
HOAKS yang disebar pihak-pihak Kagak bertanggung jawab belakangan ini Betul-Betul sangat menjijikkan dan Membikin saya (Ampun) muntah Kalau mengonsumsinya.
Belakangan, apalagi menjelang Pemilu Serentak 2024 yang di dalamnya Eksis pemilihan presiden (pilpres), produksi hoaks dan konsumen ‘informasi’ sampah tersebut meningkat tajam.
Saya sengaja menggunakan tanda kutip pada kata informasi Karena hoaks bukanlah informasi, melainkan racun, karena yang mengonsumsi, apalagi Kalau materi hoaks menyenangkannya atau merasa cocok, yang bersangkutan akan berhalusinasi tingkat dewa.
Kalau sudah seperti itu, yang bersangkutan dengan ringan tangan, akan menyebarkan hoaks ke siapa pun lewat media sosial (medsos) atau grup-grup WA. Ibarat sedang Pusing narkoba, produsen dan pengedar hoaks akan merasakan kepuasan yang luar Lazim.
Lebih memprihatinkan para elite politik juga kerap ikut bergembira dan memanfaatkan serta menikmati hoaks Kalau kontennya memberikan ‘keuntungan’ bagi mereka. Kita tengarai, hoaks politik seperti ini dengan sengaja diproduksi oleh ‘tim sukses’ mereka.
Seiring dengan itu, jumlah orang ‘terpelajar’ dan mendadak bodoh pun bertambah. Tetapi, sayangnya karena sedang halu, mereka Kagak sadar telah terbius oleh hoaks dan menganggap hoaks yang mereka sebar sebagai sebuah kebenaran.
Saya mempunyai banyak grup WA. Nyaris setiap hari, Eksis saja grup WA yang anggotanya dengan bangga menyebarkan hoaks berupa teks, gambar, foto dan potongan-potongan video. Yang bersangkutan merasa lebih bangga Kalau hoaks yang mereka sebar dibalut atau dibumbui dengan Religi atau unsur-unsur yang seolah ilmiah.
Orang awam yang miskin literasi teknologi informasi semakin Kagak Paham diri karena meyakini bahwa hoaks yang mereka konsumsi bukan hoaks, melainkan kebenaran. Apalagi Kalau mendapatkan hoaks tersebut dari orang yang mereka anggap layak dipercaya.
Oleh Karena itu saya Pandai pahami Kalau Lembaga Percakapan Denpasar 12 yang digagas Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rabu 24/5), merasa perlu menggelar Percakapan bertajuk Mengantisipasi Hoaks di Tahun Pemilu. Berbicara di Lembaga itu Usman Kansong (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI), Suko Widodo (Ahli komunikasi politik dan dosen komunikasi Universitas Airlangga), Titi Anggraini (Dewan Pembina Perludem), dan Wahyu Dhyatmika (Sekjen Asosiasi Media Siber Indonesia–CEO Tempo Digital).
Mengikuti Percakapan yang berlangsung secara daring itu, saya berkesimpulan bahwa para pembicara dan peserta, sudah menganggap hoaks yang kini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan, apalagi Kalau dimanfaatkan Kepada kepentingan politik menghadapi Pemilu 2024, sudah sangat mengkhawatirkan dan membahayakan.
Solusinya, kita harus melawannya dengan perang. Ya, perang terhadap hoaks. Apakah haoks harus dilawan dengan hoaks? Tentu Kagak.
Salah satu strategi melawan hoaks adalah mengedukasi masyarakat meskipun ini sangat melelahkan dan menjengkelkan seperti yang diungkapkan Titi Anggraini. Ia menjelaskan Ketika Eksis hoaks yang disebar lewat grup WA, ia berusaha menjelaskan bahwa itu adalah hoaks kepada si penyebar. “Tapi Ketika diberitahu, dia malah ngeyel,” katanya.
Pengalaman Titi juga menimpa saya Ketika saya berusaha menjelaskan duduk perkata info yang Eksis di produk hoaks sebagai Kagak Betul. Betul-Betul menjengkelkan. Tali pertemanan, persahabatan dan persaudaraan jadi bubar.
Militansi kadrun dan cebong sisa Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 Rupanya belum berakhir. Mengamati fenomena amplifikasi hoaks politik belakangan ini, saya merasa stigma kadrun dan cebong Tetap akan berlanjut.
Bahkan kini Eksis kecenderungan Golongan nasionalis saling berseberangan dan sama-sama memproduksi hoaks dan opini-opini sesat, Kepada tujuan meraih kemenangan lewat Pemilu Serentak 2024.
