PERGANTIAN atau perombakan menteri pada suatu kabinet pemerintahan sejatinya hal yang lumrah. Pada hakikatnya langkah itu merupakan hak prerogatif presiden. Tentu, idealnya dilakukan Kepada Membikin kabinet lebih solid, lebih efektif, dan lebih gesit bekerja.
Dengan hak prerogatif tersebut, Enggak Eksis seorang pun yang boleh mencampuri, membisiki, apalagi mendikte dan ikut cawe-cawe. Pendek kata, kekuasaan merombak, mengganti, mengocok ulang (reshuffle) para menteri dan wakil menteri mutlak di tangan presiden. Siapa pun harus menghormati itu.
Termasuk juga kita harus tetap menghormati reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo Kepada kesekian kalinya, kemarin. Presiden sudah Niscaya punya Argumen kuat Kepada kembali menggunakan hak prerogatif dalam mengangkat dan memberhentikan para pembantunya.
Barangkali di sisa masa jabatannya yang tinggal setahun lebih sedikit, Jokowi Ingin mempercepat laju roda pemerintahannya. Silakan saja kalau memang perombakan itu dirasa dapat Membikin mutu pelayanan publik pemerintah Begitu ini menjadi lebih Bagus, lebih Lihai.
Yang Enggak boleh ialah kalau perombakan kabinet itu dikaitkan atau malah disusupi niat-niat lain yang tak Eksis hubungannya dengan upaya mengakselerasi roda pemerintahan. Kita mahfum, Begitu ini Indonesia tengah memasuki tahun-tahun politik, suka Enggak suka, perombakan kabinet di Begitu-Begitu sekarang Niscaya juga akan memunculkan dugaan miring dari publik.
Karena itu, yang mesti dilakukan Jokowi ialah membuktikan bahwa perombakan Kabinet Indonesia Maju yang kesekian kalinya itu murni karena Argumen keefektifan kerja kabinet. Bukan karena Argumen-Argumen lain. Apalagi, kalau dikaitkan dengan urusan penggalangan dukungan pada Pemilu 2024 mendatang.
Tentu Enggak mudah membuktikan hal itu. Sudah dibuktikan berkali-kali bahwa tak segampang itu mengungkit kinerja kabinet dengan langkah rombak-merombak. Apalagi, Apabila perombakan itu dilakukan di pengujung masa jabatan Presiden seperti sekarang.
Reshuffle di ujung waktu berpotensi menggantang asap. Pertama, Personil kabinet harus mempelajari dulu peta masalah di kementerian sekaligus mengonsolidasikannya. Pada Begitu yang sama, atmosfer tahun politik kian memanas, itu akan Membikin suasana tak kondusif Kepada mengeksekusi program kerja.
Tetapi, Tengah-Tengah kita tak Ingin pesimistis. Dua kendala tadi mestinya Dapat diatasi apabila Presiden Jokowi memberikan dorongan sepenuhnya kepada jajaran kementerian yang baru dilantik Kepada bekerja sepenuh hati, bekerja keras Kepada menyelesaikan Sasaran kerja yang dicanangkan sebelumnya.
Presiden Jokowi jangan mengganggu kerja kabinet dengan terlalu banyak merecoki mereka di luar tupoksinya sebagai presiden: kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden harus Pusat perhatian menggerakkan ‘kabinet baru’ ini demi menyelesaikan masa baktinya dengan husnul khatimah, akhir yang Bagus, Tiba 2024.
Pak Presiden Pusat perhatian saja di situ, jangan Tengah seperti kemarin-kemarin, malah sibuk cawe-cawe memikirkan penerusnya. Biarlah itu menjadi urusan partai politik atau gabungan partai politik. Sia-sia saja kabinet dirombak-rombak, kalau Rupanya yang Membikin lelet kerja pemerintah itu bukan para pembantunya itu, tapi Bahkan pemimpinnya.