Hamas dan Kepemimpinan Yahya Sinwar

Hamas dan Kepemimpinan Yahya Sinwar
Ilustrasi MI(MI/SENO)

DI tengah ketegangan regional akibat pembunuhan Fuad Shukr di Libanon dan Ismail Haniyeh di Iran, Rabu (31/7), Hamas justru mengangkat Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya, Selasa (6/8), menggantikan Ismail Haniyeh. Padahal, Yahya Sinwar diduga menjadi salah satu tokoh utama yang paling dicari oleh Israel sejak meletusnya serangan 7 Oktober 2023 dan berlanjut dengan perang paling brutal di Jalur Gaza hingga sekarang.

Pada tahap tertentu, pemilihan Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru Hamas bisa dikatakan mengejutkan lawan bahkan juga kawan. Disebutkan mengejutkan lawan karena lawan-lawan Hamas menginginkan kelompok itu segera hancur dan dikalahkan. Keinginan itu paling tidak diharapkan dan sedang diperjuangkan oleh Israel, khususnya dalam 10 bulan terakhir. Bahkan, pembunuhan Ismail Haniyeh bisa dianggap sebagai strategi untuk melumpuhkan kelompok ini dari ‘kepala yang terlihat’ mengingat ‘badan’ dari kelompok tersebut acap tak terlihat secara kasatmata, khususnya di Gaza.

Alih-alih hancur, para elite Hamas justru mengangkat Yahya Sinwar yang oleh sebagian orang yang pernah bertemu dengannya di dalam penjara Israel disebut sebagai sosok yang selalu ingin menjadi orang nomor satu (Aawsat.com, 07/08). Menurut beberapa sumber, pengangkatan Sinwar sebagai pemimpin Hamas dilakukan secara aklamasi.

Baca juga : Yahya Sinwar dan Timur Tengah yang Berubah

Disebut mengejutkan kawan karena sesungguhnya ada beberapa tokoh lain di internal Hamas yang dianggap memiliki kepemimpinan kurang lebih sama dengan Ismail Haniyeh seperti Khaled Mashal dan yang lainnya. Di luar dugaan banyak pihak, para elite Hamas justru menyepakati Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas yang baru menggantikan Ismail Haniyeh.

Dalam hemat penulis, ada beberapa pesan yang hendak disampaikan oleh Hamas dengan menjadikan Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya. Pertama, semangat perlawanan terhadap Israel. Paling tidak itulah kesimpulan media-media besar di Timur Tengah saat ini. Dengan kata lain, Hamas memilih untuk terus melawan. Hamas menolak untuk menyerah walaupun Gaza sudah dihancurkan sedemikian rupa. Bahkan walaupun pemimpin utamanya seperti Ismail Haniyeh dibunuh di negeri orang.

Cek Artikel:  Tafsir Lima Watakistik Risalah Islam Berkemajuan

Pada tahap tertentu, pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh justru mengobarkan semangat perlawanan secara lebih kuat lagi. Apa yang dikenal dengan istilah ‘mati satu tumbuh seribu’ saat ini bisa dikatakan sedang terjadi di Palestina secara khusus dan mungkin di Timur Tengah secara umum. Betapa tidak, pembunuhan terhadap Haniyeh justru menambah besar empati terhadap perjuangan Hamas dan rakyat Palestina secara umum. Bahkan, beberapa negara seperti Turki sempat memberlakukan hari berkabung atas meninggalnya Ismail Haniyeh.

Baca juga : Balas Dendam Hak Iran, tapi Metodenya Bagaimana

Kedua, perubahan karakter perjuangan Hamas dari organisasi semiterbuka ke organisasi lebih tertutup. Pemilihan Yanya Sinwar sebagai pemimpin Hamas bisa disebut sebagai perubahan karakter gerakan itu untuk menjadi lebih tertutup; gerakan bawah tanah atau gerakan terowongan.

Pada masa kepemimpinan sebelumnya (paling tidak pada masa kepemimpinan Haniyeh), Hamas bisa disebut sebagai gerakan yang semiterbuka. Di satu sisi, Hamas memiliki kekuatan utama di Gaza yang dikelola secara rahasia; keberadaan tokoh-tokohnya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Tetapi, di sisi lain Hamas justru dipimpin oleh Kepala Biro Politik yang berada di pengasingan seperti halnya Ismail Haniyeh yang belakangan tinggal di Doha, Qatar. Di tempat pengasingannya itu, Ismail Haniyeh bisa dijumpai dan berjumpa dengan siapa pun yang diinginkannya.

Dengan diangkatnya Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas, dipastikan kelompok itu menjadi lebih tertutup dan kembali ke terowongan. Disebut demikian karena Yahya Sinwar tidak akan mungkin menampakkan diri ke publik seperti yang dilakukan oleh Ismail Haniyeh di Qatar (minimal pada masa perang seperti sekarang). Sinwar akan tetap memimpin Hamas dari bawah tanah, dari terowongan ke terowongan (sebagaimana telah dilakukannya dalam 10 bulan terakhir).

