Liputanindo.id – Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) Mustapha Barghouti, yang merupakan salah satu dari 14 anggota faksi yang menandatangani perjanjian perdamaian Hamas-Fatah mengatakan, perjanjian tersebut berjalan ‘lebih jauh’ daripada perjanjian lainnya dalam beberapa tahun terakhir.
“Ketika ini tidak ada jalan lain selain rakyat Palestina bersatu dan berjuang bersama melawan ketidakadilan yang mengerikan ini,” katanya, dikutip Al Jazeera, Selasa (23/7/2024).
“Hal terpenting sekarang adalah tidak hanya menandatangani perjanjian, tetapi juga melaksanakannya,” tambahnya.
Dalam perjanjian rekonsiliasi itu, kata Barghouti, menekankan empat elemen utama diantaranya pembentukan pemerintahan persatuan nasional sementara, pembentukan kepemimpinan Palestina yang bersatu menjelang pemilu mendatang, pemilihan bebas Dewan Nasional Palestina yang baru, serta deklarasi umum persatuan dalam menghadapi serangan Israel yang sedang berlangsung.
Langkah-langkah ini diyakini bisa menghalangi upaya Israel untuk menciptakan semacam struktur kolaboratif yang bertentangan dengan kepentingan Palestina.
Rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah akan menjadi titik balik penting dalam hubungan internal Palestina. Dua partai politik utama Palestina di wilayah Palestina telah menjadi rival sengit sejak konflik muncul pada tahun 2006, setelah Hamas menguasai Gaza.
Pejabat senior Hamas Mousa Arang Marzouk mengatakan rakyat Palestina berada di persimpangan bersejarah. Persatuan ini pun menjadi titik balik dari kebangkitan dan perjuangan rakyat Palestina.
“Kita berada di persimpangan bersejarah. Rakyat kami bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang,” katanya.
Kesepakatan tersebut, yang diselesaikan pada hari Selasa (23/7) di Tiongkok setelah tiga hari perundingan intensif, meletakkan dasar bagi pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara untuk memerintah Gaza pascaperang. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh rival jangka panjang Hamas dan Fatah, serta 12 kelompok Palestina lainnya.
Tiongkok, yang berupaya memainkan peran mediasi dalam konflik tersebut, sebelumnya menjadi tuan rumah bagi Fatah dan Hamas pada bulan April.
Putaran perundingan terakhir menampilkan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh dan wakil ketua Fatah Mahmoud al-Aloul.