Nasional Zhao Leji.

Intensitas kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok Mempunyai beberapa Definisi Krusial, Berkualitas dalam konteks Rekanan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok maupun bagi posisi politik dan ekonomi Indonesia di kawasan Asia.

Cek Artikel:  Sistem Pemilu Separuh Hati

Dalam konteks diplomasi, kunjungan itu menjadi simbol dari Rekanan yang semakin erat antara Indonesia dan Tiongkok, terutama dalam hal diplomasi dan kerja sama Global. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia dan kedua terbesar di dunia, Tiongkok Mempunyai peran Krusial dalam Rekanan Dunia dan Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Mempunyai banyak kepentingan strategis dengan Tiongkok.

Di Tiongkok, pemerintah Indonesia juga Lanjut melakukan diplomasi-diplomasi lunak dalam rangka menjaga Rekanan people to people. Ketika ini, Kedutaan Besar Indonesia telah mendirikan pusat kebudayaan Indonesia di universitas-universitas Tiongkok. Program itu memberikan akses kepada masyarakat Tiongkok Demi mengenal kekayaan budaya Indonesia.

Minat masyarakat Tiongkok kepada Indonesia juga menunjukkan tren yang positif. Pada 2024, setidaknya Indonesia telah menyambut lebih dari 1,1 juta jiwa wisatawan Tiongkok. Demi lebih meningkatkan Bilangan wisatawan Tiongkok ke Indonesia dan sebaliknya, Ketika ini terdapat 13 maskapai penerbangan yang menghubungkan kota-kota diTiongkok dengan Indonesia.

 

MEMPERERAT KERJA SAMA

Kagak kalah Krusial, kunjungan Presiden Prabowo dapat dimaknai sebagai upaya Indonesia Demi Lanjut memperkuat kerja sama ekonomi dengan Tiongkok. Sebagai Misalnya, kunjungan Prabowo yang kedua menghasilkan komitmen investasi besar dari Tiongkok yang dapat mendukung berbagai proyek infrastruktur di Indonesia.

Itu termasuk komitmen Tiongkok Demi membantu program makan bergizi gratis rintisan Presiden Prabowo. Kerja sama itu Kagak hanya bermanfaat bagi ekonomi Indonesia, tetapi juga memperluas jaringan perdagangan dan investasi.

Bagi Indonesia, Tiongkok merupakan bagian Krusial dari teka-teki pembangunan bangsa ini. Indonesia telah menetapkan tujuan nasional jangka panjang yang ambisius melalui visi Indonesia emas 2045. Strategi itu sejalan dengan peringatan seratus tahun kemerdekaan Indonesia pada 2045 yang bertujuan Demi mengangkat Indonesia menjadi salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.

Inti rencana tersebut ialah komitmen Demi beralih dari ekonomi berbasis komoditas menjadi ekonomi yang didorong industri bernilai tambah. Dalam konteks itu, Rekanan Indonesia dengan Tiongkok dapat menjadi katalisator tercapainya tujuan Indonesia emas 2045.

Cek Artikel:  Audit Bisnis dan HAM, Upaya Memutus Tragedi Kecelakaan Kerja

Di sisi lain, kunjungan Presiden Prabowo juga mencerminkan kemitraan strategis dalam bidang pertahanan dan keamanan, dengan Indonesia dan Tiongkok dapat memperkuat kerja sama Demi menjaga stabilitas kawasan Asia-Pasifik. Kunjungan tersebut juga memperlihatkan bagaimana Indonesia berusaha menjaga Rekanan Berkualitas dengan kekuatan besar dunia, termasuk Tiongkok. Itu juga menunjukkan fleksibilitas Indonesia dalam menjalin kerja sama yang menguntungkan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif.

Posisi Indonesia sangat strategis bagi Tiongkok sebagai penyeimbang khususnya di kawasan Asia Tenggara. Pandangan penduduk Indonesia terhadap Tiongkok yang positif memberikan ruang kepada Beijing Demi memperdalam Rekanan mereka dengan Jakarta. Tiongkok juga Memperhatikan manfaat di kawasan Timur Tengah dari Rekanan yang positif dengan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam seperti Indonesia. Secara keseluruhan, Indonesia telah muncul sebagai Kawan yang saling menguntungkan dengan Tiongkok di belahan bumi selatan.

Hal lain yang perlu dicatat dari 2024 sebagai tahun awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ialah bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS. Kerja sama itu sekali Tengah menunjukkan Indonesia Mempunyai kesamaan visi dengan Tiongkok Demi mewujudkan keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan yang merata bagi tatanan dunia.

Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS sekali Tengah menguatkan Indonesia Demi lebih dekat dengan Tiongkok melampaui periode-periode sebelumnya.

Pada akhirnya, Rekanan Indonesia-Tiongkok bukan hanya tentang kerja sama yang terjalin dalam ruang lingkup diplomatik atau ekonomi, melainkan juga tentang bagaimana kedua negara saling memahami dan menghargai satu sama lain dalam berbagai dimensi. Keberhasilan Rekanan itu terletak pada kemampuan Demi berbagi visi dan misi Serempak, mengatasi tantangan dengan bijaksana, dan bekerja Serempak menuju tujuan yang lebih besar, Yakni perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan yang berkelanjutan.

Mungkin Anda Menyukai