HUPI Gelar Obrolan Bahas Konflik Uighur

HUPI Gelar Diskusi Bahas Konflik Uighur
Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mengurai Konflik Uighur: Pendekatan Moderat untuk Mewujudkan Kebebasan dan Perdamaian” di Hotel Alia Cikini, Jakarta, Senin (2/9).(DOK HUPI)

HUMANITY United Project Indonesia (HUPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mengurai Konflik Uighur: Pendekatan Moderat untuk Mewujudkan Kebebasan dan Perdamaian” di Hotel Alia Cikini, Jakarta, Senin (2/9).

Acara ini mengundang sejumlah tokoh internasional dan nasional, termasuk Omer Kanat dari Uighur Human Rights Project (UHRP), Adil Cinar dari World Uighur Congress (WUC), Mahfud Khanafi dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI MPO), serta aktivis perempuan Diana Putri.

FGD ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga merupakan bagian dari peran aktif HUPI dalam menghadirkan informasi relevan yang bersumber dari individu terpercaya sebagai representasi dari etnis Uighur.

Baca juga : Perlu Mahkamah Etik Atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara 

Direktur HUPI Hotmartua Simanjuntak dalam sambutannya menekankan pentingnya peran generasi muda Indonesia dalam memperjuangkan isu-isu kemanusiaan di kancah internasional.

Cek Artikel:  Ini Arti Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia

“Sebagai bangsa dengan kebijakan luar negeri yang bebas aktif, kita memiliki tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan di tingkat global. Kondusifat undang-undang dasar menegaskan bahwa penjajahan harus dihapuskan karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Pancasila, khususnya sila kedua, juga menegaskan kewajiban kita untuk menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab,” tegas Hotmartua.

Hotmartua menegaskan bahwa HUPI tidak memihak pada satu sisi manapun, melainkan berdiri dengan sudut pandang kemanusiaan dan aktivisme pemuda. “Kami ingin berkontribusi memberikan sudut pandang yang berbeda atas perhatian terhadap isu-isu internasional tanpa harus melewati koridor-koridor, setidaknya dengan dasar undang-undang 1945 dan Pancasila,” ungkapnya.

Baca juga : PT Timah Sebut Kasus Korupsi Timah, Jadi Bagian Perbaikan Tata Kelola

Cek Artikel:  Pelapor Spesifik PBB Kejahatan Israel Tercatat, Rezim Harus Dihukum

Dalam FGD tersebut, Omer Kanat mengungkapkan upaya pemerintah Tiongkok dalam menghapus identitas Islam di Xinjiang.

“Penggunaan nama Muhammad dan simbol-simbol keislaman dihancurkan secara sistematis oleh pemerintah Cina. Lebih dari 1.000 masjid telah dirusak, dan isu terorisme digunakan untuk melegitimasi penghancuran gerakan Uighur,” ungkapnya.

Adil Cinar, yang kini berada di Belanda setelah memperoleh suaka, menceritakan penderitaan keluarganya yang masih berada di kamp konsentrasi di Xinjiang. 

Baca juga : Sepakat Tolak UU P2SK, Perkumpulan Pekerja Banten akan Mengadu ke Presiden

“Keluarga saya dan ribuan lainnya dipaksa menjalani kehidupan yang tidak manusiawi di kamp-kamp tersebut tanpa alasan yang jelas,” ujarnya dengan nada emosional.

Sementara itu, Mahfud Khanafi dari PB HMI MPO menyoroti keterbatasan Indonesia dalam menanggapi isu Uighur akibat hubungan diplomatik dan ekonomi yang sangat erat dengan Tiongkok. 

Cek Artikel:  KBRI London Gelar Pesta Rakyat 2024 yang Dihadiri Ribuan Orang

“Indonesia saat ini tidak bisa banyak bergerak karena kedekatan hubungan dengan Cina. Tetapi, saya berharap agar organisasi Islam lainnya terus memperkuat konsolidasi untuk menjadikan isu Uighur sebagai agenda internasional yang sampai ke PBB,” paparnya.

Aktivis perempuan Diana Putri, sebagai pemateri terakhir, mengungkapkan penderitaan perempuan Uighur di Xinjiang.
 “Perempuan Uighur tidak hanya mengalami kekerasan fisik dan mental, tetapi juga dipaksa menggunakan alat kontrasepsi untuk mengendalikan angka kelahiran. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius,” tegasnya. (Z-6)

Mungkin Anda Menyukai