Islam Moderat dalam Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia

DALAM berbagai literatur tentang politik luar negeri Indonesia, tampak bahwa peran Islam dalam kebijakan politik luar negeri pasca-Soeharto lebih meningkat Apabila dibandingkan dengan era sebelumnya (Sukma, 2003; Perwita, 2007; Nugraha, 2012; Fanani, 2012; Nubowo, 2023).

Pada era Soeharto, peran Islam dalam politik luar negeri Indonesia sering disampingkan karena pemerintah lebih mendorong kebijakan luar negeri yang bebas-aktif. Pemerintah Soeharto lebih mengejar aspek developmentalisme, ekonomi, Gerakan Non-Blok, dan solidaritas ASEAN. Sebagai konsekuensinya, aspek Islam hanya sedikit muncul dalam kebijakan Formal luar negeri, seperti pada solidaritas perang Serbia-Bosnia dan konflik Israel-Palestina.

Perkembangan baru posisi Islam dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia sejatinya terkait erat dengan perkembangan politik Dunia dengan pasca-Tragedi 9/11 pada 11 September 2001. Seusai kejadian penyerangan Gedung Pentagon dan WTC oleh Al-Qaeda, negara-negara Barat mempertimbangkan perlunya peran ‘Islam moderat’ sebagai counter terhadap terorisme dan Islam radikal.

Begitu itu, George Bush Jr dengan gencar mengampanyekan perlunya menggandeng kalangan Islam moderat Buat melawan Penguasaan Osama bin Laden dan Golongan-Golongan teroris. Meski perlu dicatat, bahwa kemunculan Al-Qaeda itu Kagak Pandai dilepaskan dari peristiwa Cold War dengan negara-negara Barat Begitu itu, terutama Amerika Perkumpulan, banyak membantu para mujahidin di Afghanistan Buat berperang melawan Uni Soviet.

Berkaitan dengan itu, Mahmud Mamdani, profesor government dan antropologi di Columbia University, menulis Naskah menarik yang berjudul Good Muslim, Bad Muslim: America, the Cold War, and the Roots of Terror (2004). Menurut Mamdani, pemerintah Bush banyak menggunakan term good muslim pada orang-orang Islam yang mendukung kampanye Dunia War on Terror.

Sebaliknya, term bad muslim dipakai Buat melabeli orang-orang Islam yang Kagak sepakat pada kebijakan-kebijakan Amerika dan pemerintahan Bush. Bush juga sering meretorika ‘either with us or againts us‘. Term itu menjadi sangat politis dan punya konsekuensi-konsekuensi yang Kagak menguntungkan pada umat Islam. Oleh karena itu, Mamdani menegaskan akar-akar terorisme Kagak Pandai dipisahkan dari kebijakan politik luar negeri Amerika selama Perang Dingin, yang Malah menumbuhsuburkan gerakan Islam radikal di berbagai negara.

 

ISLAM MODERAT DALAM KONTEKS GEOPOLITIK

Perubahan lanskap politik Dunia dan kemunculan gerakan terorisme itu sangat berdampak pada kebijakan pemerintah Indonesia. Secara domestik, Begitu itu terorisme menjadi ancaman di Indonesia dengan adanya organisasi teroris seperti Jama’ah Islamiyah (JI) dan Al-Qaeda cabang Asia Tenggara.

Pada 2000-an, banyak kejadian terkait dengan terorisme seperti bom Bali 1, bom Bali 2, bom JW Marriott, dan bom di Kedutaan Australia. Oleh karena itu, perpaduan antara kondisi politik domestik dan perubahan politik Dunia yang berpihak pada Islam mendorong pemerintah Buat memperkuat peran Islam dalam diplomasi Dunia Indonesia.

Cek Artikel:  Memberi Maksud Pemeriksaan Akademik

Peran Islam dalam politik luar negeri itu terlihat pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi), yang dua-duanya menekankan peran Buat mempromosikan ‘Islam moderat’. Meskipun SBY dan Jokowi melakukan berbagai kunjungan dan kegiatan yang menunjukkan naiknya peran Islam di kebijakan politik luar negeri Indonesia, menurut saya keduanya belum dikatakan berhasil melakukan pencapaian-pencapaian yang substantif.

Yang menjadi pertanyaan ialah kenapa pemerintah Indonesia Lanjut mempromosikan ‘Islam moderat’ meskipun kebijakan itu belum mencapai hasil maksimal? Saya berargumen bahwa meskipun ‘Islam moderat’ sering dipromosikan dan dilabeli sebagai identitas nasional dan agenda diplomatik, menurut saya, kebijakan itu lebih sering digunakan pemerintah Buat kepentingan orientasi ke dalam (inward-looking) dan secara terbatas Buat mengamankan kepentingan-kepentingan politik pemerintah (narrowly-conceived political interests).

