Greenpeace Dalih Sedimentasi untuk Ekspor Pasir hanya Pikiran-akalan Jokowi

Greenpeace: Alasan Sedimentasi untuk Ekspor Pasir hanya Akal-akalan Jokowi
Aksi Greenpeace dan Wlahi menolak tambang pasir laut di Sulsel.(Dok. Greenpeace)

JURU Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menyebut alasan sedimentasi yang ganggu jalur kapal hanya akal-akalan pemerintah atau Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka kembali keran ekspor pasir laut.

“Bahwasannya ini sebenarnya akal-akalan pemerintah saja untuk bisa mengambil pasir atau menambang pasir. Apabila lihat dari statement Jokowi bahwa yang diambil adalah sedimentasi yang mengganggu pelayaran, jalur pelayaran. Dari peta yang dituarkan atau dari wilayah-wilayah penambangan yang dirilis oleh pemerintah, itu sampai hari ini kita tidak melihat adanya korelasi antara gangguan pelayaran yang terjadi dengan wilayah tambang yang ada,” kata Afdillah saat dihubungi, Selasa (17/6).

Selain itu tidak pernah mendengar ada kasus kapal berlayar di tengah laut kemudian tersangkut oleh sedimentasi yang dimaksud karena itu hal yang tidak masuk akal.

Cek Artikel:  Tidur Ayal di Akhir Pekan Bisa Menurunkan Risiko Penyakit Jantung hingga 20 Persen

Baca juga : Pengerukan Pasir Laut Istimewakan Restorasi Pesisir yang Rusak, Bukan Dijual

“Jadi tidak ada alasan bagaimana wilayah tersebut terjadi sedimentasi yang sedemikian masif, kemudian itu wilayah pelayaran dan kapalnya terganggu. Jadi itu sesuatu yang memang dicari-cari alasannya oleh pemerintah atau oleh Presiden Jokowi hari ini,” ungkapnya.

Afdillah menjelaskan sedimentasi seharusnya dalam bentuk lumpur. Kemudian kalau memang sedimen yang diambil dalam bentuk lumpur, lumpur itu tidak punya nilai jual. Praktik-praktik proses pengangkatan sedimen atau pasir laut, memang yang dihisap adalah pasirnya, kemudian lumpurnya akan dilepas lagi ke laut dan itu menyebabkan kekeruhan dan dampak lainnya.

Apabila pemerintah ingin mengeruk pasir dan lumpurnya, tentu ada tahapan berikutnya yang harus disiapkan oleh pemerintah. Seperti lumpurnya akan dibuang ke mana dan korelasi wilayah konsesi dan jalur kapal.

Cek Artikel:  Prakiraan Cuaca Jakarta Malam ini 10 September 2024, BMKG Berawan

Baca juga : Ekspor Pasir Laut Rusak Ekosistem dan Rugikan Nelayan, Pemerintah tidak Acuh

Distrik-wilayah konsesi yang dirilis oleh pemerintah sangat luas dan itu tidak relevan dengan jalur pelayaran karena ada garis-garis jalur pelayaran sementara konsesi berbentuk blok tidak melebar.

“Ini adalah upaya penambangan pasir, bukan untuk pengambilan sedimen yang mengganggu atau merusak, mengganggu pelayaran justru merusak ekosistem karena nggak relevan dan nggak masuk akal apa yang disampaikan. Ini hanya mengada-ada saja untuk mencari justifikasi untuk melakukan penambangan pasir dan mengekspor ke luar negeri,” ujar dia.

Tujuan ekspor yang sejauh Greenpeace identifikasi merupakan negara yang masih melakukan reklamasi dan membutuhkan pasir seperti Singapura.

Cek Artikel:  Misalnya Surat Tugas untuk Perjalanan, Penugasan, Instrukturan dan Pengganti Sementara

Baca juga : Presiden Jokowi: Yang Diekspor Itu Sedimen, bukan Pasir Laut

Pasir dari semua negara ASEAN diambil dari Malaysia dan negara-negara lainnya. Kemudian hampir semua negara melakukan moratorium karena merasakan banyak sekali kerugian-kerugian akibat dari dibukanya keran ekspor pasir.

“Karena banyak mafia-mafia yang bermain di belakang itu. Dan tidak seimbang antara kerusakan lingkungan dengan keuntungan yang didapatkan oleh negara-negara. Karena yang mendapat banyak keuntungan dari proses itu adalah para mafia yang ada di belakang itu,” jelasnya.

Eksispun pengerukan pasir ada di daerah pantura Jawa, Kepulauan Riau, kawasan Indramayu, Banyuwangi, kemudian hingga daerah Jepara. (Z-9)

Mungkin Anda Menyukai