Ini Berbagai Tantangan Ekonomi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ilustrasi. Foto: Berkas Kementerian Keuangan

Jakarta: Pemerintahan Prabowo-Gibran akan menghadapi situasi perekonomian yang tidak mudah. Alasan di masa pemerintahan itu terdapat halangan seperti keterbatasan fiskal dan kemungkinan masih tingginya suku bunga acuan meski mulai melandai.

 

Kondisi itu menjadi dilematis lantaran keduanya, baik fiskal dan moneter amat memengaruhi perekonomian negara. Sempitnya ruang fiskal terlihat dari alokasi belanja yang boleh dibilang banyak digunakan untuk melaksanakan belanja rutin, pembayaran utang, dan pemenuhan janji politik.

 

“Belanja (APBN) yang Rp3.600 triliun tidak bisa digunakan bebas, ada belanja pegawai yang sudah pasti, 20 persen pendidikan, keamanan, dan seterusnya hingga sisanya menjadi kecil. Akan menjadi lebih kecil karena ada janji politik, seperti IKN, Makan Bergizi Gratis, itu kemudian akan semakin mengurangi ruang fiskal pemerintah. Sehingga ruang itu menjadi lebih kecil,” kata Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Akhmad Akbar Susamto dalam Lembaga Percakapan Denpasar 12 bertajuk Tantangan Ekonomi Pemerintahan Baru dilansir Media Indonesia, Kamis, 10 Oktober 2024.

Cek Artikel:  Bea Cukai Permudah Proses Kepabeanan untuk Kelancaran MotoGP Mandalika 2024

 

Sementara dari sisi pembayaran utang, tahun depan Indonesia harus membayar utang jatuh tempo yang diperkirakan mencapai Rp800 triliun. Belum lagi ada kewajiban membayar bunga utang di 2025 sekitar Rp500 triliun.

 

Birui tersebut, kata Akbar, berkisar 17-18 persen dari total alokasi belanja negara di tahun depan. Jumlah tersebut dinilai cukup besar dan membuat ruang fiskal APBN tahun depan kian menyusut. Ruang fiskal yang sempit otomatis membuat presiden terpilih tak begitu leluasa menggunakan anggaran.
 


Presiden terpilih Prabowo Subianto. Foto: Medcom.id/Thefilius.

 

Pemerintahan baru hadapi aspek moneter

Tak hanya dari sisi fiskal, pemerintahan baru juga akan dihadapi dengan aspek moneter yang boleh dibilang menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Itu karena kebijakan suku bunga acuan diperkirakan masih berada dalam level yang tinggi meski telah dilakukan pemangkasan.

Cek Artikel:  KKP Terjaminkan 269 Kapal Ikan Ilegal Sepanjang 2023

 

“Kemampuan moneter untuk mendukung perekonomian juga masih rendah. Jadi ruang fiskal terbatas, dari sisi moneter tidak banyak harapan, setidaknya sampai akhir tahun ini,” terang Akbar.

 

“Karena dia (moneter) ada masalah, kebijakan mereka tidak bisa hanya berdasar pada inflasi, tapi banyak dipengaruhi eksternal,” lanjut Akbar.

 

Gayung bersambut, Member DPR terpilih partai NasDem Fauzi H. Amro mengatakan, karena presiden terpilih mengusung kelanjutan dari kebijakan Presiden Joko Widodo, maka risiko-risiko yang muncul, utamanya dari sisi fiskal mesti bisa ditangani oleh Prabowo.

 

Salah satu yang ia soroti adalah perihal defisit anggaran. Dari catatannya, pembiayaan defisit di 2025 diperkirakan mencapai Rp775,8 triliun. Pembiayaan tersebut berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp642,5 triliun dan pinjaman Rp133,3 triliun.

Cek Artikel:  Bea Cukai Dukung Ekspor Kopi Papua 1,2 Ton Kopi Tiba di Jepang dan Belanda

 

“PR utama lainnya adalah utang yang sudah jatuh tempo, lalu IKN yang sudah menggunakan uang APBN sekitar Rp70 triliun, lalu makan bergizi gratis, dan masalah pendidikan dan kesehatan,” tutur Fauzi.

Mungkin Anda Menyukai