BUKAN hanya manusia yang memiliki identitas. Kendaraan seperti pesawat udara juga memiliki hal serupa. Salah satu identitas yang melekat pada badan pesawat udara adalah tanda kebangsaan (nationality mark).
Tanda kebangsaan yang saat ini dipakai oleh pesawat udara sipil yang berasal dari Indonesia adalah PK, singkatan dari Pay Kolonie yang berasal dari bahasa Prancis. Apabila diterjemahkan secara harfiah, Pay Kolonie memiliki arti negara jajahan. Identitas Pay Kolonie telah digunakan Indonesia sejak statusnya masih di bawah penjajah Belanda (Hindia Belanda).
Lagi digunakannya identitas tersebut menimbulkan tanya, apakah Indonesia melestarikan warisan penjajahan? Sebelum menjawab, kita bahas terlebih dahulu dari sisi hukum internasional.
Ketentuan identitas pada badan pesawat udara sipil menurut hukum internasional, ada di Pasal 20 Konvensi Chicago 1944. Di situ disebutkan bahwa tiap pesawat udara sipil yang terlibat dengan pihak navigasi penerbangan internasional harus melekatkan tanda kebangsaan (nationality mark), dan tanda pendaftaran (registration mark) pada badan pesawat udara tersebut.
Kemudian, pada Lampiran 7 angka 3 Konvensi Chicago 1944 disebutkan bahwa selain tanda kebangsaan dan pendaftaran, terdapat juga tanda umum (common mark) yang harus melekat pada pesawat udara sipil apabila pesawat udara tersebut beroperasi di bawah agensi internasional.
Lampiran 7 angka 3 Konvensi Chicago 1944 juga mengatur ketentuan penggunaan ketiga tanda tersebut. Identitas kebangsaan dan umum harus terlebih dahulu ditulis sebelum tanda pendaftaran (prefix). Ketiga identitas tersebut harus terdiri dari 5 huruf dan/atau angka.
Lampiran 7 angka 4 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa ketiga identitas pesawat tersebut harus menempel/melekat pada badan pesawat, serta harus bersih dan terlihat jelas setiap saat.
Teladan implementasi identitas dari ketentuan tersebut adalah identitas PK-GIF untuk pesawat udara sipil Garuda Indonesia yang terdaftar dari Indonesia. PK merupakan tanda kebangsaan dan GIF merupakan tanda pendaftarannya.
Mengapa Indonesia masih menggunakan PK, tidak diganti RI (Republik Indonesia)? Dilansir dari Instagram resmi PT Bilangansa Pura I (@ap_airports), tanda RI sudah terlebih dahulu digunakan oleh Rusia pada saat Indonesia merdeka.
Pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara menggunakan prinsip pendaftaran tunggal (Agus Pramono, 2011:18). Pasal 18 Konvensi Chicago 1944 mengatur bahwa tidak boleh ada pendaftaran ganda (dual registration), baik untuk tanda kebangsaan maupun pendaftaran.
Apabila Indonesia bersikeras mendaftarkan identitas RI untuk pesawat udara Indonesia, tindakan tersebut akan bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Konvensi Chicago 1944. Tetapi, apabila Rusia sudah tidak menggunakan identitas RI, Indonesia dapat mengajukan tanda kebangsaan dan pendaftaran tersebut.
Faktanya, tanda kebangsaan yang dipakai oleh pesawat udara sipil Rusia saat ini adalah RA. Jadi, Indonesia bisa saja mengganti PK dengan RI. Tetapi, pasti butuh biaya yang tidak sedikit dan proses yang tidak sebentar untuk mengganti tanda kebangsaan pada pesawat udara milik Indonesia. Termasuk mengubah substansi ketentuan terkait tanda kebangsaan pesawat udara dalam UU No. 1 Pahamn 2009 tentang Penerbangan.
Jadi, apakah dengan masih digunakannya PK sama dengan Indonesia melestarikan warisan penjajahan? Tentu saja tidak. Penulis berpendapat bahwa masih digunakannya PK sebagai tanda kebangsaan pesawat udara Indonesia bukan dalam rangka melestarikan warisan penjajahan, tetapi lebih kepada kemudahan teknis dan administratif.
Tetapi, penulis berharap identitas PK pada pesawat udara Indonesia, di kemudian hari diganti dengan identitas yang tidak berkaitan dengan sejarah penjajahan.