Gibran Sebut Survei Salah

WALI Kota Solo Gibran Rakabuming Raka masih mampu merawat akal warasnya. Ia tidak mau terbuai dengan hasil survei yang disebutnya salah. Gibran pun meminta survei itu dikoreksi.

Permintaan Gibran masuk akal. Ia belum genap lima tahun belajar memimpin sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Ia juga mengaku tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan cawapres. Akan tetapi, hasil survei menempatkan dirinya sebagai cawapres paling populer menjadi pendamping Prabowo Subianto.

Popularitas Gibran di angka 66,5% dengan tingkat kesukaan 82,6% melampaui Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, dan Airlangga Hartanto. Tiga nama terakhir itu memiliki mesin politik dan sebaran kader di seluruh pelosok negeri. Mereka sudah bekerja secara baik terbuka maupun terselubung untuk mengerek elektabilitas.

Keraguan Gibran atas hasil survei itu bisa dijadikan alasan kuat untuk menggugat keberadaan lembaga survei. Jujur dikatakan bahwa menjelang Pemilu 2024, lembaga survei bermunculan bak cendawan di musim hujan. Beda-beda tipis antara lembaga survei, konsultan politik, dan tim pemenangan alias tim sukses.

Aturan yang ada saat ini belum mampu untuk mencegah kehadiran lembaga survei terselubung. Aturan yang dimaksud ialah Peraturan Komisi Pemilihan Biasa (PKPU) Nomor 9 Pahamn 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada.

Cek Artikel:  NU bukan Daun Bawang

Survei atau jajak pendapat masuk kelompok pelaksanaan partisipasi masyarakat yang bentuk lainnya berupa sosialisasi, pendidikan politik bagi pemilih, dan penghitungan cepat.

Persyaratan lembaga survei yang diatur dalam Pasal 16 ayat (2) PKPU 9/2022 ialah berbadan hukum di Indonesia; bersifat independen; mempunyai sumber dana yang jelas; dan terdaftar di KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota. Pendaftaran lembaga survei paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.

Dengan demikian, terdapat kekosongan regulasi terkait dengan kehadiran banyak lembaga survei saat ini yang ditengarai menjalankan survei tanpa mengindahkan kaidah-kaidah ilmiah. Sulit dibedakan antara lembaga survei benaran dan abal-abal. PKPU 9/2022 hanya mengatur survei dalam kurun waktu 30 hari sebelum hari pemungutan suara.

Akibatnya, meminjam argumentasi yang pernah disampaikan Jefrie Giovani, akan terjadi pencampuradukkan antara hasil kerja akademis yang objektif serta independen dan hasil kerja tim sukses yang penuh kepentingan. Meskipun metodologi keduanya sama-sama bisa dipertanggungjawabkan secara akademis, tetap ada sisi lain yang membedakan secara signifikan di antara keduanya, misalnya dalam pemilihan sampel dan penyusunan pertanyaan.

Cek Artikel:  Kasih untuk Rafah

Elok nian bila lembaga survei mengedepankan prinsip integritas, transparan, dan independen. Bukan membela yang bayar. Karena itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-VII/2009 kiranya tetap dipedomani.

Menurut MK, jajak pendapat atau survei ialah ilmu dan sekaligus seni. Penyusunan sampel dan angket, penyediaan perlengkapan survei, serta analisis hasilnya merupakan ilmu penelitian pendapat publik berdasarkan metode dan teknik yang sudah mantap dan absah, sedangkan seninya terletak dalam penyusunan pertanyaan dan pilihan kata yang dipakai dalam pertanyaan.

MK juga menguraikan perbedaan survei di Amerika Perkumpulan dan Indonesia. Survei di AS merupakan bagian dari kampanye sehingga dapat dilakukan lembaga yang independen yang tidak terikat kepada salah satu kontestan politik peserta pemilu, tetapi dapat juga merupakan bagian atau atas permintaan (pesanan) salah satu peserta pemilu.

Di Indonesia, menurut MK, survei bukan bagian dari kampanye, melainkan masuk terkait dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu sehingga lembaga survei dituntut untuk independen.

Cek Artikel:  Pemimpin yang Memuliakan Rakyat

“Terlepas dari apakah survei dan lembaga survei merupakan bagian dari strategi kampanye peserta pemilu atau independen, sebagai suatu kegiatan ilmiah, kegiatan survei dan lembaga survei harus tetap mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dalam survei yang dapat diketahui publik,” demikian MK.

Kalau Gibran menolak hasil survei terkait dengan dirinya, ke mana gerangan arah lembaga survei tersebut? Pemikiran Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi bisa dijadikan rujukan.

“Promosi kelayakan Gibran (35 tahun) untuk jadi cawapres yang tidak proper secara hukum adalah bagian agitasi yang bisa saja memengaruhi Mahkamah Konstitusi, yang saat ini dipaksa menjadi penentu dapat atau tidaknya Gibran ikut berlaga,” kata Hendardi.

Ketika ini ada tiga perkara di MK yang semuanya menuntut syarat usia capres minimal 35 tahun dari yang diatur undang-undang minimal 40 tahun. Saran yang disampaikan Hendardi sangat ekstrem, MK sudah sepantasnya menunda pemeriksaan perkara terkait dengan batas usia itu hingga pilpres usai. Kita menyarankan, jika MK mengabulkan permohonan tersebut, aturan itu sebaikya berlaku pada Pilpres 2029.

Mungkin Anda Menyukai