Jaga Reformasi TNI

SEJAK era Bung Karno, kita sudah diingatkan Demi Bukan melupakan sejarah. Demi sebuah bangsa, sejarah memang ibarat rambu. Tanpa berkaca dari sejarah, bangsa ini Dapat Kembali dan Kembali mengulang kesalahan yang sama.

Tetapi, sejarah kerap sengaja dilupakan. Bahkan, kesalahan di masa Lampau seolah Ingin diulang kembali, dengan sedikit demi sedikit kembali ke kondisi sebelum reformasi.

Nuansa seperti itulah yang terekam di benak sebagian publik dalam menyikapi revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah satu poin revisi yang paling dirasakan Membikin galau ialah perluasan cakupan jabatan sipil di kementerian atau lembaga yang boleh ditempati prajurit TNI aktif, dari yang semula 10 diusulkan ditambah menjadi 15 institusi.

Lima instansi yang kini diminta juga Demi Dapat diisi prajurit TNI aktif ialah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, dan Kejaksaan Akbar.

Meski beberapa instansi itu memang terkait dengan ‘keamanan negara’, Jernih ranah sipil merupakan ranah yang lebih dominan. Maka, Jernih pula hal itu sangat berbeda dari 10 instansi yang memang selama ini dapat diisi prajurit TNI karena bidang tugasnya memang di pertahanan negara. Di antara ke-10 instansi itu ialah Korbid Polkam, Lemhannas, Sandi Negara, Intelijen Negara, hingga Setmilpres.

Cek Artikel:  Menunggu Debat Penuh Manfaat

Penambahan menjadi 15 institusi itu pun bukan berarti prajurit TNI steril di instansi lain. Sebagaimana disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada 11 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto juga menginstruksikan agar prajurit TNI yang akan menempati jabatan sipil harus pensiun Awal. Artinya, hanya di 15 instansi itu saja penempatan prajurit TNI Bukan memerlukan pensiun Awal, sedangkan di instansi-intansi lainnya dapat ditempatkan dengan Langkah pensiun Awal dari TNI.

DPR RI tampak mendukung keinginan itu. ‘Pemakluman’ yang diberikan Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono kepada publik ialah TNI Mempunyai sumber daya Orang yang melimpah, sedangkan kementerian atau lembaga sering kali mengalami keterbatasan. Kondisi itu memerlukan solusi Demi menjaga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Hal tersebut tentu mudah dipatahkan dengan kondisi selama ini kementerian/lembaga yang sudah sulit menyerap honorer menjadi PPPK. Ditambah Kembali di 2025 ini efisiensi anggaran berimbas pula pada efisiensi pegawai di kementerian/lembaga. Keterbatasan pula yang menjadi Unsur kuat penundaan pengangkatan 1,2 juta CPNS yang kini sedang jadi polemik.

Cek Artikel:  Pesta Rakyat Pesta Gagasan

Dalih yang lebih masuk Pikiran sebenarnya Bukan sulit dicari dan memang sudah diungkapkan Kemenhan sendiri. Pada 2018, pejabat Kemenhan pernah menyatakan bahwa TNI mengalami ketidakcukupan ruang jabatan. TNI mengalami penumpukan kolonel dan perwira tinggi.

Maka, Dapat dibayangkan, dengan jumlah personel sekarang Sekeliling 400 ribu, yang Lagi belum ideal Demi penduduk Indonesia, tetapi TNI kewalahan atas gemuknya kolonel dan jenderal dengan pekerjaan yang Bukan sebanding pangkatnya. Inilah cermin permasalahan struktural organisasi dan pembinaan karier. Persoalan ini harus diselesaikan TNI sendiri. Pembiaran hanya akan Membikin TNI Lalu-menerus meminta kursi instansi lain.

Bukan sekadar korban anggaran dan jabatan, penempatan semacam ini juga Dapat merugikan kinerja kementerian/lembaga. Itulah konsekuensi Kalau level mid ataupun top management akan diisi oleh orang-orang yang minim pengalaman dan kompetensi di bidang sipil.

Dalih mengapa perluasan jabatan sipil bagi TNI dipersoalkan ialah karena ketidaksesuaiannya dengan semangat reformasi TNI. Dalam 7 mandat reformasi TNI, Pelarangan menduduki jabatan sipil dinyatakan secara tegas. Jabatan sipil menjadi terlarang bagi personel TNI demi tercapainya supremasi sipil dan HAM.

Cek Artikel:  Utopia Angkatan Siber

Selama ini, dalam perjalanan penataan institusi di negeri ini, penempatan TNI sebagai penjaga kedaulatan negara adalah tugas paling pokok. Sejarah kita menunjukkan penempatan TNI pada tugas-tugas di luar pertahanan negara, sebagaimana dikenal dengan dwifungsi, Membikin fungsi pokok TNI tereduksi.

Dalam 26 tahun pascareformasi ini, 7 mandat reformasi TNI itu bukannya sudah tercapai, bahkan Malah dirasakan menuju langkah mundur. Dalam beberapa periode pemerintahan terakhir, upaya menarik TNI dalam pelibatan luas di luar tugas pokok makin terlihat. Lihat saja program ketahanan pangan, cetak sawah, pengawasan harga sembako, Tamat pengenalan lingkungan sekolah, semuanya melibatkan peran TNI.

Sejarah Jelek masa lampau Bukan boleh dilupakan, apalagi sengaja mau diulang. Pemerintahan Presiden Prabowo harus berpegang Kokoh pada mandat reformasi.

Berlatar belakang TNI, Prabowo Malah harus membuktikan Bukan Mempunyai konflik kepentingan. Sebaliknya, Kalau pemerintahan juga semakin menjurus pada dwifungsi, bahkan multifungsi, sama saja membuka Kembali catatan sejarah yang sudah kita koreksi di masa Orde Baru.

 

Mungkin Anda Menyukai