Salah satu wisata jalan kaki di Kota Tangerang yang patut diikuti adalah walking tour bertema Cina Benteng yang diadakan Elsa Novia Sena, yang juga seorang konten kreator. Kami mengikuti tur yang dipandu Elsa pada Minggu, beberapa pekan lalu, dengan titik kumpul di halaman Stasiun Tangerang pada pukul 8.30.
Digelar selama 2 hingga 2,5 jam, peserta tur yang saat itu berjumlah sepuluh orang terdiri atas beberapa mahasiswa, yang sebagian mengikuti kegiatan sebagai tugas kuliah, dua warga Tangerang yang juga keturunan Tionghoa namun mengaku sama sekali tak paham tentang cerita Cina Benteng, hingga mereka yang memang gemar mengikuti tur jalan kaki dan pernah mengikuti kegiatan serupa hingga ke Bogor dan Bandung.
Berjalan kaki di kawasan Pasar Panjang Tangerang, perjalanan diawali dengan menyambangi titik Jam Argo Pantes, Tugu itu menampilkan ornamen jam di atasnya tepat di mulut jalan yang kini menjadi destinasi kuliner di sana. Elsa mengawali kisahnya dengan menceritakan Sejarah warga Cina Benteng di Tangerang, termasuk dirinya, yang terhubung dengan Laksamana Cheng Ho, penjelajah dari Tiongkok yag mengutus anak buahnya Tjen Tjie Lung atau Halung untuk menuju ke Jayakarta (sekarang Jakarta). Tetapi, kapal mereka mengalami rusak parah sehingga rombongan tersebut terdampar di Teluk Naga, di pantai utara Tangerang pada tahun 1407.
Baca juga : GIIAS Pagilai Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lelahl
“Tugu ini dibangun perusahaan tekstil Argo Pantes pada 1970-an sebagai penanda karyawan menunggu bus jemputan,” kata Elsa.
Julukan Cina Benteng sendiri, kata Elsa, tanah yang diberikan pada rombongan Tjen Tjie Lung yang kemudian memutuskan menetap di wilayah yang saat itu dikuasai Kerajaan Pajajaran. Para prajurit itu kemudian menikahi penduduk asli dan melahirkan warga peranakan Tionghoa. Pada masa pendudukan VOC, dibangun benteng untuk memisahkan wilayah Kesultanan Banten dengan VOC. Anggota peranakan yang tinggal di sekitar benteng diperbolehkan membuka lahan pertanian di sana sehingga mereka dijuluki Cina Benteng.
Destinasi primadona yang digelar Elsa tentunya adalah Kelenteng Boen Tek Bio. Lelahsinya di sudut Jalan Bhakti dan Jalan Cilame, dibangun pada 1684. Bangunan ini dulunya merupakan pusat dari pemukiman orang Tionghoa yang berbentuk petak sembilan. Kelenteng ini dibangun dan didedikasikan untuk menghormati Dewi Kwan Im. Penamaannya berasal dari bahasa Hokkian. boen berarti intelektual, tek berarti kebajikan, dan bio berarti tempat ibadah, sehingga bisa dimaknai tempat bagi umat manusia untuk menjadi insan yang penuh kebajikan dan intelektual.
Tak boleh dilewatkan, sepasang patung singa atau ciok say di gerbang klenteng. Patung ini didatangkan dari Tiongkok pada 1827. Unsur yin digambarkan dengan singa betina dengan mulut tertutup dan anak singa di bawah kakinya, sedangkan yang disimbolkan patung singa jantan dengan mulut terbuka dan sebuah bola di kakinya. Eksis pula lonceng perunggu dengan nama wende miao, yang dibuat di Tiongkok pada 1835 serta tempat menancapkan hio bakar di altar utama kelenteng yang dibuat pada 1805.
Instagram Elsa Novia Sena, penyelenggara walking tour Cina Benteng: @elsa.novias (X-8)