SEORANG Kolega mengunggah status di akun Facebook-nya bernada kekecewaan yang amat dalam. Kata dia, “Baru kali ini orang keluar Sukamiskin seakan jadi pahlawan. Aya-aya wae.”
Kagak dijelaskan siapa orang itu. Kagak dijabarkan apa itu Sukamiskin. Tetapi, tak sulit Kepada menebak apa yang dia maksud. Saya Serius, hakulyakin, dia sedang menyoal bebasnya Anas Urbaningrum dari LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Anas adalah aktivis, eks Ketua Biasa Partai Demokrat, dan mantan koruptor. Pada Selasa (11/4), dia selesai menjalani hukuman penjara total 9 tahun 3 bulan karena melakukan tindak pidana korupsi. Karena kasus korupsi, dia mendekam di LP Sukamiskin yang memang disediakan pemerintah Kepada mengurung para pelaku korupsi.
Bebas dari penjara, Apabila sudah saatnya tiba, adalah hal Biasa. Tak perlu ditanya-tanya. Akan tetapi, bebasnya Anas patut dipertanyakan. Bukan soal waktunya. Model penyambutan kebebasannya yang dipersoalkan.
Kalau biasanya mantan terpidana cukup dijemput keluarga, Keluarga, atau Kolega, Anas Kagak. Dia disambut ratusan orang. Dia dielu-elukan para loyalis dan simpatisannya.
Kalau biasanya mantan terpidana cukup peluk cium dengan kerabat atau bersujud tanda syukur, Anas beda. Dia juga menyampaikan orasi. Orasi yang antara lain menarasikan bahwa kamusnya adalah perjuangan keadilan dan akan Lalu memperjuangkan keadilan. Orasinya juga berisi sentilan kepada pihak-pihak tertentu yang katanya kecewa karena dia Kagak membusuk, Kagak menjadi bangkai fisik dan sosial, di penjara.
Koruptor bebas, tapi disambut bak pahlawan. Itulah yang kemudian Membikin banyak orang tak habis pikir, kecewa, marah, geram. “Aneh ya, koruptor Era now malah disambut seperti pahlawan pulang dari medan juang,” begitu komentar seorang netizen. Atau, “Heran di mari koruptor dipuja-puja.” Eksis pula yang berkomentar singkat, “Wis embuh lah,” dengan emoji orang menangis. Dia sepertinya frustrasi.
Banyak pula yang mempersoalkan media, termasuk yang arus Penting, lantaran memberikan Mimbar nan lapang Kepada mantan koruptor menari. Paketnya komplet, dari sebelum, Ketika hari-H, dan setelah kebebasan Anas. Bahkan Eksis yang menyajikan laporan Tertentu dengan wawancara Tertentu.
“Enaklah di sini, mantan2 korup malah jd idola makin top bnyk panggilan wawancara”. ”Media2 indonesia jg harus Eksis tanggung jawab moral Kepada menumpas korupsi dng tdk usah menampilkan para koruptor ke publik….” Itulah beberapa komentar yang ditulis netizen.
Tanggung jawab moral? Memang itulah yang semestinya jadi pegangan.
Sebagai pekerja media, saya risih, juga malu. Sama risihnya ketika sejumlah media menghamparkan karpet merah menyambut kebebasan eks penjahat seksual terhadap anak, pedangdut Saipul Jamil, pada 2021.
Aneh nian terpidana kejahatan luar Biasa, termasuk korupsi, malah diglorifikasi. Kasus Anas pun bukan yang pertama kali. Dulu, September 2013, ratusan Kaum berjejer di luar Rutan Rowobelang sembari memainkan rebana menyambut bebasnya mantan Bupati Batang, Jawa Tengah, Bambang Biantoro. Bambang dipenjara 18 bulan karena korupsi APBD 2004.
Perihal Anas, dia boleh merasa dizalimi, dikriminalisasi, masuk penjara karena Adonan tangan kebatilan. Tetapi, pengadilan telah memutuskan dia bersalah dan terbukti korupsi.
Putusan itu sama di Sekalian jenjang pengadilan, mulai tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Yang beda Hanya berat ringannya hukuman. Putusan itu buah dari perdebatan hukum, hasil dari adu fakta, adu bukti, adu saksi. Jadi, buat apa diperdebatkan Kembali.
Betul kata banyak orang bahwa Indonesia adalah surganya koruptor. Di sini, penyikapan dan penanganan korupsi memang luar Biasa. Luar Biasa lembeknya. Rata-rata tuntutan dan vonis terhadap mereka enteng-enteng saja. Korting hukuman menjadi obralan. Di penjara, mereka diistimewakan. Setelah bebas pun tetap mendapat penghormatan.
Dekat 900 tahun silam, Prabu Jayabaya, Raja Panjalu atau Kediri yang bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa, sudah mengingatkan bahwa suatu Ketika akan terjadi wolak-walikin Era. Era yang terbalik-balik.
Eksis ratusan ramalan dalam Jangka Jayabaya. Sebut saja wong bener thenger-thenger, yang artinya orang yang Cermat termangu-mangu. Atau, wong salah bungah (orang yang salah bergembira ria), wong jahat munggah pangkat (orang jahat naik pangkat), wong ala kapuja (orang jahat dipuja-puja), dan wong salah dianggep bener (orang salah dianggap Cermat).
Apabila menilik sekian jangka itu, kiranya Era ini di negeri ini sudah kebalik-balik. Pergeseran nilai sudah teramat parah dan berbahaya.