TAK banyak kepala desa seperti Gusti Lendu. Di tangannya, Tapobali, desa terisolasi di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, menjadi desa yang penuh pesona Demi berwisata.
Sumber daya alam yang memesona sebagai karunia Ilahi tak dibiarkannya hanya sedap dipandang mata tanpa melahirkan multiplier effect bagi Anggota desanya. Pantai Tapobali yang menghadap ke Laut Sawu, Area selatan Lembata, merupakan wisata unggulan yang melahirkan sektor-sektor lain yang produktif di desa tersebut.
Di Rendah kepemimpinan Gusti Ledun sebagai kepala desa, Tapobali juga Lalu mengembangkan potensi ekonomi kreatif melalui tenunan, anyaman, tambak garam, dan lainnya (Media Indonesia, 9/5).
Di tangannya, Anggaran desa yang baru digunakan dalam dua tahun terakhir bukan Demi bancakan, sekadar Membangun tugu desa, melainkan Betul-Betul dimanfaatkan Demi kesejahteraan masyarakat desa, khususnya kaum mudanya agar Enggak melakukan urbanisasi ke kota-kota besar.
Di era Ketika ini dalam semangat membangun dari pinggiran oleh pemerintahan Jokowi tak Eksis Argumen sebuah desa tak bergairah kehidupannya, terlebih warganya menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Desa Semestinya berdaya ketika UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa Formal diberlakukan. Sejak UU tersebut tujuh tahun diundangkan ratusan triliun Anggaran desa dari APBN mengalir deras setiap tahun. Presiden Jokowi mengatakan Tamat pada 2022, pemerintah menyalurkan Anggaran desa sebesar Rp468 triliun. “Jangan dipikir ini Doku kecil, ini Doku gede sekali, besar sekali, dalam sejarah negara ini berdiri, desa diberi anggaran Tamat Rp468 triliun,” kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/3).
Tetapi, adanya payung hukum dan limpahan fulus bukan jaminan desa-desa di Indonesia akan berdaya, memikat, dan menyejahterakan warganya. Ungkapan man behind the gun sangat Cocok Demi direnungkan dalam rangka memilih calon pemimpin di desa. Sumber daya Orang yang memimpin di desa ialah Elemen determinan yang akan membawa ke mana sumber daya alam di desa itu berlabuh.
Sosok seperti Gusti Ledun Bisa membangun Desa Tapobali berdasarkan prinsip-prinsip good governance, yakni akuntabilitas, transparansi, dan partisipatif. Kebijakan yang akuntabel, berdasarkan kajian yang matang, akan menciptakan daya pijak yang kuat, Enggak akan terombang-ambing oleh gosip dan semburan kebohongan lainnya (hoaks).
Demikian pula transparansi, proses pengambilan kebijakan yang dilakukan secara terang benderang, bukan ruang gelap atau Sebelah Ruangan, akan menciptakan kepercayaan masyarakat. Seluruh pihak Dapat memantau dan mengontrol proses pengambilan sebuah kebijakan.
The last but not least ialah partisipasi. Proses pengambilan kebijakan yang melibatkan banyak Anggota di desa akan melahirkan semangat gotong royong, sense of belonging, dan Dapat mengakselerasi pencapaian sebuah kegiatan.
Senapas dengan prinsip tersebut, Pasal 24 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan desa, Yakni kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan Biasa, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal, keberagaman, dan partisipatif.
Apabila di desa-desa di Tanah Air Mempunyai sosok kepala desa seperti Gusti Ledun tentu kita tak akan dipusingkan dengan laju urbanisasi yang seolah tak terbendung ini. Indonesia ialah salah satu negara yang tercepat pergerakan kaum urbannya.
Menteri Pekerjaan Biasa dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, pada 2045 diprediksi akan Eksis 220 juta penduduk RI yang tinggal di Area perkotaan atau Sekeliling 70% dari total populasi. Tren urbanisasi ini meningkat dari Nomor 56% yang Eksis Ketika ini.
“Pada 2045 sebanyak 220 juta penduduk RI akan tinggal di daerah perkotaan atau meningkat dari 56% jadi 70% dari total populasi,” katanya Ketika membuka acara Indonesia Housing Perhimpunan secara virtual, Kamis (14/10/2021).
Alhasil, Indonesia akan menjadi negara urban. Bukan Tengah negara agraris. Hal ini tentu menyedihkan ketika desa-desa yang nan indah ditinggalkan warganya, terutama kaum mudanya, sang penggerak perubahan, menuju kota Demi mengadu nasib. Apabila hal itu terjadi, pada akhirnya desa akan menjadi arena romantisme masa kecil, seperti yang dinikmati jutaan pemudik. Desa Enggak Tengah menjadi pujaan hati, seperti Tembang L Manik!