HAMAS enggan berpartisipasi dalam putaran baru perundingan gencatan senjata di Gaza pada Kamis (15/8). Keputusan ini semakin mengikis harapan ada perjanjian mencegah serangan balasan Iran terhadap Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas di Teheran bulan lalu.
Sebagian besar pengamat punya ekspektasi yang rendah terhadap perundingan gencatan senjata, karena Israel semakin memperkuat posisinya dalam beberapa pekan terakhir dan kekhawatiran bahwa Hamas, yang kini dipimpin oleh faksi paling garis kerasnya, hanya akan memberikan sedikit konsesi.
Iran minggu ini menolak seruan negara-negara Barat untuk tidak membalas pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli hanya beberapa jam setelah serangan Israel di Beirut yang menewaskan seorang komandan senior Hizbullah, kelompok berkuasa di Iran.
Baca juga : Ismail Haniyeh Dibunuh, AS Percaya Gencatan Senjata Gaza Terwujud
Prospek serangan Iran terhadap Israel telah meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas setelah lebih dari 10 bulan perang di Gaza. Para pejabat AS dan Iran sama-sama menyatakan bahwa kemajuan signifikan menuju gencatan senjata di Gaza mungkin akan segera menyebabkan deeskalasi regional.
“Itulah ekspektasi saya,” kata presiden AS, Joe Biden menanggapi terkait keputusan Iran akan menghentikan serangan balasan jika gencatan senjata di Gaza tercapai.
Gedung Putih memperingatkan bahwa serangkaian serangan signifikan oleh Iran dan sekutunya mungkin terjadi pada minggu ini. Sementara itu, AS telah mengirim jet tempur, kapal perang antirudal, dan kapal selam berpeluru kendali ke wilayah tersebut untuk mendukung Israel.
Baca juga : Italia Mau Ajukan Rencana Rekonstruksi Gaza pada Sidang Biasa PBB
Pada April lalu, setelah dua jenderal Iran tewas dalam serangan terhadap kedutaan Teheran di Suriah, Iran meluncurkan ratusan drone, rudal jelajah, dan rudal balistik ke arah Israel, sehingga merusak dua pangkalan udara. Nyaris semua senjata ditembak jatuh sebelum mencapai sasarannya.
Hamas mengatakan mediator dari AS, Mesir, dan Qatar harus mengajukan rencana untuk menerapkan proposal gencatan yang diajukan Biden, dari pada melakukan lebih banyak putaran perundingan atau proposal baru yang memberikan perlindungan bagi agresi pendudukan Israel.
Hamas mengatakan mereka telah menunjukkan fleksibilitas selama proses perundingan. Tetapi tindakan Israel menunjukkan bahwa mereka tidak serius dalam mencapai perjanjian gencatan senjata.
Baca juga : Hamas Desak Rapat Darurat Perserikatan Arab dan OKI Hentikan Genosida Gaza
Seorang pejabat Hamas mengatakan gerakan Islam, yang merebut kekuasaan di Gaza pada 2007, melanjutkan konsultasi dengan para mediator. “Hamas ingin rencana Biden diberlakukan dan tidak ingin bernegosiasi hanya untuk bernegosiasi,” kata pejabat itu merujuk pada proposal gencatan senjata yang diajukan Biden pada akhir Mei.
“Kita harus memaksa pemerintah pendudukan (Israel) untuk menghentikan kebijakannya berupa menunda perundingan, dan memaksanya untuk berhenti membantai rakyat kami,” sebutnya.
Hamas dan Israel tidak sepakat mengenai durasi gencatan senjata dan jumlah serta jenis tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara-penjara Israel dalam kesepakatan apa pun sebagai imbalan atas kebebasan sandera yang ditahan di Gaza. Hamas ingin mengakhiri perang secara pasti, tetapi perunding Israel hanya menawarkan penghentian permusuhan.
Baca juga : Yahya Sinwar Pimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh
Putaran perundingan berturut-turut sejak akhir Desember gagal menjembatani kesenjangan tersebut.
Kantor perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkonfirmasi partisipasi Israel. “Kepala badan mata-mata luar negeri Israel Mossad, David Barnea, dan Ronen Bar, kepala dinas keamanan dalam negeri Shin Bet, ialah bagian dari tim perundingan Israel,” kata juru bicara Netanyahu.
Presiden Israel, Isaac Herzog, mengatakan bahwa negaranya tetap waspada tinggi. Khawatir akan serangan Iran dan Hizbullah, Museum Seni Tel Aviv mengatakan telah menyembunyikan karya-karyanya yang paling berharga, termasuk lukisan karya Pablo Picasso dan Gustav Klimt.
“Dalam tiga, empat, lima hari terakhir, ketika ancaman baru dari Hizbullah dan Iran muncul lagi, kami memahami bahwa kami perlu mengambil tindakan pencegahan lain,” kata Direktur museum, Tania Coen-Uzzielli.
Utusan Biden untuk konflik tersebut, Amos Hochstein, berada di Beirut dan memperingatkan bahwa jam terus berdetak untuk gencatan senjata di Gaza. “Tak ada lagi waktu yang terbuang dan tidak ada lagi alasan sah dari pihak mana pun untuk menunda lebih lanjut,” katanya setelah pembicaraan dengan ketua parlemen Libanon Nabih Berri.
Hizbullah kemungkinan besar akan menjadi bagian dari setiap serangan Iran dan memiliki persenjataan rudal dan roket yang kuat yang mungkin akan membuat sistem pertahanan udara Israel kewalahan. Grup militan tersebut telah terlibat dalam perang gesekan dengan Israel sejak Oktober.
Pemerintah negara-negara Barat telah mengeluarkan peringatan untuk tidak melakukan perjalanan ke Libanon dan telah menyiapkan rencana darurat untuk mengevakuasi warga negara mereka dari wilayah tersebut jika terjadi konflik besar-besaran. (The Guardian/Z-2)