Pada artikel ini, saya akan memberikan Misalnya, bagaimana kebijakan-kebijakan Islam pada politik pada era SBY. Saya akan membahas dan menganalis era Jokowi pada artikel berikutnya.

Pada dasarnya, ‘Islam moderat’ ialah konsep yang Lanjut dikontestasikan atau diperdebatkan. Secara Lumrah, konsep itu merujuk pada jalan tengah antara ekstremisme Islam dan liberalisme Islam. Konsep itu banyak muncul kembali dari iklim antiterorisme Dunia.

Menurut John Esposito (2005), Islam moderat dikarakteristikkan dengan toleransi, modern, prodemokrasi, dan yang lebih Krusial dari Sekalian itu ialah penolakan terhadap penggunaan kekerasan dan terorisme. Dalam konsep itu, terpancangkan ide bahwa Islam yang fundamentalis dan Radikal (the Mendasar-militant Islam) ialah problem. Sebaliknya, konsep bahwa Islam moderat sebagai jalan keluar (moderate Islam is the solution) dipuja dan dirayakan secara Dunia oleh banyak pemimpin dunia.

Dengan kondisi geopolitik dan geostrategis yang mendukung Islam moderat itu, kebijakan-kebijakan pemerintah Barat banyak mendorong dan memberdayakan Golongan-Golongan Islam moderat. Hal itu tampak terutama pada era 2000-an dengan banyak lembaga donor asing yang memberikan banyak dukungan kepada Golongan-Golongan NGO (non-government organisation) Buat mengampanyekan ide-ide demokrasi, hak-hak Perempuan, dan Islam liberal (Fealy, 2019).

Pada Begitu yang berbarengan, banyak organisasi Islam yang mengindentifikasi diri mereka sebagai Golongan moderat seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun Kagak mau ketinggalan menyebut diri mereka sebagai bagian dari Islam moderat. Identifikasi diri itu Krusial karena Apabila Kagak mereka akan dikelompokkan sebagai antitesis dari model demokrasi-moderat Islam. Hal itu disebabkan Golongan-Golongan moderat Islam mengidentifikasi diri mereka sebagai Golongan muslim yang prodemokrasi, toleransi, dan antiterorisme.

Berkaitan dengan itu, SBY menggunakan kesempatan politik itu Buat mengampanyekan Islam moderat sebagai bagian diplomasi dan kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam berbagai kesempatan di lingkup Dunia, SBY sering mengatakan Indonesia ialah ‘a country where democracy, Islam and modernity go hand in hand‘ (SBY, 2005). Pernyataan politik SBY ini juga mendapat dukungan Dunia terutama karena Hillary Clinton sebagai menteri luar negeri Amerika Perkumpulan pada era Barack Obama juga menyatakan hal senada. Hillary menyatakan, “If you want to know whether Islam, democracy, and modernity, and women’s rights can coexist, go to Indonesia (Hillary Clinton, 2009).”

Cek Artikel:  Pembelajaran Bahasa Asing dan Nilai-Nilai Moderasi

Bahkan, dalam kunjungan resminya ke Indonesia pada 2010, Barack Obama menyampaikan dukungan agar Indonesia memainkan peran Krusial di dunia Dunia. Dalam pidatonya di Universitas Indonesia (UI) pada 10 November 2010, Barack Obama menyampaikan ‘those things that I learned to love about Indonesia – that spirit of tolerance that is written into your Constitution; symbolized in your mosques and churches and temples; and embodied in your people – still lives on. Bhinneka Tunggal Ika – unity in diversity. This is the foundation of Indonesia’s example to the world, and this is why Indonesia will play such an important role in the 21st century’.

 

KEPENTINGAN POLITIK DOMESTIK

Dengan pertimbangan dan dukungan itu, diplomasi Indonesia pada era SBY menekankan dan menegaskan kehadiran Indonesia di Tumbuhan Dunia melalui kampanye Islam moderat dan demokrasi. Dua kata kunci itu (Islam moderat dan demokrasi) menjadi modal Indonesia Buat menjadi kekuatan di tingkat regional dan sebagai pemain atau penentu di tingkat Dunia. Kemudian, di era SBY, Islam moderat dilembagakan menjadi identitas baru dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Sejak 2004, melalui Kementerian Luar Negeri di Rendah komando Hassan Wirajuda, pemerintah Indonesia banyak terlibat dalam Perhimpunan-Perhimpunan dialog antaragama, Berkualitas di tingkat nasional maupun Dunia. Pemerintah aktif dalam kegiatan interfaith dialogue, diplomasi publik, menawarkan menjadi jembatan antara negara-negara Islam dan Barat, dan memainkan peran baru sebagai a peace maker di dunia Islam. Indonesia juga berpihak pada aspirasi Golongan-Golongan negara muslim dalam soal program nuklir di Iran dan mendukung Palestina Buat mendapatkan kemerdekaan penuh.

