Habisi Pungli Restriksi Impor

PEMBERLAKUAN pembatasan baru impor yang turut menyasar barang bawaan dari luar negeri menuai banyak keluhan dari pelaku perjalanan memasuki sepekan pemberlakuannya. Terdapat yang punya pengalaman tidak mengenakkan beradu mulut dengan petugas Bea dan Cukai karena barang bawaannya disebut harus dikenai bea masuk.

Tak sedikit dari pelaku perjalanan yang merasa keberatan. Meski begitu, keberatan itu sebagian disebabkan kekurangpahaman atas ketentuan pembatasan yang berlaku mulai 10 Maret 2024 tersebut. Hal itu akibat kurangnya sosialisasi oleh Bea dan Cukai.

Aturan pembatasan barang bawaan dari luar negeri berlandaskan pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 Mengertin 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Beleid itu direvisi dengan Permendag No 3 Mengertin 2024 yang terbit 7 Maret.

Pelaku perjalanan hanya boleh membawa barang yang dibeli di luar negeri ke Tanah Air dengan nilai maksimum US$1.500 atau sekitar Rp23,4 juta per orang. Restriksi lebih lanjut berlaku untuk barang tertentu.

Cek Artikel:  Kalah Melawan Korupsi

Tas, misalnya, hanya boleh maksimal dua tiap orang. Sepatu atau sandal juga dibatasi dua buah dan barang tekstil jadi seperti pakaian tidak boleh lebih dari lima helai. Ponsel, komputer jinjing, dan tablet maksimal dua unit, sedangkan elektronik lain paling banyak lima unit.

Restriksi berlaku untuk barang yang baru dibeli, bukan barang pribadi yang sudah lama dipakai. Pembuktian tentang barang baru dibeli atau sudah lama ini yang sering memicu perselisihan.

Petugas Bea dan Cukai yang meyakini barang baru dibeli akan meminta bukti. Di sisi lain, kebanyakan pelaku perjalanan tidak menyimpan atau membawa bukti pembelian, apalagi yang sudah lewat berbulan-bulan.

Kebijakan pembatasan barang bawaan dari luar negeri sebetulnya memiliki spirit yang sangat baik, terutama sebagai perlindungan terhadap industri lokal. Pengenaan bea masuk impor membuat barang impor lebih mahal daripada produk domestik.

Hambatan tarif itu sering kali diterobos melalui jalur pelaku perjalanan. Jasa penitipan barang dari luar negeri atau jastip dan jasa jual bagasi menjamur. Itu menciptakan ketidakadilan bagi peritel barang impor yang patuh membayar bea masuk. Industri lokal ikut terpukul oleh kehadiran barang luar negeri dengan harga yang murah.

Cek Artikel:  Begitunya Mengawal Bunyi

Di sisi lain, kebijakan pembatasan barang bawaan pelaku perjalanan dari luar negeri tersebut memunculkan celah penyelewengan. Kita perlu ingatkan kembali pada kasus korupsi pendaftaran IMEI ponsel dan tablet yang terkuak pada tahun lalu. Praktik lancung yang melibatkan sedikitnya 21 pegawai Bea dan Cukai tersebut juga bermula dari pembatasan nilai barang bawaan yang saat itu maksimal US$500.

Petugas menjadikan ponsel yang dibeli pelaku perjalanan melebihi US$500 bisa bebas bea masuk dengan imbal jasa uang. Praktik transaksi itu pertama kali dibeberkan akun X @PartaiSocmed yang mengatasnamakan Milenial Bea Cukai.

Buntutnya, Bea Cukai bersama Bareskrim Polri melakukan penindakan kendati pegawai yang diproses hanya 21 orang. Padahal, praktik tersebut diduga dilakukan secara terstruktur dan masif di seluruh kepabeanan Indonesia.

Cek Artikel:  Menimbang sebelum Menambang

Para pengutil pembatasan impor juga terlihat di kebijakan yang lebih luas. Lihat saja impor baju bekas, sudah lama larangan diberlakukan. Bekingan impor terlarang itu begitu kuat sehingga sampai sekarang baju bekas negeri orang masih membanjiri pusat-pusat kulakan. Akibatnya, pelaku industri tekstil dan produk tekstil lokal megap-megap dan akhirnya bertumbangan.

Agar benar-benar bisa melindungi industri lokal, pemerintah harus memberlakukan pembatasan impor secara lebih adil dan menyeluruh. Tutup semua celah penyelewengan dan tindak tegas para pelanggar.

Di era teknologi pemindaian dan identifikasi yang maju seperti saat ini, rasanya celah penyelewengan kepabeanan bisa dengan mudah dihilangkan. Kita juga tidak kekurangan sumber daya yang mampu menerapkan teknologi antipencoleng itu. Publik tahu benar yang menjadi penghalang bukan ketidakmampuan, melainkan ketidakmauan.

Mungkin Anda Menyukai