HMI dan KPU Letih Kesepakatan Niscayakan Pilkada Junjung Demokrasi

HMI dan KPU Capai Kesepakatan Pastikan Pilkada Junjung Demokrasi
Pertemuan perwakilan HMI dan KPU(Dok)

HIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI) kembali menunjukkan peran strategisnya dalam mengawal demokrasi Indonesia melalui aksi demonstrasi besar-besaran yang berlangsung di depan Gedung Komisi Pemilihan Lazim Republik Indonesia (KPU RI). 

Aksi yang mereka sebut sebagai “Jihad Konstitusi Jilid II” ini bertujuan mendesak KPU untuk segera mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) secara penuh dan tanpa kompromi.

Aksi ini dipimpin oleh Abdul Hakim El Ketua Bidang PTKP PB HMI  dan Yusuf Sugiarto sebagai koordinator lapangan, Mereka memulai aksi dari Sekretariat PB HMI pada pukul 13:00 WIB dan bergerak menuju Gedung KPU RI. 

Baca juga : Draf PKPU Memuat Putusan MK, Ambang Batas Pencalonan dan Syarat Usia

Massa aksi yang bergerak dari Sekretariat PB HMI menyuarakan aspirasi mereka dengan semangat dan ketertiban, menuntut agar KPU menjalankan fungsinya sesuai amanat konstitusi tanpa tunduk pada tekanan politik.

Koordinator lapangan Yusuf Sugiarto mengatakan bahwa KPU memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap keputusan hukum yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi harus diimplementasikan dengan penuh

 “Aksi ini adalah bentuk keprihatinan mendalam kami, terhadap situasi politik saat ini, di mana keputusan Mahkamah Konstitusi sering kali diabaikan atau dilaksanakan setengah hati ” tambahnya

Cek Artikel:  Kursi DPR RI 2024-2029, PDI Perjuangan Terbanyak, Demokrat Paling Sedikit

Baca juga : Inilah 6 Pembahasan dalam Rapat Konsultasi Soal Pilkada

Pada dasarnya, aksi ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran HMI atas ketidakpatuhan lembaga-lembaga negara terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat (final and binding). Sejak berdirinya MK, putusan-putusan yang dikeluarkannya seharusnya menjadi pedoman mutlak dalam pelaksanaan berbagai regulasi, termasuk yang mengatur syarat pencalonan kepala daerah. Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 secara khusus menjadi sorotan, karena dianggap sebagai langkah maju dalam memperkuat demokrasi elektoral di Indonesia.

Tetapi, langkah kontroversial yang dilakukan oleh DPR RI dan Pemerintah dalam revisi UU Pilkada pada 21 Agustus 2024, yang dinilai mengesampingkan dan mengebiri putusan MK, memicu kekhawatiran akan terjadinya “pembangkangan konstitusional.” HMI melihat ini sebagai upaya sistematis untuk melemahkan demokrasi dan memperkuat dominasi kekuasaan tertentu dalam Pilkada Serentak 2024, terutama di wilayah-wilayah strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Setelah melalui diskusi intensif selama aksi berlangsung, HMI berhasil mencapai beberapa kesepakatan penting dengan KPU RI yang diwakili oleh M. Aripudin. Nota kesepakatan ini mencakup beberapa poin krusial, antara lain KPU RI sepakat untuk merevisi syarat batas usia calon kepala daerah dalam Peraturan KPU Nomor 8 Pahamn 2024 sesuai dengan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024. Hal ini dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan bahwa regulasi KPU sejalan dengan putusan hukum tertinggi yang telah dikeluarkan oleh MK.

Cek Artikel:  Wapres Kunker ke 4 Provinsi dalam Tiga Hari

Baca juga : KPU Harus Tegas Terhadap Intervensi Elit

Kedua, KPU RI berkomitmen untuk mengawasi dan memastikan bahwa seluruh KPU daerah menerapkan syarat-syarat yang telah diatur dalam putusan MK secara konsisten. Hal ini mencakup penyesuaian syarat pencalonan yang harus diintegrasikan dalam setiap tahapan Pilkada.

Kettiga,HMI menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal proses ini dan siap untuk kembali turun ke jalan jika KPU RI atau pemerintah mencoba untuk mengabaikan atau melanggar kesepakatan ini. HMI menegaskan bahwa supremasi hukum adalah pilar utama yang harus ditegakkan demi menjaga demokrasi di Indonesia.

Dalam rilis pers yang dikeluarkan oleh HMI, mereka tidak hanya mengkritik KPU RI tetapi juga mengecam keras langkah DPR RI dan pemerintah yang dianggap “ugal-ugalan” dalam melakukan revisi UU Pilkada tanpa mempertimbangkan putusan MK. HMI menilai bahwa tindakan ini merupakan bentuk nyata dari “constitutional disobedience” atau pembangkangan terhadap konstitusi, yang jika dibiarkan, dapat merusak tatanan demokrasi dan hukum di Indonesia.

Cek Artikel:  Istana Pernyataan Jokowi Ditinggalkan Ramai-ramai adalah Candaan

Baca juga : KPU akan Bahas PKPU Dengan DPR Merujuk Putusan MK

HMI menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar tetap sejalan dengan putusan MK dan tidak dikotori oleh kepentingan politik golongan tertentu. Mereka juga meminta agar aparat penegak hukum bertindak secara humanis dan tidak melakukan tindakan represif terhadap massa aksi yang menyuarakan hak-hak konstitusional mereka.

Aksi “Jihad Konstitusi Jilid II” ini bukan hanya sekadar protes mahasiswa, tetapi merupakan pengingat penting bagi semua elemen bangsa bahwa supremasi hukum harus menjadi pedoman utama dalam setiap kebijakan publik. Keteguhan HMI dalam mengawal putusan MK menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Kesepakatan yang dicapai dengan KPU RI diharapkan dapat menjadi awal yang baik untuk memperkuat pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Tetapi, tantangan ke depan tetap besar, terutama dalam memastikan bahwa kesepakatan ini benar-benar diimplementasikan dalam setiap tahap pemilu yang akan datang. (Z-8)

Mungkin Anda Menyukai