Izin Sesat Ekspor Pasir Laut


PERATURAN Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut harus dibatalkan. PP yang diterbitkan 15 Mei 2023 itu bukan hanya Tak memedulikan kerusakan lingkungan, tapi juga Terang-Terang demi kepentingan luar negeri.

Itu sangat terlihat dari poin D ayat 2 Pasal 9 PP tersebut, yang mencantumkan izin ekspor. Poin itu berarti mencabut pelarangan total ekspor pasir laut yang berlaku sejak 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Embel-embel ‘selama kebutuhan dalam negeri terpenuhi’ pada poin D itu sama sekali Tak menyamarkan tujuan Penting kepentingan ekspor. Alasan, selama ini, berbagai megaproyek reklamasi di dalam negeri, termasuk di Makassar, Lalu berlanjut. Kalaupun Eksis kendala, kerap bukan karena pasokan pasir, melainkan protes masyarakat dan organisasi lingkungan.

Cek Artikel:  Segera Bentukkan UU Perampasan Aset

Kuatnya kepentingan luar negeri di balik izin ekspor pasir laut pun mudah kita tangkap dari dinamika yang terjadi di negara tetangga sejak 2019. Mulai tahun itu, Singapura sebagai negara pengimpor pasir laut terbesar di dunia mulai kelimpungan karena Malaysia berhenti mengirim pasir.

Padahal sejak Indonesia menerapkan pelarangan ekspor pasir laut, Malaysia menjadi tumpuan Singapura yang kini tengah dalam tahap tiga megaproyek reklamasi Demi Pelabuhan Tuas. Tahun Lampau, perjanjian ekstradisi yang mandek sejak 2007 akhirnya Absah ditandatangani Singapura dan Indonesia.

Kita patut curiga bahwa dibukanya kembali ekspor pasir laut merupakan bagian dari timbal balik kesepakatan luar negeri itu. Aroma busuk dari PP 26/2023 juga makin kuat dengan adanya rumor empat perusahaan besar yang berkomplot dengan politisi Demi mengegolkan aturan baru ini.

Cek Artikel:  Hasil Wajar Audit bukan Prestasi

Di sisi lain, penjelasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun penuh kejanggalan. Staf Tertentu Bidang Komunikasi Publik KKP Wahyu Muryadi mengatakan PP tersebut demi kesehatan laut, juga daripada negara dirugikan akibat pasir atau sedimen tersebut dicuri pihak lain.

Kedua Dalih itu sangat mudah terbantahkan. Pertama, berbagai proyek penambangan pasir, Bagus sebelum 2003 maupun yang terkini, sama-sama Membangun kerusakan lingkungan, Bagus pada terumbu maupun peningkatan risiko Erosi. Dengan kata lain, dalam 20 tahun ini perkembangan teknologi pengerukan pasir atau sedimen Tak terbukti lebih ramah lingkungan.

Dalih kedua pun Terang lebih konyol. Alasan, sangatlah Menggemaskan Kalau pencegahan pencurian bukan dilakukan dengan peningkatan patroli laut, melainkan Malah lebih dulu merusak ekosistem ketimbang menangkap para maling pasir.

Cek Artikel:  Tolak Wacana Percepatan Pilkada

Dengan begitu saratnya polemik dari PP 26/2023 ini, Terang Presiden Jokowi harus membatalkan aturan yang ditandatanganinya tersebut. Presiden akan mewariskan petaka lingkungan yang panjang Kalau Lalu memberlakukan PP tersebut.

Kelestarian laut bukan hanya Krusial bagi hajat hidup jutaan masyarakat pesisir, tapi juga seluruh rakyat negeri ini. Ketika krisis iklim semakin Konkret dan berbagai sumber pangan menyusut, lautlah yang menjadi tumpuan keselamatan Kaum dunia.

Laut dengan padang lamunnya menjadi penyerap karbon yang besar. Laut dengan terumbu karangnya pun menjadi sumber makanan Demi berbagai jenis spesies ikan yang selanjutnya menjadi sumber Krusial pangan dunia.

Indonesia sebagai negara maritim yang pulau-pulaunya juga terancam tenggelam semestinya menjadi yang terdepan dalam menjaga kelestarian laut.

Mungkin Anda Menyukai