Liputanindo.id – Pemerintah Amerika Perkumpulan membantah laporan yang menyatakan pihaknya memperpanjang tawaran amnesti kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Tuduhan itu menyebut AS berupaya membuat Maduro mundur dari kekuasaan di tengah kekacauan politik yang terjadi.
“Sejak pemilu 28 Juli, kami belum memberikan tawaran amnesti khusus kepada Maduro atau pihak lain,” kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre, dikutip AFP, Selasa (13/8/2024).
“Yang bisa saya sampaikan adalah, sejak pemilu, kami belum memberikan tawaran seperti itu,” imbuhnya.
Bantahan tersebut dikeluarkan menyusul laporan harian Wall Street Journal yang mengatakan pemerintahan Biden melakukan pembicaraan rahasia agar Maduro melepaskan kekuasaannya. Pembicaraan itu disebut sebagai tawaran jangka panjang yang mencakup perlindungan Maduro dan para pejabat seniornya dari penuntutan.
Selain itu, laporan tersebut juga mengatakan bahwa jaminan Washington tidak akan meminta ekstradisi mereka. Tetapi Jean-Pierre tidak menjelaskan apakah tawaran tersebut diberikan menjelang pemilu 28 Juli.
Dewan Pemilihan Nasional Venezuela mengumumkan pada 29 Juli bahwa Presiden Nicolas Maduro telah mendapatkan masa jabatan ketiga dengan perolehan suara 51,2 persen, hasil yang ditolak oposisi, yang menyatakan bahwa hasil pemilu tersebut palsu.
Atas penolakan tersebut, pemimpin oposisi Maria Corina Machado mengajak warga berpartisipasi dalam protes massal pada 17 Agustus untuk menentang hasil pemilu.
Jean-Pierre mengatakan bahwa lebih dari 80 persen lembar penghitungan suara yang diterbitkan kelompok masyarakat sipil menguatkan klaim adanya penipuan dan karena itu kami pikir Maduro harus mengakuinya.
Sementara itu, Departemen Pertahanan pada Maret 2020 mengumumkan dakwaan terhadap Maduro dan 14 pejabat senior pemerintahannya atas berbagai tuduhan, termasuk tuduhan bahwa Maduro bekerja sama dengan pemberontak FARC untuk “membanjiri” AS dengan kokain.