Gara-Gara Penyerobotan Tanah, Polresta Palu Digugat Praperadilan

Gara-Gara Penyerobotan Tanah, Polresta Palu Digugat Praperadilan
Edi Hasan menunjukkan tembok permanen yang dibangun tetangganya dengan menyerobot lahan miliknya.(MI/Mitha Meinansi)

EDI Hasan, Penduduk Kota Palu, Sulawesi Tengah, terpaksa harus menempuh jalur hukum setelah sebagian kecil tanah miliknya yang berlokasi di Jalan Cut Nyak Dien, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, diserobot. Lahan itu diambil oleh tetangganya, dan didirikan bangunan dengan tembok permanen.

Melalui kuasa hukum Gaspar M Lamapaha Berbarengan timnya, Edi Hasan, sebagai pemohon mengajukan praperadilan terhadap Polres Kota Palu atas penghentian penyidikan perkara penyerobotan tanah miliknya terhadap bangunan kepunyaan Frangky maupun Andreas. “Sebenarnya ini bukan mengenai ukuran, tapi klien kami menjadi sakit karena merasa ditantang setelah haknya diambil. Ujungnya berdampak pada penghentian perkara,” ujar Gaspar, Selasa (4/2).

Menurutnya, berdasarkan surat ukur tanah yang dikeluarkan BPN, batas tanah yang Terang dengan lebar 80 sentimeter dan 35 sentimeter sepanjang 11 meter adalah termasuk Punya Edi Hasan yang ditentukan dalam sertifikat tanah miliknya.

Cek Artikel:  Kapolri: Kalau Betul Terdapat Polisi Mintai Guru Supriyani Rp50 Juta, Saya Akan Pecat!

Gaspar menyampaikan perkara tersebut sebenarnya Bukan akan muncul kalau pelaku penyerobotan menyadari dan meminta Ampun atas kesalahannya, serta mau menyelesaikan dengan Metode Berkualitas-Berkualitas sedari awal Begitu pembangunan dilakukan.

“Tapi yang terjadi klien kami Bahkan ditantang. Pelaku bilang silahkan lapor polisi Tamat ke pengadilan, bawa Seluruh bukti-buktimu,” kata Gaspar.

Tantangan itulah yang Membangun pemohon berupaya Demi mendapatkan kembali haknya, sekalipun proses hukumnya terbilang panjang, dan telah memakan waktu hingga dua tahun lamanya.

Gaspar menyebutkan, intinya permohonan praperadilan tetap pada dalil permohonan penghentian penyidikan atau surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan cacat hukum.

“Kami optimistis apa yang kami dalilkan, Bisa kami buktikan,” tandas Gaspar.

Cek Artikel:  Komplotan Spesialis Pencuri Truk dan Pikap di Jawa Timur Berhasil Ditangkap

Dalam sidang Praperadilan yang digelar Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, pada Senin (3/2) Lampau dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Pemohon mengajukan Saksi Ahli Prof Muzakkir dari Fakultas Hukum Pidana Universitas Islam Yogyakarta (UIY).

Dua saksi lainnya adalah petugas dari ATR/BPN Palu, Rexi Tandi dan Moh Kasim. Dalam kesaksian tersebut, mereka menyampaikan telah melakukan pengembalian batas ke sertifikat awal, dan sudah pernah disepakati oleh kedua pihak dan pihak terkait lainnya.

Hasilnya Bukan terjadi tumpang tindih sertifikat, melainkan Eksis kelebihan penguasaan. Berita acara hasil pengembalian batas tersebut juga sudah diserahkan kepada penyidik beberapa waktu Lampau. Sementara itu, saksi Ahli dalam penyampaiannya di hadapan Majelis Hakim dalam kasus Permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon Edi Hasan terhadap Termohon Polresta Palu, Prof Muzakkir berpendapat bila telah melampaui batas, Bukan Eksis sengketa perdata, melainkan masuk perkara pidana.

Cek Artikel:  Pelaku Pencabulan di Gorontalo Terancam Pidana 15 Tahun Penjara

“Sengketa keperdataan itu enggak Eksis, karena sama-sama masing-masing punya sertifikat hak Punya dan yang kedua punya sertifikat ukur dan itu Bukan tumpang tindih. Masing-masing punya hak dalam Letak di tempat mana yang bersangkutan. Artinya apa? Bukan sengketa perdata,” urai Muzakkir.

Ia menjelaskan, karena batasnya Terang dan sudah diakui oleh BPN dalam surat ukur yang dimaksud, sehingga melampaui batas membangun namanya masuk perkara pidana.

“Itulah dalam bahasa hukum pidana disebut sebagai penyerobotan tanah orang lain,” sebut Muzakkir. Karena itu, dirinya berpendapat perbuatan tersebut memang memenuhi unsur pasal 167 KUHPidana. Sehingga dengan demikian, Bukan Eksis Dalih menghentikan penyidikan. (MT/J-3)

Mungkin Anda Menyukai