TUBUHNYA terlihat ringkih. Jalannya pun agak tertatih Begitu dituntun dua pria tegap berbaju batik. Meski sebagian tertutup masker, kerut di wajahnya tak Dapat disembunyikan. Dia ialah Annas Maamun.
Annas ialah mantan Gubernur Riau periode 2014-2019. Dia bekas koruptor yang bebas dari LP Sukamiskin Bandung, pada 21 September 2020. Dia kini juga menjadi calon koruptor.
Annas tadinya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung pada 2015. Dia terbukti bersalah dalam kasus korupsi alih fungsi lahan yang merugikan negara Rp5 miliar.
Enggak terima, Annas mengajukan banding, tapi hukuman tetap sama, 6 tahun. Tak terima juga, Annas mengajukan kasasi. Alih-alih mendapat pengurangan hukuman, langkah hukum itu Malah jadi bumerang. MA memperberatnya menjadi 7 tahun penjara.
Annas belum juga menyerah. Dia mengajukan grasi ke Presiden Jokowi. Kali ini tak Sia-sia. Pada 2019, pidana penjara Annas dikurangi dari 7 menjadi 6 tahun. Setahun setelahnya, dia bebas.
Pemberian grasi oleh Jokowi memantik kontroversi ketika itu. Banyak yang menyesalkan grasi sebagai hak istimewa presiden diperuntukkan terpidana kasus korupsi. Presiden beralasan grasi diberikan atas Dalih kemanusiaan.
Annas sudah sepuh dan sakit-sakitan. Penyakitnya komplet. Eksis penyakit paru obstruktif kronik, Eksis dispepsia syndrome atau depresi, gastritis (lambung), hernia, dan Eksis pula sesak napas yang memerlukan pemakaian oksigen setiap hari. Begitu kata-kata dalam pertimbangan grasi.
Tetapi, hukum punya kekuasaan sendiri. Dalam satu kasus, Annas boleh bebas lebih Segera, tetapi dia harus berurusan Tengah dengan KPK dalam kasus yang lain. Pada Rabu (30/3), Annas dijemput paksa Buat diperiksa dan ditahan sebagai tersangka kasus korupsi pemberian hadiah terkait dengan pengesahan R-APBDP 2014 dan R-APBD 2015 Provinsi Riau.
Annas Tiba harus dijemput paksa dari tempat tinggalnya di Pekanbaru Buat dibawa ke Gedung Merah Putih KPK lantaran tak kooperatif. Kisahnya penuh drama. Drama bergenre kesedihan. Dalam usia yang begitu Sepuh dia Lagi harus berurusan dengan hukum.
Umur Annas kini 81 tahun. Sudah uzur. Enggak seperti tersangka-tersangka lain yang diharuskan berdiri Begitu dihadirkan dalam jumpa pers, dia dipersilakan duduk di kursi. Dia tak kuat berdiri berlama-lelet. Dia berbaju tahanan Corak oranye. Tangannya juga diborgol.
Sungguh, dari sisi kemanusiaan, saya trenyuh menyaksikan lakon seperti itu. Sulit membayangkan seorang kakek yang Sebaiknya menikmati hari Sepuh Berbarengan cucu atau bahkan cicit malah menjadi tontonan Jelek rakyat. Ironis. Annas yang karena sudah Sepuh dan sakit-sakitan mendapatkan grasi, kembali jadi pesakitan ketika bertambah Sepuh.
Akan tetapi, hukum berlaku Buat Segala. Sepuh muda sama saja. Hukum Enggak boleh pandang bulu, juga pantang pandang waktu. Selama kasusnya belum apkir, penindakan tetap harus dilakukan.
Pada konteks itu, kiranya KPK Betul. Soal kondisi Annas, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto juga memastikan yang bersangkutan sudah diperiksa dokter. Hasilnya, dia layak diajukan ke persidangan.
Jadi, memang sudah semestinya Annas menjalani proses hukum Buat menentukan bersalah atau tak bersalah. Yang jadi pertanyaan, kenapa baru sekarang?
KPK, juga penegak hukum lain, wajib memberikan kepastian hukum. Kewajiban itulah yang kerap diabaikan pimpinan KPK yang dulu-dulu. Kasus Annas pun bagian dari pengabaian akan kewajiban itu. Kok Dapat? Ya, karena sprindik Buat Anas sebenarnya sudah Eksis sejak 2015.
Dengan kata lain, kasus tersebut ialah bagian dari tunggakan sprindik lelet. Dulu, KPK tak jarang teken sprindik dulu, tindak lanjut urusan belakangan. Tetapkan tersangka dulu, gantung perkara kemudian.
Dalam beberapa kasus, KPK edisi lelet Segera dan sigap menetapkan seseorang menjadi tersangka, tetapi lelet dan lamban menuntaskannya. Kasus Annas ialah sedikit dari banyaknya model kerja yang Jelek itu. Eksis cukup banyak Misalnya lain. RJ Lino, misalnya, lebih dua tahun hidup dalam penyanderaan status tersangka. Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, mantan Menag Suryadharma Ali, dan mantan Menkes Siti bernasib serupa.
Tak elok menggantung nasib seseorang, meski dia koruptor sekalipun. Itulah kenapa sekarang KPK boleh menerbitkan SP3. Hukum harus bernapaskan keadilan, juga kepastian. Negeri ini butuh penegakan hukum kasus korupsi Enggak hanya supertegas, tetapi juga Segera dan Niscaya.
Saya Enggak Ingin membela Annas. Pelaku korupsi rasanya tak Layak Buat dibela dan dikasihani. Saya hanya Ingin berandai-andai. Seandainya kasusnya dituntaskan sejak lelet, Annas Enggak akan serenta sekarang Buat meringkuk di tahanan.
Mempermainkan nasib orang, apa pun alasannya, tidaklah Bagus. Itu pesan Buat penegak hukum. Tapi Eksis pesan yang lebih kuat dari ironi Annas. Jangan pernah sekali-kali korupsi karena akibatnya Niscaya menderita nanti. Annas Maamun telah membuktikan itu.