Cek Artikel:  Perundungan dan Ketahanan Mental dalam Pendidikan Spesialis Indonesia

Baca juga : Siapakah Yahya Sinwar, Penerus Ismail Haniyeh sebagai Pemimpin Hamas?

Hal yang harus diperhatikan, bagi kelompok perlawanan seperti Hamas, kembali ke bawah tanah atau terowongan sama dengan kembali pada kekuatan utamanya mengingat keberadaannya di bawah tanah tidak akan mudah dikenali dan diketahui oleh musuh. Sebaliknya, ‘alam terbuka’ justru menjadi kelemahan bagi kelompok bawah tanah. Pembunuhan Ismail Haniyeh di Iran bisa dijadikan sebagai salah satu contoh dari yang telah disampaikan mengingat pembunuhan Ismail Haniyeh diduga kuat akibat bocornya informasi terkait dengan lokasi dan keberadaan Ismail Haniyeh di Iran.

Ketiga, penggunaan politik sandera. Sebagai orang yang berhasil bebas karena politik sandera pada 2011 lalu, Yahya Sinwar sangat memahami aspek strategis dari penyanderaan terhadap warga Israel, khususnya dari kalangan militer. Sebagaimana dimaklumi, Yahya Sinwar berhasil bebas dari penjara Israel sebagai barter tahanan (dari pihak Palestina) dengan pembebasan sandera dari tentara Israel bernama Gilad Shalit. Serangan pada 7 Oktober 2023 bisa disebut sebagai kombinasi antara serangan fisik dan penyanderaan mengingat dalam serangan itu Hamas berhasil menahan lebih dari 200 sandera. Bahkan, sampai sekarang diperkirakan masih ada sekitar 120-an orang Israel yang masih disandera.

Dalam kondisi Gaza yang sudah hancur lebur seperti sekarang, para sandera bisa dianggap semakin bernilai tinggi sekaligus strategis mengingat para sandera menjadi satu-satunya cara yang bisa digunakan oleh Hamas untuk menekan Israel. Alih-alih menyerah, Israel justru terus melakukan tekanan militer dan politik untuk membebaskan para sandera tanpa tunduk pada syarat dan ketentuan Hamas. Pembunuhan terhadap Ismail Haniyeh bisa juga dianggap sebagai sikap Israel untuk menolak menyerah pada upaya tekanan yang dilakukan Hamas melalui sandera.

Baca juga : Yahya Sinwar Pimpin Hamas Gantikan Ismail Haniyeh

Cek Artikel:  Menyoal Keterwakilan Perempuan di 2024

 

Dua opsi

Yahya Sinwar sepenuhnya mendapatkan kepercayaan dari kelompoknya untuk menjadi pemimpin Hamas secara umum (tak hanya di Jalur Gaza). Sementara itu, Netanyahu saat ini justru terus berada dalam tekanan internal untuk mundur, khususnya oleh keluarga sandera dan kelompok oposisi. Terpilihnya Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas akan semakin menambah sengit pertarungan antara Sinwar melawan Netanyahu, termasuk melalui politik sandera. Keduanya akan adu cepat untuk saling menghabisi; Sinwar dihabisi oleh Netanyahu melalui serangan militer atau Netanyahu dihabisi Sinwar melalui politik sandera?

Pertanyaannya kemudian, tak adakah peluang perdamaian antara Israel dengan Palestina (Hamas lebih tepatnya), khususnya pada saat Sinwar berkuasa seperti sekarang? Menurut penulis, peluang perdamaian tetap ada, bahkan cukup besar. Menurut kesaksian banyak orang yang pernah ditahan bersama Sinwar di penjara-penjara Israel, orang yang dikenal juga dengan nama Serbuk Ibrahim itu sesungguhnya memiliki fleksibilitas yang tinggi. Selama ini Sinwar disebut selalu dilibatkan dalam proses perundingan dengan Israel. Bahkan Sinwar dikabarkan turut mengkaji konsep-konsep perundingan (bahkan huruf demi huruf) yang pernah dibahas antara Israel dan Hamas.

Di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan terpilihnya Yahwa Sinwar sebagai orang nomor satu di Hamas, gerakan itu bisa memiliki dua opsi yang sama-sama kuat ke depan, yaitu berdamai atau berperang melawan Israel. Sinwar selama ini dikenal cukup keras sekaligus fleksibel. Keras bila dihadapkan pada hal-hal terkait dengan kekerasan dan cukup fleksibel bila dihadapkan pada hal-hal yang terkait dengan perdamaian.

Tetapi, yang pasti Sinwar memiliki perhatian yang sangat kuat terkait dengan keamanan mengingat sejak lahir Sinwar sudah merasakan ganas dan kerasnya penjajahan Israel. Itulah mungkin yang bisa menjelaskan kenapa Israel gagal menangkap Sinwar sampai sekarang, bahkan walaupun Gaza sudah dihancurkan secara berkali-kali.

Mungkin Anda Menyukai