Ilustrasi. Foto: Berkas Kementerian Keuangan
Kondisi itu menjadi dilematis lantaran keduanya, baik fiskal dan moneter amat memengaruhi perekonomian negara. Sempitnya ruang fiskal terlihat dari alokasi belanja yang boleh dibilang banyak digunakan untuk melaksanakan belanja rutin, pembayaran utang, dan pemenuhan janji politik.
“Belanja (APBN) yang Rp3.600 triliun tidak bisa digunakan bebas, ada belanja pegawai yang sudah pasti, 20 persen pendidikan, keamanan, dan seterusnya hingga sisanya menjadi kecil. Akan menjadi lebih kecil karena ada janji politik, seperti IKN, Makan Bergizi Gratis, itu kemudian akan semakin mengurangi ruang fiskal pemerintah. Sehingga ruang itu menjadi lebih kecil,” kata Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Akhmad Akbar Susamto dalam Lembaga Percakapan Denpasar 12 bertajuk Tantangan Ekonomi Pemerintahan Baru dilansir Media Indonesia, Kamis, 10 Oktober 2024.
Sementara dari sisi pembayaran utang, tahun depan Indonesia harus membayar utang jatuh tempo yang diperkirakan mencapai Rp800 triliun. Belum lagi ada kewajiban membayar bunga utang di 2025 sekitar Rp500 triliun.
Presiden terpilih Prabowo Subianto. Foto: Medcom.id/Thefilius.
Pemerintahan baru hadapi aspek moneter
Tak hanya dari sisi fiskal, pemerintahan baru juga akan dihadapi dengan aspek moneter yang boleh dibilang menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Itu karena kebijakan suku bunga acuan diperkirakan masih berada dalam level yang tinggi meski telah dilakukan pemangkasan.
“Kemampuan moneter untuk mendukung perekonomian juga masih rendah. Jadi ruang fiskal terbatas, dari sisi moneter tidak banyak harapan, setidaknya sampai akhir tahun ini,” terang Akbar.
“Karena dia (moneter) ada masalah, kebijakan mereka tidak bisa hanya berdasar pada inflasi, tapi banyak dipengaruhi eksternal,” lanjut Akbar.
Gayung bersambut, Member DPR terpilih partai NasDem Fauzi H. Amro mengatakan, karena presiden terpilih mengusung kelanjutan dari kebijakan Presiden Joko Widodo, maka risiko-risiko yang muncul, utamanya dari sisi fiskal mesti bisa ditangani oleh Prabowo.
Salah satu yang ia soroti adalah perihal defisit anggaran. Dari catatannya, pembiayaan defisit di 2025 diperkirakan mencapai Rp775,8 triliun. Pembiayaan tersebut berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp642,5 triliun dan pinjaman Rp133,3 triliun.
“PR utama lainnya adalah utang yang sudah jatuh tempo, lalu IKN yang sudah menggunakan uang APBN sekitar Rp70 triliun, lalu makan bergizi gratis, dan masalah pendidikan dan kesehatan,” tutur Fauzi.