
INFEKSI menular seksual (IMS) merupakan sekumpulan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit, yang terutama ditularkan melalui Interaksi seksual. Mengapa dikatakan terutama? Karena penularan juga dapat terjadi tanpa Interaksi seksual, contohnya:
– ibu kepada janin di kandungan atau Demi melahirkan
– melalui produk darah atau transfer jaringan yang tercemar
– terkadang dapat melalui alat kesehatan.
Dikenal dahulu dengan Predikat penyakit menular seksual (PMS), Tetapi seiring perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit baru, sehingga diubah menjadi IMS Demi pasien-pasien yang Enggak bergejala. Istilah ini sangat Terkenal di masyarakat dan beberapa diantaranya telah dikenal sejak jaman sebelum Masehi, Yakni sifilis dan gonore.
Kontak Seksual Menjadi Sarana Penyebaran Penyakit
Perlu digarisbawahi bahwa kontak seksual paling alamiah sekalipun dapat memberikan kesempatan bagi mikroorganisme Demi berpindah dari seseorang ke orang lain. Umumnya kontak seksual melibatkan paling sedikit 2 orang, Bagus berlainan jenis (heteroseksual) ataupun sesama jenis (homoseksual).
Dikarenakan perkembangan jaman, dapat ditemukan Variasi Langkah berhubungan seksual, contohnya genitogenital (kelamin-kelamin), orogenital (mulut-kelamin), dan anogenital (anus-kelamin). Pria Mempunyai kemungkinan lebih besar daripada Perempuan Demi terlibat dalam Interaksi di luar ikatan pernikahan; hal ini disebabkan antara lain oleh mobilitas Pria umumnya lebih tinggi sehingga sering berpisah dari keluarga Demi jangka waktu lelet karena tuntutan pekerjaan.
Tetapi pada Perempuan, masalah IMS menjadi lebih rumit karena Perempuan secara biologis, kultural, dan sosioekonomis lebih mudah tertular IMS dibandingkan Pria. Permasalahan IMS pada Perempuan dapat lebih kompleks, bahkan pada Golongan ibu rumah tangga yang dianggap risiko rendah.
Prevalensi Infeksi Menular Seksual di Dunia
Menurut Nancy Alexander (1996), setiap hari di seluruh dunia diperkirakan terjadi lebih dari 100 juta Interaksi seksual dan mengakibatkan 356.000 kasus IMS.
World Health Organisation (WHO) tahun 2012 memperkirakan di antara Perempuan usia 15-49 tahun, prevalensi Mendunia infeksi klamidia sebanyak 4,2%, gonore 0,8%, trikomoniasis 5%, dan sifilis 0,5%. Sementara itu pada Pria diperkirakan infeksi klamidia sebanyak 2,7%, gonore 0,6%, trikomoniasis 0,6%, dan sifilis sebanyak 0,48%.
Di Indonesia, kasus IMS paling banyak tahun 2011 adalah kutil kelamin yang disebabkan oleh human papilloma virus (HPV), dan gonore. Spesifik Demi HIV/AIDS, WHO memperkirakan di Indonesia telah Eksis 50.000 hingga 750.000 kasus.
Unsur Lingkungan Berperan Besar Dalam Penyebaran IMS
Unsur lingkungan, Yakni perubahan nilai masyarakat berperan besar dalam peningkatan insidens IMS secara Biasa. Hal ini terlihat pada kebebasan individu yang semakin dihargai, yang pada satu sisi menyebabkan tiap orang semakin Enggak memperdulikan kontrol masyarakat terhadap dirinya. Hal inilah yang akan menyebabkan prilaku seksual berisiko, sepeti bergonta-ganti Kekasih seksual dan Interaksi seksual pranikah.
Orientasi Seksual yang Bervariasi Berperan Dalam Penyebaran IMS
Orientasi seksual yang semakin bervariasi juga memberikan peranan tersendiri Demi meningkatkan Unsur risiko penularan IMS. Pria yang berhubungan seksual dengan Pria (LSL) atau dikenal dengan MSM Mempunyai kecenderungan berhubungan seksual berisiko, dengan Langkah orogenital (Berkaitan dengan mulut sex) dan anogenital (anal sex).
Di samping penggunaan kondom yang Lagi rendah (hanya 33% tahun 2012), Interaksi anogenital sendiri meningkatkan risiko IMS dikarenakan dinding anus yang mudah luka. Secara epidmiologi, insidens IMS pada LSL Sekeliling 15,7% Demi sifilis dan gonore, sedikit di Rendah insidens pada waria (17,4%). Level prevalensi HIV pada LSL meningkat hingga >20% di kota-kota besar Indonesia.