Waspada kecerdasan buatan
Kita Kagak Pandai bayangkan seperti apa dampaknya Kalau hoaks dan produk disinformasi lain yang mereka buat dalam rangka menjatuhkan Rival politik menggunakan artificial intelligence (AI/kecerdasan buatan). Seperti yang disampaikan moderator Percakapan, Luthfi Assyaukanie, buat Indonesia, ini adalah kali pertama Pemilu 2024 teknologi AI sudah diluncurkan ke publik dan digunakan oleh masyarakat.
Dengan hanya bermodalkan sebuah foto Paras, lewat AI, kita Pandai Membikin foto itu seolah berbicara dan penampilannya seperti video kita sedang berpidato. Silakan bayangkan sendiri kalau foto-foto tokoh capres atau cawapres disalahgunakan dan dibuat seperti itu, tapi narasinya direkayasa dan berisi umpatan atau ujaran kebencian.
Eksis pula robot (dengan AI) yang Pandai menirukan Bunyi dan Paras tokoh-tokoh tertentu dan Membikin cerita Imitasi. Eksis pula video yang menampilkan tokoh tertentu yang isinya seolah memberikan dukungan kepada capres tertentu. Kalau Metode-Metode manipulatif ini digunakan dalam ajang Pemilu 2024 Niscaya akan merepotkan kita Seluruh.
Kalau Metode-Metode berhoaks dipakai Kepada pemilu di Indonesia seperti yang pernah terjadi di Amerika Perkumpulan, seperti diungkapkan Usman Kansong, demokrasi akan mengalami kemunduran. Berdasarkan hasil penelitian sebuah lembaga, menurut Usman, demokrasi di berbagai negara mengalami stagnasi dan kemunduran, Kagak terkecuali di negara-negara mapan, turun ke level 30 tahun silam.
Penyebabnya karena adanya disinformasi digital. Apalagi kampanye di era seperti Ketika ini jarang Kembali dilakukan secara konvensional, tapi lewat medsos. Menurut catatan Kemenkoinfo, hoaks politik belakangan ini Maju meningkat. Data terbaru Eksis 323 disinformasi politik.
Selama ini upaya melawan hoaks yang dilakukan Kemenkoinfo memang sporadis dan belum diamplifikasi masyarakat antihoaks. Oleh Karena itu Usman Kansong setuju Kalau diperlukan perang besar Kepada mencegah hoaks guna menjaga kualitas demokrasi kita.
Anak muda lebih bijak
Persoalannya, bagaimana caranya? Wahyu Dhyatmika menjelaskan selain mengedukasi masyarakat, harus pula Eksis counter narasi. Persebaran hoaks juga perlu dianalisis. Sedangkan Suko Widodo mengungkapkan dibandingkan orang Uzur (dewasa), anak-anak muda lebih bijak dalam bermedsos.
Ia mengajak anak-anak muda itu dikumpulkan Kepada bekerja bareng melawan hoaks. Menurut dia, pembuat hoaks selama ini terkoordinasi. Kepada melawannya, kita juga harus membangun koordinasi. Konkretnya, jangan Tamat Eksis yang coba-coba melakukan aksi kotor dalam berpolitik dengan memproduksi hoaks politik.
Selain itu, sebaiknya masyarakat juga bijak dalam bermedsos. Ini juga salah satu strategi perang melawan hoaks. Dalam perang ini, Kemenkoinfo harus siap menjadi panglimanya.
Kepada diketahui, Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mengungkapkan sejak awal 2023, lembaga ini mendeteksi Eksis kenaikan jumlah hoaks politik, yakni Eksis 664 hoaks pada triwulan I 2023. Nomor itu berarti Eksis kenaikan 24% dari periode yang sama tahun Lampau.
Sebagai penutup, izinkan saya mengutip Cita-cita Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat bahwa eskalasi penyebaran hoaks dalam kehidupan sosial masyarakat harus segera dicegah, demi keberlangsungan proses pembangunan nasional yang lebih demokratis.
Kagak Pandai dimungkiri menjelang tahun politik memang banyak informasi salah yang menggiring opini publik demi tujuan yang diinginkan Golongan tertentu.
Menurut Lestari, indikasi maraknya informasi yang Kagak Betul atau hoaks menjelang pemilu harus dihadapi dengan serius oleh para pemangku kebijakan dan masyarakat di negeri ini. Saatnya memang kita harus perang melawan hoaks.

