Inflasi 2024 Terpicu Rapuhnya Kelas Menengah

Ilustrasi. Foto: dok MI/Sumaryanto.

Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia sepanjang 2024 sebesar 1,57 persen secara tahunan (yoy), sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah sejak BPS melakukan penghitungan inflasi. Bilangan itu bahkan lebih rendah dari inflasi pada 2020 yang sebesar 1,68 persen Demi pandemi covid-19 melanda.

BPS menyebut penyebab Esensial inflasi yang rendah itu adalah menurunnya harga pangan pokok setelah sempat mengalami kenaikan yang tinggi pada 2022 dan 2023.

Peneliti Ideas (Institute for Demographic and Affluence Studies) Tira Mutiara menyebutkan, rendahnya inflasi pada 2024 itu utamanya dipengaruhi oleh turunnya daya beli masyarakat akibat melemahnya kelas menengah, termasuk ketidakpastian arah kebijakan pemerintah soal rencana penaikan PPN.

“Penurunan daya beli masyarakat terlihat dari data konsumsi rumah tangga. Sejak triwulan IV-2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi,” kata dia dikutip dari siaran pers, Jumat, 3 Januari 2025.

Cek Artikel:  Hingga Kuartal III-2024, Bank bjb Cetak Keuntungan Rp1,16 Triliun

Tira menjabarkan, berdasarkan data BPS terlihat pada triwulan IV-2023 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,04 persen (yoy), sementara konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,46 persen (yoy). Tren itu berlanjut pada triwulan I-2024 dengan pertumbuhan ekonomi 5,11 persen (yoy) dan konsumsi rumah tangga 4,91 persen (yoy).
 

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga

Pada triwulan II dan III-2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga stagnan di Bilangan 4,9 persen (yoy), di Dasar pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,05 persen dan 4,95 persen (yoy).

“Selain itu, penurunan konsumsi juga terlihat pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yan g juga menunjukkan penurunan. Pada Juni 2024, IKK tercatat sebesar 123,3, lebih rendah dari Mei 2024 yang sebesar 125,2,” kata Tira.

Pada Juli dan Agustus, IKK sempat mengalami kenaikan tipis Merukapan sebesar 123,4 dan 124,4. Tetapi, pada bulan selanjutnya IKK mengalami penurunan kembali Merukapan September 123,5 dan Oktober 121,1.
 

Cek Artikel:  Bahana TCW Prediksi Banyak Sentimen Positif Terjadi di Pasar Investasi 2024

Dalam survei konsumen yang dilakukan Bank Inndonesia itu terungkap, masyarakat dengan pengeluaran Rp3,1 juta-Rp4 juta menjadi Golongan yang mengalami penurunan IKK paling dalam pada bulan Oktober, yakni 5,7 poin. Kemudian, diikuti Golongan pengeluaran Rp4,1 juta-Rp5 juta yang mengalami penurunan 1,9 poin. Golongan pengeluaran Rp2,1 juta- Rp3 juta juga turun 1,2 poin.

“Apabila dilihat berdasarkan jumlah pengeluaran, Golongan kelas menengah menjadi Golongan yang paling merosot keyakinannya,” papar Tira.

Rendahnya konsumsi dan daya beli itu disebabkan oleh fenomena menurunnya jumlah kelas menengah yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kelas menengah berperan dalam mendorong konsumsi domestik yang lebih tinggi karena mereka Mempunyai kecenderungan konsumsi yang lebih tinggi dari kelas atas dan Mempunyai pendapatan yang lebih besar dari kelas Dasar,” tutur Tira.
 

Kejatuhan pengeluaran kelas menengah

Dia menilai, kejatuhan pengeluaran kelas menengah berpotensi menyeret jatuhnya perekonomian. Selain itu, adanya ketidakpastian ekonomi dan kebijakan dari pemerintah, Membangun pelaku ekonomi, Bagus individu atau bisnis, mengambil sikap wait and see.

“Para pelaku usaha dan masyarakat menahan diri Buat berinvestasi dan melakukan pengeluaran konsumsi yang besar Tamat Eksis kejelasan mengenai kebijakan pemerintah,” kata Tira.

Cek Artikel:  Minyak Mentah AS Melonjak Setelah Biden Komentari Kemungkinan Pembalasan Israel ke Iran

Dalam situasi ketidakpastian, masyarakat enggan Buat melakukan risk taking yang akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi. Situasi ini juga Membangun pelaku ekonomi menunda keputusan karena fenomena loss aversion (menghindari kerugian).

“Pada fenomena kebijakan penaikan PPN 12%, masyarakat telah mengambil ancang-ancang menahan konsumsi dan bersiap diri menghadapi penaikan PPN ini,” beber Tira.

Walaupun pada akhirnya kebijakan itu dibatalkan. Sikap pemerintah yang berubah-ubah dalam mengambil keputusan sangat berdampak terhadap dinamika perekonomian. “Dalam kondisi ini, pemerintah diharapkan memberikan sinyal-sinyal positif dan kepastian mengenai kebijakan yang akan diberlakukan Buat membangkitkan kembali perekonomian Indonesia yang sedang lesu,” ujar dia.

Mungkin Anda Menyukai