Guru Besar UGM Mekanisme Anestesi pada Anak-anak Lebih Berisiko, Dapat Sebabkan Kecacatan hingga Kematian

Guru Besar UGM: Prosedur Anestesi pada Anak-anak Lebih Berisiko, Dapat Sebabkan Kecacatan hingga Kematian
Ilustrasi(freepik.com)

GURU Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK)UGM, Prof. dr. Yunita Widyastuti, M.Kes., Ph.D., Sp.An-TI, Subsp.An.Ped (K) menyampaikan, dalam ilmu anestesi, Mekanisme yang digunakan dalam menangani pasien dewasa dan anak-anak tentu berbeda. Kondisi yang berbeda ini Membangun Mekanisme anestesi anak-anak lebih beresiko komplikasi yang dapat menyebabkan kecacatan hingga Kematian.

Ia menegaskan, perlu pendekatan Tertentu Buat prediksi risiko dan mitigasinya. “Demi ini di Indonesia belum Eksis alat prediksi terjadinya kejadian kritis perioperatif pada anak di Indonesia,” kata dia Demi pidato Guru Besar yang bertajuk “Prediksi Risiko Kejadian Kritis Berat Perioperatif Sebagai Upaya Meningkatkan Keselamatan Pasien Terkait Mekanisme Anestesi pada Anak”, Kamis (6/2) di ruang Balai Senat Gedung Pusat UGM.

Kondisi Kritis Perioperatif merupakan komplikasi pernapasan, jantung, alergi, atau neurologi yang memerlukan intervensi segera yang apabila Enggak segera ditangani dapat menyebabkan kecacatan atau Kematian.

Cek Artikel:  5 Langkah Merawat Paras agar Bisa Glowing dan Elok Natural

Yunita menyampaikan, topik ini sangat Krusial Buat diangkat agar nantinya dapat menjadi Surat keterangan prediksi kejadian kritis perioperatif pada anak dimasa mendatang,” ungkapnya.

Guru Besar Bidang Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif ini menyebutkan, sejumlah Elemen yang dapat mempengaruhi kejadian kritis berat perioperatif pada anak.  Pada anestesi Lumrah, bayi baru lahir lebih berisiko mengalami kejadian kritis perioperatif dibandingkan Golongan usia lainnya karena anatomi neonatus Lagi dalam proses perkembangan. 

Mengacu pada penelitian berbasis data, menunjukkan bahwa anak Perempuan Mempunyai 25% risiko lebih tinggi Buat kejadian kritis kardiovaskuler dibandingkan Pria. “Elemen lain yang mempengaruhi adalah anomali kongenital yang mencakup berbagai kelainan struktur atau fungsi tubuh yang sudah Eksis sejak lahir dan berasal dari masa prenatal, kondisi pasien, dan jenis anestesi yang digunakan,” terangnya.

Cek Artikel:  Seluruh Perempuan Dapat Ekspresikan Diri Tanpa Terhalang Usia

Akurasi skor prediksi kejadian kritis berat perioperatif berdasar sebuah tinjauan sistematis terbaru tentang alat penilaian risiko perioperatif dari 10 studi mendapatkan bahwa tingkat mortalitas dalam studi-studi ini berkisar antara 0,3% hingga 3,6%. 

Prediktor Penting yang digunakan dalam model meliputi usia Demi operasi, kebutuhan Sirkulasi Udara mekanis dalam 48 jam sebelum operasi, dukungan oksigen, dukungan inotropik, sepsis, status kegawatdaruratan kasus, keberadaan perintah “do-not-resuscitate”, transfusi darah preoperatif, kanker, gangguan hematologi, status fisik, serta resusitasi kardiopulmoner sebelum operasi.

Penggunaan alat prediksi risiko kejadian kritis berat perioperatif Mempunyai peran sangat Krusial dalam meningkatkan hasil klinis pasca operasi pada pasien pediatrik. Demi ini perkembangan terbaru adalah penggunaan Artificial Intelligence (AI) Buat identifikasi risiko kejadian kritis berat perioperatif. 

Cek Artikel:  Perkenalkan Filosofi Batik Di Tiongkok dalam ASEAN Ladies Circle

“Beberapa studi menunjukkan manfaat pembelajaran mesin dalam memetakan Elemen risiko komplikasi pascaoperasi,” terang dia.

Menurut Yunita, penilaian risiko kejadian kritis harus dilakukan sebagai upaya meminimalisasi risiko kejadian tersebut. Sasaran Penting dari upaya ini diprioritaskan Buat anak-anak usia lebih muda. 

“Di Indonesia perlu dibuat suatu alat prediksi terstandardisasi Buat memprediksi risiko terjadinya kejadian kritis perioperatif pada anak serta Panduan praktis klinis yang praktis yang sederhana dan mudah digunakan,” tutup dia. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai