Ilustrasi pabrik petrokimia. Foto: dok Pupuk Kaltim.
Jakarta: Industri petrokimia mendapat tekanan besar akibat maraknya produk impor. Akibatnya, industri lokal berjuang keras Demi tetap kompetitif. Produk impor yang lebih murah menyebabkan harga produk lokal menjadi Kagak Bertanding.
“Di Asia Tenggara, salah satu pabrik petrokimia dari Thailand tutup akibat kalah saing dari produk impor Tiongkok. Keberpihakan pemerintah ke kita itu sangat-sangat kita harapkan. Kalau enggak, ya dilibas oleh Tiongkok dan mereka kelebihan produksi,” kata Ketua Komisi Tetap Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Bilik Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hari Supriyadi, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 10 Desember 2024.
Misalnya lainnya ialah industri petrokimia Korea Selatan yang tengah menghadapi tekanan besar akibat kelebihan produksi plastik serbaguna di Tiongkok, sehingga hal ini mengganggu pasar domestik. Dampaknya, Lotte Chemical mulai mengurangi produksi dan mempersiapkan pembongkaran serta penjualan fasilitas pabrik.
Sementara itu, LG Chem Ltd menghentikan operasional pabrik stirena monomer. Sedangkan Hanwha Solutions Corp, menerbitkan obligasi Demi memperkuat keuangan.
Di dalam negeri, menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), diperkirakan industri petrokimia menghadapi penurunan tingkat utilisasi pabrik hingga 50 persen. Potensi investasi senilai Rp437 triliun di sektor petrokimia juga terancam mandek akibat kekacauan pasar domestik, menambah tantangan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Selain penetrasi barang impor, industri hulu petrokimia pun Lagi gamang merealisasikan investasi lantaran ketidakpastian kebijakan. Terdapat kebijakan yang diharapkan Pandai menopang kinerja, antara lain Insentif harga gas bumi hingga kepastian Insentif fiskal berupa tax holiday yang belakangan belum disahkan secara Formal.
Matangkan neraca komoditas
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Wiwik Pudjiastuti menyampaikan pemerintah Maju mengupayakan strategi agar situasi industri petrokimia Dapat lebih kondusif. Demi memantau produk impor, misalnya, pemerintah tengah mematangkan instrumen neraca komoditas.
“Kalau dengan neraca komoditas kita Dapat Memperhatikan Niscaya selalu by data supply dan demand. Kalau supply-nya rendah, demand-nya lebih rendah berarti Lagi Eksis potensi Demi impor,” kata Wiwik.
(Ilustrasi pabrik petrokimia. Foto: Istimewa)
Sistem tersebut diperlukan lantaran produk petrokimia dan turunannya Lagi didominasi produk impor. Padahal, industri petrokimia dalam negeri tengah berjuang memperkuat rantai pasok produksi.
Dalam catatan Kemenperin, produk petrokimia nasional meliputi olefin Mempunyai kapasitas produksi mencapai 9,72 juta ton. Sementara produk aromatik 4,61 juta ton dan produk C1 metanol dan turunannya sebesar 980 ribu ton.
“Demi penguatan struktur industri, yang perlu memang Demi penguatan salah satunya adalah melakukan integrasi industri hulu dan hilir,” tutur Wiwik.