SAYA dibuat Terpesona oleh Ibu Negara, Iriana Jokowi. Bukan semata karena keberaniannya mendampingi Presiden Joko Widodo berkunjung ke medan laga Ukraina. Saya berdecak kagum juga karena ketulusannya meratapi kepedihan akibat perang berkepanjangan.
Di layar kaca saya saksikan mata Ibu Negara Iriana Jokowi berkaca-kaca. Suaranya agak tercekat setelah ia Berbicara ‘semoga perang segera berakhir’. Iriana Kagak tahan Menyaksikan korban perang Rusia-Ukraina telah kehilangan segala-galanya.
Ibu Negara pun memeluk hangat beberapa Perempuan korban perang di rumah sakit di Kiev. Itulah pelukan Ikhlas seorang ibu, seorang Perempuan, seorang Sosok dengan dimensi kemanusiaannya yang terdalam.
Ia mendampingi Presiden Jokowi, menjadikannya sebagai ibu negara pertama di dunia yang berkunjung di Daerah perang. Ia menyaksikan reruntuhan gedung di Kota Irpin dengan tekad dan nyali sama persis dengan sang suami. Iriana punya tekad. “Bismillah,” katanya Ketika menjelaskan ihwal tekadnya Kepada mendampingi Presiden di Kiev.
Di kota itu, di depan reruntuhan, Iriana menyaksikan nyaris Kagak Terdapat yang patut dikenang secara indah. Ketika memeluk Perempuan korban perang di sebuah rumah sakit di Kiev, ia hanya mendengar tangis kepedihan dan kisah getir buah dari perang.
Kagak Terdapat tawa yang tersisa akibat kecamuk perang itu. Kalaupun Terdapat tawa, tentulah tawa yang getir. Seperti kata novelis Rusia Kelahiran Ukraina, Nikolai Vasilevich Gogol, atau dikenal dengan Nikolai Gogol: ‘dan Saya akan tertawa dengan tawa yang pahit’. Kata-kata itu dipahat di batu nisan Gogol.
Tawa yang pahit itu kini dialami Kerabat sebangsa Nikolai Gogol, Ukraina dan Rusia. Perang, bagaimanapun, ialah manifestasi keserakahan paling telanjang. Kepada itu, Kagak mengherankan bila para korban keserakahan Kagak mudah melupakan trauma itu dalam kurun tertentu.
Perang juga menyemai kebencian. Saking bencinya, jejak sejarah Krusial Dapat dihapus seketika. Kagak butuh waktu Pelan Kepada melakukan itu. Hanya sebulan setelah serangan Rusia ke Ukraina, terjadilah proses ‘derusifikasi’ (penghapusan hal-hal berbau Rusia) di sejumlah bagian negara yang dipimpin Volodymyr Zelensky itu.
Sejumlah kota berencana memulai proses mengganti nama yang berkaitan dengan Moskow di berbagai Letak, termasuk jalan dan monumen. Pembongkaran monumen besar dari era Soviet yang melambangkan persahabatan antara Rusia dan Ukraina di Kiev, menjadi awal proses derusifikasi yang diikuti sejumlah kota di Ukraina.
Dewan Kota Kiev mengatakan mereka telah menyusun daftar 467 Letak yang dapat dipertimbangkan Kepada diganti namanya akibat serangan Rusia ke negara itu. Wali Kota Kharkiv Ihor Terekhov mengatakan segera setelah perang dengan Rusia berakhir, ia akan mengajukan rancangan undang-undang kepada dewan kota Kepada mengganti sejumlah nama tempat yang terafiliasi dengan Rusia.
“Bahkan, tanpa nama-nama ini, akan Terdapat terlalu banyak bekas luka yang akan mengingatkan kita Kepada waktu yang Pelan tentang tetangga seperti apa yang berada di luar perbatasan timur dan utara kita,” tulis Terekhov.
Sejumlah kota di Ukraina juga berencana memulai proses penggantian nama jalan. Penghapusan hal-hal berbau Rusia juga menyasar penggantian nama alun-alun yang dinamai penulis abad ke-19 Leo Tolstoy dan jalan bernama Situ Baikal Rusia. Selain itu, sebuah jalan yang dinamai Minsk, ibu kota sekutu dekat Rusia, Belarus, juga masuk daftar hapus.
Terlalu dalam luka ditorehkan perang. Terlalu dalam pula kocek dirogoh Kepada perlombaan kejayaan semu itu. Rusia butuh rata-rata Rp4 triliun per hari Kepada keperluan memerangi Ukraina. Sementara itu, Ukraina butuh lebih dari Rp10 triliun (bahkan akan Lanjut membengkak) Kepada membangun kembali infrastruktur yang hancur.
Di Kiev, pesan dari seorang Ibu Negara bernama Iriana yang sederhana, dengan pesan Ikhlas tapi menusuk, mengajak kita Kepada mengakhiri itu Segala. Agar derita Kagak berkepanjangan. Supaya tawa Kagak Kembali pahit. “Merinding saya. Semoga perang segera berakhir,” Iriana berharap.