Liputanindo.id – Dua faksi politik utama di Palestina, Hamas dan Fatah, sepakat untuk damai dan mengakhiri perpecahan demi memperkuat persatuan Palestina. Dua faksi yang bersaing ini sepakat untuk bersatu dan memerintah Gaza bersama-sama setelah perang berakhir.
Kesepakatan yang diselesaikan pada Selasa (23/7) di China ini terjadi setelah tiga hari melakukan perundingan secara intensif. Perjanjian itu ditandatangani oleh rival jangka panjang Hamas dan Fatah, serta 12 kelompok Palestina lainnya.
“Hari ini kami menandatangani perjanjian untuk persatuan nasional dan kami mengatakan bahwa jalan untuk menyelesaikan perjalanan ini adalah persatuan nasional. Kami berkomitmen terhadap persatuan nasional dan kami menyerukannya,” kata pejabat senior Hamas Musa Arang Marzuk, dikutip AFP, Selasa (23/7/2024).
Pembicaraan tersebut diadakan ketika pemerintahan masa depan wilayah Palestina masih dipertanyakan. Hal ini mengingat pernyataan Israel yang bersikukuh untuk menghancurkan Hamas sejak serangan pada 7 Oktober lalu.
Rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah akan menjadi titik balik penting dalam hubungan internal Palestina. Dua partai politik utama Palestina di wilayah Palestina telah menjadi rival sengit sejak konflik muncul pada tahun 2006, setelah Hamas menguasai Gaza.
“Kita berada di persimpangan bersejarah. Rakyat kami bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang,” ujar Arang Marzouk.
Fatah mengendalikan Otoritas Palestina, yang memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat yang diduduki. Mereka mendukung perundingan damai dalam mewujudkan negara Palestina.
Berbagai upaya rekonsiliasi antara kedua faksi berulang kali gagal dilakukan. Tetapi, seruan agar mereka bersatu meningkat seiring dengan berlanjutnya perang dan Israel serta sekutunya, termasuk Amerika Perkumpulan.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) merupakan koalisi partai-partai yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada tahun 1993, dan membentuk pemerintah baru di Otoritas Palestina (PA).
Fatah mendominasi PLO dan PA, pemerintahan sementara Palestina yang didirikan di Tepi Barat yang diduduki Israel setelah perjanjian tahun 1993 yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo ditandatangani. Sementara Hamas tidak mengakui Israel.
PA memegang kendali administratif atas Gaza hingga tahun 2007, setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif tahun 2006 di wilayah pendudukan dan mengusirnya dari jalur tersebut. Sejak itu, Hamas menguasai Gaza dan PA menguasai sebagian Tepi Barat.
Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo pada Oktober 2017 di bawah tekanan negara-negara Arab, yang dipimpin oleh Mesir.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah persatuan baru seharusnya mengambil kendali administratif atas Gaza dua bulan kemudian, mengakhiri satu dekade persaingan yang dimulai ketika Hamas dengan kekerasan mengusir Otoritas Palestina dari Gaza pada tahun 2007.