IPW Potongan Tunjangan Hakim Akbar Rp90 M Beraroma Korupsi

IPW: Potongan Tunjangan Hakim Agung Rp90 M Beraroma Korupsi
Ketua IPW Sugeng Kokoh Santoso(MI/ BARY FATHAHILAH)

INDONESIA Police Watch (IPW) melaporkan dugaan pemotongan tunjangan hakim agung secara sepihak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pemotongan honor penanganan perkara yang menjadi hak hakim agung berdasarkan PP Nomor 82 Mengertin 2021, hakim agung berhak mendapatkan honor penanganan perkara yang bisa diputus dalam 90 hari,” kata Ketua IPW Sugeng Kokoh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2024).

Menurut Sugeng, pemotongan tersebut membuat hakim agung cuma menerima 60% dari total tunjangan. Fulus hasil pemotongan itu kemudian dibagi-bagikan ke sejumlah pihak bahkan ke orang yang tidak jelas.

Baca juga : Eks Hakim Akbar Mangkir dari Panggilan KPK

Cek Artikel:  Cak Imin PKB tidak Perlu Rekonsiliasi dengan PBNU

“Eksis sekitar 14,05% diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05%. Eksis sebesar 25,95% yang tidak jelas nih,” ucap Sugeng.

Ia menambahkan, IPW sudah menyerahkan bukti pemotongan tersebut ke KPK. 

“Kami minta hal ini didalami, apakah dalam pemotongan ini ada dugaan tindak pidana korupsi pemotongan ini,” ujar Sugeng.

Baca juga : Hakim Akbar Gazalba Ajukan Praperadilan, Ketua MA: Itu Haknya

IPW sejatinya sudah meminta konfirmasi ke Mahkamah Akbar (MA). Tetapi, lembaga tersebut memberi jawaban yang dinilai tidak masuk akal bahwa pemotongan dana dilakukan secara sukarela dan disepakati bersama.

“Kami minta KPK mendalami apakah benar pemotongan ini dugaan korupsi atau bukan ya kita serahkan kepada KPK,” tegasnya.

Cek Artikel:  Pramono Anung Komunikasi Prabowo dan Megawati Berjalan Berkualitas

Sugeng menambahkan nominal yang sudah menyentuh puluhan miliar dalam dua tahun membuat lembaga antirasuah tidak bisa tinggal diam mengusut dugaan korupsi tersebut

Baca juga : KPK periksa Hakim Akbar Gazalba Saleh

“Kalau itu beda-beda, karena kan ada majelis yang tunggal dapat 60% sendiri. Majelis yang susunan tiga, itu juga nilainya juga berbeda. Jadi beda-beda. Tetapi kalau kami hitung kasar, itungan kasar dua tahun ya, itu sekitar Rp90 miliaran, dua tahun,” lanjutnya.

Ia enggan membeberkannya ke publik terkait sejumlah nama yang dilaporkan IPW ke KPK dalam laporan tersebut. 

“Dalam pelaporan kita, kami menyampaikan informasi ya, informasi ya, ada. Tapi kami tidak bisa sampaikan kepada media karena itu sifatnya kewenangan KPK,” pungkasnya. (Can/P-3)

Cek Artikel:  Berbiaya Politik Tinggi, RUU Perampasan Aset belum Pernah Dibahas

Mungkin Anda Menyukai