Indonesia Darurat Rasuah

MASYARAKAT Indonesia terpotret semakin permisif terhadap perilaku korupsi. Perbuatan lancung yang dahulu dianggap tabu itu perlahan-lahan mulai dianggap biasa dan ditoleransi. Situasi buram bangsa ini tampak dari survei indeks perilaku antikorupsi (IPAK) yang diumumkan Badan Pusat Stagnantik (BPS) pada Senin (15/7) kemarin.

Survei tersebut mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi skala kecil. Data yang dikumpulkan BPS mencakup pendapat masyarakat terhadap kebiasaan dan pengalaman mereka terkait dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan, gratifikasi, pemerasan, nepotisme, dan sembilan nilai antikorupsi.

Eksispun skala yang digunakan untuk mengukur cerminan perilaku antikorupsi di masyarakat ialah 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK, semakin tinggi pula budaya antikorupsi di masyarakat. Sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK berarti semakin masyarakat menoleransi perilaku korupsi. BPS mengumumkan IPAK 2024 berada di level 3,85 atau lebih rendah 0,07 poin jika dibandingkan dengan IPAK 2023 (3,92 poin).

IPAK 2024 dihimpun berdasarkan survei dengan sampel sebanyak 11 ribu rumah tangga. Pendataan dilakukan melalui wawancara tatap muka pada 22 April hingga 22 Mei. Penurunan IPAK dari 3,92 tahun lalu menjadi 3,85 tahun ini merupakan indikasi bahwa masyarakat lebih permisif terhadap perilaku korupsi.

Cek Artikel:  Kalah Melawan Korupsi

Eksis dua komponen pembentuk IPAK, yaitu indeks persepsi dan indeks pengalaman. Indeks persepsi disusun berdasarkan pendapat responden terhadap kebiasaan atau perilaku koruptif di lingkup keluarga, komunitas, dan publik. Ketiganya menurun menjadi 3,96, 4,02, dan 3,50. Eksispun indeks pengalaman mencakup pengalaman masyarakat ketika berurusan dengan layanan publik dan pengalaman lainnya. Keduanya juga menurun menjadi 4,14 dan 3,12.

Sekali lagi, IPAK mengukur perilaku masyarakat dalam tindakan korupsi skala kecil yang memang dekat sekali dalam lingkungan sehari-hari. Mulai dari hidup bersama keluarga hingga saat harus berurusan dengan layanan publik. Seluruh angkanya ternyata menurun. Ini jelas situasi mencemaskan. Bayangkan jika dalam suatu keluarga seorang anak menganggap normal saat orangtuanya menyuap guru agar anak tersebut tidak tinggal kelas.

lelet-kelamaan praktik suap tersebut akan menjadi tradisi yang menggurita. Imbasnya pelayanan publik akan kian memburuk karena semua urusan mesti tunai alias ujung-ujungnya duit. Ketika pelayanan publik berjalan bak siput, maka bangsa ini akan semakin sulit bersaing dengan bangsa lain. Investor mungkin akan berpikir ribuan kali untuk menanamkan modal di Indonesia kalau apa-apa mesti diberi uang pelicin. Pada akhirnya, cita-cita menghadirkan Indonesia Emas pada 2045 hanyalah utopia atau angan-angan belaka.

Cek Artikel:  Audit Sirekap Pulihkan Kepercayaan

Ini jelas tidak boleh terjadi dan wajib diperbaiki. Masyarakat harus diajarkan dan dididik kembali untuk mengatakan tidak pada korupsi. Publik juga mesti diedukasi untuk berkomitmen menghalau gratifikasi di lingkungan keluarga serta saat harus berurusan dengan layanan publik. Jangan menghalalkan apa yang sudah jelas-jelas haram.

Tetapi, tentunya rakyat tidak bisa jalan sendiri dalam berperang melawan korupsi. Harus ada suluh, cahaya, atau penerang yang mampu menjadi tuntunan dan teladan bagi anak negeri. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan keberadaan tokoh anutan yang progresif melawan korupsi sangatlah penting bagi masyarakat.

Ia kemudian meminta Presiden Jokowi menjadi garda terdepan dalam memimpin perang terhadap korupsi. Dalam sisa masa jabatan yang tinggal beberapa bulan, ruang untuk berbenah tentu akan kian sempit. Akan tetapi, jika Jokowi memang ingin mewariskan kebaikan setelah 10 tahun menjabat, penyusutan IPAK ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia mampu memperbaiki itu semua karena masih memiliki kuasa terhadap lembaga-lembaga penting seperti kepolisian, kejaksaan, kementerian, dan aparatur sipil negara.

Cek Artikel:  Menapis Residu Pilpres

Saran Alexander agar Jokowi menyatakan Indonesia darurat rasuah bisa dicermati dan dipertimbangkan. Ia selanjutnya harus memerintahkan seluruh aparat negara dengan peran serta masyarakat memerangi korupsi, pungutan liar, dan gratifikasi. Bagi mereka yang tidak menuruti perintah Jokowi, harus segera disiapkan sanksi. Ini penting agar masyarakat tidak sendirian berperang melawan korupsi.

Sekali lagi tidak ada kata terlambat buat Jokowi untuk berbuat benar. Ini hanya persoalan kemauan. Jangan sia-siakan waktu tersisa untuk menyatakan darurat korupsi dan berdiri di depan melawan praktik lancung tersebut. Setidak-tidaknya rakyat akan mengenang Jokowi sebagai sosok yang gigih melawan rasuah, bukan semata dikenang karena sukses membangun infrastruktur fisik.

Mungkin Anda Menyukai