Kepedulian Masyarakat yang Lagi Rendah
Permasalahan yang Lagi terjadi Tiba Demi ini adalah kepedulian masyarakat terhadap kesehatan reproduksi Lagi sangat rendah, bahkan membicarakannya Lagi dianggap hal yang tabu. Hal ini menyulitkan berjalannya program pencegahan dan tatalaksana menyeluruh pada pasien IMS. Sedangkan Era Lanjut berkembang, dinamika masyarakat terhadap perkembangan teknologi Lanjut menggerus Kebiasaan-Kebiasaan yang dulu berlaku.
Stigma dan diskriminasi juga Lagi merupakan masalah yang harus dihadapi oleh pasien IMS di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya Informasi dan laporan tentang sulit berjalannya program dikarenakan stigma dan diskriminasi di Indonesia.
Pengobatan Infeksi Menular Seksual
Pengobatan IMS sebenarnya Enggak terlalu sulit (khususnya Demi penyebab virus) bila dapat didiagnosis dengan Segera dan Akurat. Tetapi kenyataannya, Demi ini ditemukan tenaga yang belum Spesialis atau klinik yang mengiklankan diri sebagai klinik IMS Tetapi Enggak memberikan pengobatan yang Akurat. Hal ini hanya akan menyebabkan timbulnya resistensi dari kuman penyebab IMS.
Intervensi Multiple drugs resistent Neisseria gonorrhoea (MDR-NG) telah dilaporkan di Jepang, Eropa, dan Australia. Bahkan ditemukan XDR-NG yang artinya resisten terhadap seluruh antibiotik di dunia. Bukan Enggak mungkin bila masalah pengobatan yang Enggak Akurat ini Enggak teratasi, maka kuman MDR dan XDR akan ditemukan di negara kita.
Terapi ART (Anti Retroviral) Demi HIV
Terapi antiretroviral (ART) Demi HIV telah sangat Bagus Demi ini, sehingga penderita HIV dapat hidup dengan normal. Pemberian ART yang Akurat dapat meningkatkan CD4 dan mengurangi jumlah virus (viral load) di dalam darah penderita, sehingga penularan HIV kepada orang lain dapat ditekan seminimal mungkin.
Demi ini juga dikenal pemberian ART sebagai pencegah terinfeksinya seseorang dengan prilaku seksual risiko tinggi, yang disebut juga dengan PrEP. Terapi ini telah digunakan luas di negara maju Demi mengurangi Nomor Intervensi HIV baru, Tetapi sayangnya belum termasuk dalam program di Indonesia.
Hal ini bukan berarti Enggak menimbulkan masalah baru, pemberian PrEP menurunkan kepatuhan seseorang Demi menggunakan kondom Demi berhubungan seksual, sehingga Nomor kejadian IMS Malah meningkat pesat.
Apakah HIV dan IMS sama?
Infeksi HIV dan IMS merupakan ‘Kerabat sekandung’ yang Enggak dapat dipisahkan dalam pembahasannya. Kejadian HIV dapat meningkatkan risiko terinfeksi IMS, begitu juga sebaliknya. Kondisi luka di kelamin akibat IMS dapat meningkatkan kemungkinan infeksi HIV sebesar 4-6 kali lipat. Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila salah satu program Enggak dapat berjalan dengan Bagus, maka HIV dan IMS akan menjadi permasalahan yang akan Lanjut menerus kita hadapi.
Tantangan Dalam Melawan IMS di Masyarakat
Tantangan dalam menghadapi permasalahan IMS Demi ini merupakan hal yang sangat rumit. Penetapan program harus melibatkan seluruh elemen masyarakat mulai dari pejabat pemerintah hingga pasien itu sendiri.
Begitu juga dalam menjalankan program tersebut, seluruh elemen yang terlibat harus mengesampingkan stigma dan menghindari adanya diskriminasi. Hal ini harus dimulai dari tenaga medis terlebih dahulu. Tenaga medis harus memahami gejala dan perjalanan IMS serta tatalaksana holistik sesuai kompetensi masing-masing.
Alur rujukan sebaiknya dipergunakan sebaik mungkin, terutama Demi kasus IMS yang memang membutuhkan terapi spesialistik. Hal tersebut Seluruh telah tercantum dalam Kitab panduan yang diterbitkan oleh Kemenkes tahun 2015.
Kesiapan tenaga medis sangat dibutuhkan dalam menghadapi permasalahan yang timbul Demi ini. Bukan Enggak mungkin suatu hari nanti akan ditemukan obat Demi menghilangkan infeksi HIV, Tetapi digantikan dengan meledaknya Intervensi kuman IMS yang resisten terhadap seluruh antibiotik di muka bumi. (S-3)