Pada Begitu yang sama, pemerintah juga melibatkan organisasi seperti Muhammadiyah dan NU Buat terlibat dalam diplomasi Dunia. Misalnya, pemerintah mendukung NU yang menyelenggarakan Dunia Conference of Islamic Scholars (ICIS), juga mendukung Muhammadiyah and Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) yang menyelenggarakan World Peace Perhimpunan (WPF).

Jadi, apa yang sebenarnya Ingin dicapai SBY dengan peran baru Islam dalam kebijakan luar negeri Indonesia di masa pemerintahannya itu? Saya berpendapat bahwa apa yang SBY lakukan dan kerjakan itu lebih banyak terkait dengan ambisi-ambisi politiknya. Buat aspirasi politik di tingkat Dunia, menurut Greg Fealy (2016), SBY sangat berkepentingan dan Ingin dilihat sebagai negarawan Dunia yang berkomitmen Terdapat toleransi Keyakinan.

Cek Artikel:  Hasil PISA 2022, Matematika Indonesia masih Stagnan

SBY Ingin dilihat dan diperhitungkan pemimpin-pemimpin dunia lainnya sebagai sosok pemimpin dunia yang secara serius memperjuangkan kepentingan toleransi dan kemanusiaan. Dengan Imej sebagai negarawan di tingkal Dunia itu, SBY Ingin mendapat sokongan terhadap identitas keislaman dan keberpihakan terhadap umat Islam itu Buat kepentingan politik domestiknya. Hal itu disebabkan banyak pihak yang meragukan keislaman SBY dan bahkan pada kampanye Pilpres 2004, istri SBY pernah diisukan bukan beragama Islam.

Tetapi, kampanye Dunia SBY sebagai negarawan di tingkat Dunia sebagai seorang demokrat yang toleran itu secara Segera diragukan banyak pihak. Hal itu terutama disebabkan kebijakan-kebijakan politik pemerintahan SBY terhadap orang-orang minoritas banyak mendapat catatan. SBY juga pernah menyatakan ia menjadikan pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai rujukan Formal kebijakan agamanya. Padahal, sebagaimana dicatat banyak sarjana (Gillespie, 2007; Schafer, 2019; Hasyim, 2023), MUI banyak mengeluarkan fatwa-fatwa yang Kagak toleran.

Berkualitas secara langsung atau Kagak langsung, pemerintah di tingkat pusat dan daerah sering mengeluarkan kebijakan politik yang merugikan Golongan minoritas seperti terhadap orang-orang Ahmadiyah dan Syiah. Di beberapa daerah, orang Ahmadiyah sering menjadi korban kebijakan diskriminatif dari pemerintah dan mereka menjadi Sasaran beberapa tindakan kekerasan. Bahkan Terdapat orang-orang Ahmadiyah yang terusir dari tempat tinggal mereka dan harus menjadi pengungsi. Orang-orang Syiah pun mengalami kejadian yang Kagak mengenakkan.

Keraguan komitmen SBY Buat menjadi negarawan di tingkat Dunia dan keinginan Indonesia menjadi jembatan antara negara-negara Islam dan Barat juga muncul dari rekam jejak politik SBY. Pada Begitu terjadi polarisasi politik, etnik, dan keagamaan pada Begitu Pemilihan Gubernur Jakarta 2017, SBY juga tampak terlihat memainkan beberapa sentimen etnik dan keagamaan Buat mendukung putranya. Pada Begitu itu, SBY tampak Berjumpa dengan para pemuka Islam radikal seperti Habib Rizieq Shihab. SBY juga melakukan komunikasi dengan KH Ma’ruf Amin yang pada 2017 menjadi saksi yang memberatkan tuduhan Ahok sebagai penista Keyakinan.

Dari paparan di atas, tampak bahwa SBY mempromosikan Islam moderat pada eranya Buat Meningkatkan daya tawarnya di tingkat Dunia agar dipandang sebagai seorang negarawan dan demokrat yang toleran. Promosi Islam moderat itu juga diperuntukkan memperkuat kepentingan-kepentingan politik domestiknya karena SBY sering diragukan identitas keislamannya. Oleh karenanya, dengan mengampanyekan Islam moderat di tingkat Dunia, SBY Pandai menunjukkan credential keislamannya di depan banyak pihak yang meragukan keislamannya.

Tetapi, karena lebih dilandasi kepentingan politik domestik yang terbatas, ketika situasi dunia berubah dan peta politik dalam negeri juga berubah, SBY tampak Kagak Tengah mempunyai konsen dengan kampanye Islam moderat dalam kebijakan politik luar negerinya.

Mungkin Anda Menyukai