Hidup Sederhana Hebat sebagai Slogan

Mitra saya mengacungkan dua jempolnya atas peringatan Presiden Joko Widodo soal gaya hidup mewah Member Polri. Tetapi, kata Mitra itu, mestinya Sekalian pejabat negara dilarang Kepada hidup berwewah-mewah.

Dilarang hidup bermewah-mewah, kata dia, karena pejabat itu digaji dari setiap tetesan keringat rakyat lewat pajak. Persoalannya ialah bagaimana menjelaskan kepemilikan harta yang berlimpah dengan pendapatan Formal pejabat yang diatur melalui peraturan pemerintah?

Boleh-boleh saja Terdapat pejabat berkilah bahwa ia mendapatkan harta warisan yang Tak habis Tiba tujuh keturunan. Akan tetapi, salah satu butir pengalaman sila kelima Pancasila yang diatur dalam Tap Nomor 1/MPR/2003 ialah Tak menggunakan hak Punya Kepada hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.

Gaya hidup mewah yang diperlihatkan di tengah situasi ekonomi yang Tak menentu, sebagaimana dikhawatirkan Presiden, akan menimbulkan kecemburuan sosial dan letupan-letupan sosial di tengah masyarakat.

“Saya ingatkan yang namanya kapolres, kapolda, seluruh pejabat Esensial, dan perwira tinggi mengerem total masalah gaya hidup. Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati. Hati-hati, ya, saya ingatkan hati-hati,” tutur Jokowi seperti yang terekam dalam video yang diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (15/10).

Cek Artikel:  Republik Bocor

Bukan hanya polisi, Sekalian pejabat harus mengerem total masalah gaya hidup. Pejabat mestinya menjadi sumur keteladanan yang Tak pernah kering ditimba. Keutamaan keteladanan itu bukan dengan kata-kata di atas mimbar, melainkan perbuatan keseharian.

Kurangnya keteladanan pejabat itulah salah satu sumber terjadinya krisis multidimensial yang diidentifikasi oleh Tap MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Disebutkan bahwa etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik Kepada bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, Mempunyai keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Tegas dikatakan bahwa hidup sederhana yang dilontarkan pejabat publik umumnya lebih bagus di bibir daripada kenyataannya. Hebat sebagai slogan, tetapi busuk dalam Realita. Penyebabnya karena konsistensi antara omongan dan perbuatan telah menjadi barang langka, sangat langka, di negeri ini.

Cek Artikel:  Cemas Jatah Beras

Hidup bermewah-mewah sejatinya telah mengantarkan satu kaki ke dalam kubangan korupsi. Naskah Pendidikan Antikorupsi Kepada Perguruan Tinggi (2018) menarik Kepada disimak.

Disebutkan pada halaman 22 bahwa menempatkan korupsi sebagai “masalah keserakahan elite” yang telah mencoreng Imej bangsa di mata Global, sangatlah wajar apabila kampanye antikerakusan dijadikan sebagai salah satu criminal policy non-punitif Kepada memberantas korupsi.

Website aclc.kpk.go.id membedah kenapa Tetap banyak korupsi dengan menggunakan teori GONE yang dikemukakan Jack Bologna. GONE singkatakan dari greedy (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), dan exposure (pengungkapan).

Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tak pernah Terdapat kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko melakukan korupsi Apabila Terdapat gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku yang Tak Bisa menimbulkan Dampak jera.

Cek Artikel:  Memangkas Ketimpangan

Naskah Pendidikan Antikorupsi Kepada Perguruan Tinggi menyebut Unsur penyebab korupsi meliputi dua hal, Yakni internal dan eksternal. Unsur internal mencakup sikap serakah/tamak/rakus Sosok, gaya hidup konsumtif, dan moral yang lemah.

Embargo gaya hidup mewah yang disampaikan Presiden berkorelasi dengan Unsur internal serakah dan gaya hidup konsumtif. “Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi Unsur pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serbaglamor. Korupsi Dapat terjadi Apabila seseorang melakukan gaya hidup konsumtif, tetapi Tak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.”

Jauh-jauh hari sebelum memperingatkan polisi, pada 8 April 2016, Presiden Jokowi sudah mengingatkan kepala daerah. Ketika itu, Presiden Jokowi mengkritik kepala daerah yang dinilai Tetap menghambur-hamburkan anggaran Kepada hal-hal yang Tak bersentuhan dengan kepentingan rakyat banyak.

Tiba saatnya kritik gaya hidup mewah Tak masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Perlu Terdapat konsistensi Kepada Lalu-menerus mengingatkan para pejabat hidup sederhana sebagai bagian dari revolusi mental.

Mungkin Anda Menyukai