PANITIA seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) mengumumkan hasil tes profil asessment yang digelar beberapa waktu lalu. Hasilnya, 20 orang terpilih untuk melanjutkan tahapan berikutnya sebagai capim KPK dan anggota Dewas.
Merespons itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menuturkan masih terdapat figur-figur bermasalah yang sempat melanggar etik.
“Dari daftar nama yang disampaikan oleh Pansel, ICW masih menemukan nama-nama dengan setumpuk persoalan, baik kompetensi maupun integritas. Misalnya, dari 20 nama kandidat calon Komisioner KPK, ada sejumlah nama yang sebelumnya pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik, seperti Johanis Tanak dan Pahala Nainggolan,” tegas Kurnia, Rabu (11/9).
Baca juga : Pelanggaran Etik Nurul Ghufron jadi Catatan Komisi III DPR
Kurnia menuturkan proses seleksi kali ini menggambarkan bahwa Pansel belum maksimal menggali rekam jejak calon.
Kurnia menilai ada banyak kanal informasi yang bisa dimanfaatkan oleh Pansel untuk mengetahui hal tersebut, salah satunya Dewan Pengawas KPK.
“Bukan cuma persoalan integritas, dalam lingkup kompetensi, kami juga melihat ada pejabat struktural KPK yang masih diloloskan oleh Pansel, yaitu, Tanak,” tuturnya.
Baca juga : Hasil Profile Assessment Diumumkan 11 September
“Padahal, di bawah kepemimpinannya, lembaga pemberantas korupsi itu kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat, serta kerap menimbulkan kegaduhan,” tambahnya.
Kurnia juga menyoroti dari total 20 orang kandidat calon Komisioner KPK, 45 persen atau sekitar 9 orang diantaranya berasal dari klaster penegak hukum, baik aktif maupun purna tugas.
Kurnia pun mempertanyakan apakah Pansel sedari awal memang mengharapkan KPK diisi oleh para aparat penegak hukum.
Baca juga : Putusan Etik Nurul Ghufron Harus Direspons Pansel Capim KPK
“Bila itu benar, maka ada sejumlah potensi pelanggaran dan kesesatan berpikir pada cara pandang tersebut,” ujarnya.
Yang pertama, Pansel dinilai melanggar Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 terkait kesamaan setiap orang di mata hukum.
Kedua, dominasi aparat penegak hukum dalam hasil seleksi kali ini mengundang persepsi di tengah masyarakat terkait adanya dugaan intervensi pihak lain kepada Pansel.
Baca juga : Pansel Jamin Proses Seleksi Capim KPK Pertimbangkan Sekalian Aspek
Eksispun intervensi yang dimaksud dapat berasal dari pihak manapun, misalnya, kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum.
Ketiga, cara pandang itu menggambarkan bahwa Pansel pada dasarnya benar-benar tidak memahami seluk beluk kelembagaan KPK.
Karena, di dalam UU KPK tidak ditemukan satupun pasal yang mewajibkan kalangan aparat penegak hukum untuk mengisi struktur kepemimpinan KPK.
“Selain itu, cara pandang tersebut justru membuka ruang terjadinya konflik kepentingan dan loyalitas ganda,” tandas Kurnia. (Z-8)