
GURU Besar Ilmu Hukum Konstitusi Andi Muhammad Asrun mengungkapkan sejumlah pola yang kerap terjadi dalam sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Bagi pihak yang kalah, biasanya kuasa hukum mereka akan kalap di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, terkadang mereka akan mengungkapkan sejumlah gosip sebagai alat bukti. Padahal, namanya juga gosip bagaimana Dapat dibuktikan,” kata Asrun dalam Bimbingan Teknis dan Pembekalan bagi Para Advokat dalam Menghadapi Perselisihan Hasil Pilkada 2024 di Jakarta, Kamis (21/11).
Kegiatan yang berlangsung hingga Jumat (22/11) itu diselenggarakan oleh Law Office Josua Victor & Partners dan Suryantara, Alfatah, & Partners dan diikutii oleh Sekeliling 50 advokat dari berbagai Area Indonesia.
Karena, lanjutnya, kuasa hukum pemohon berpandangan harus melayani sesuai keinginan Kekasih yang kalah demi memenuhi prinsip gugur kewajiban. “Mereka juga gencar menarasikan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif sebagai bumbu meski minim alat bukti. Sekalian sekadar biar keren,” kata dia.
Di sisi lain, lanjut Asrun, kuasa hukum penyelenggara pemilu selaku termohon harus bersikap tenang dan teliti terhadap hal mendetail. Ketelitian itu Buat menilai kelayakan suatu permohonan yang diajukan pemohon.
“Bagus dari sisi kewenangan, tenggaang waktu, ambang batas, surat kuasa, pokok permohonan, serta persentase perolehan Bunyi. Begitu Terdapat yang Bukan sesuai, harus ajukan eksepsi tanpa ragu. Karena, sering Terdapat masalah di situ. Misalnya, Terdapat saja persidangan Buat daerah X, Rupanya isi permohonannya Bahkan daerah Y. Rupanya, kuasa hukum pemohon yang menangani beberapa perkara hanya copy paste berkas yang Terdapat,” paparnya.
Dalam eskepsi, sambungnya, kuasa hukum termohon harus memaparkan secara gamblang dan lugas kelemahan permohonan. “Jangan karena Ingin dianggap pintar, berlomba-lomba mengutip teori dan pendapat yang sebenarnya Bukan terkait. Langsung saja ke pokok persoalan, Sehingga, hakim Dapat lebih mudah memahami masalahnya dan langsung menyatakan dismissal,” ucapnya.
Di sisi lainnya, sambungnya, kuasa hukum pihak terkait sebenarnya bekerja lebih ringan. Pasalnya, sebagian besar beban mereka akan diselesaikan oleh kuasa hukum penyelenggara pilkada.
Dalam kesempatan sama, Hakim MK periode 2019-2024 Wahidudddin Adams mengungkapkan, para pihak yang bersengketa di MK harus mempersiapkan alat bukti yang Absah dan valid. Selain itu, alat bukti harus disusun secara rapih di daftar bukti beserta fisiknya.
“Selain itu, Sekalian permohonan harus terarah. Kalau hendak mengatakan terjadi penggelembungan Bunyi, harus Terang. Di tempat pemungutan Bunyi (TPS) mana, oleh siapa, berapa Bunyi. Dan Sekalian harus disertai form C1,” katanya.
Sekalian itu, sambung dia, akan membantu hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus permohonan dalam sengketa pilkada. (Hnr/I-2)

