Lagi ingat kasus Fidelis Arie Suderwoto? Ia dipenjara karena meramu ganja Kepada istrinya, Yeni Riawati, yang didiagnosis mengidap syringomyelia, suatu penyakit sumsum tulang belakang.
Kisah Fidelis dapat dibaca dalam putusan Pengadilan Negeri Sanggau Nomor 111/Pid.Sus/2017/PN Sag. Putusan yang dibacakan pada 2 Agustus 2017 itu menghukum Fidelis dengan pidana penjara 8 bulan dan denda Rp1 miliar. Apabila denda Tak dibayar diganti dengan pidana penjara selama satu bulan.
Menelaah putusan, tampak hakim berada dalam dilema. Disebutkan bahwa hakim mengutamakan asas keadilan hukum ketimbang kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Majelis hakim Menonton tujuan terdakwa menggunakan ganja Kepada mengobati orang yang sangat dicintainya yang pada akhirnya meninggal dunia pada Begitu terdakwa berada dalam tahanan.
Putusan hakim itu merefleksikan sikap negara yang gagal memerangi narkoba kemudian berpandangan hitam putih. Tanpa pandang bulu mengkriminalkan semuanya, termasuk pemakai narkoba yang senyatanya pasien yang telah terserang sarafnya dan nyaris Tak tersembuhkan seperti kasus Yeni Riawati.
Pengakuan Ridanto Busono Raharjo Dapat dijadikan Komparasi. Ia memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada 6 Januari 2022.
Ridanto mengidap nyeri neuropatik kronis akibat kecelakaan yang dialaminya pada 1995. Tangan kanannya mengalami kelumpuhan dan nyeri hingga Begitu ini. Ia menerangkan dirinya menggunakan ganja Kepada meredakan rasa nyeri.
“Dampak ketika saya menggunakan ganja saya merasa rileks. Penderitaan nyeri kronis kategori neuropatik seperti saya ini merasakan rasa nyeri yang intensif. Nyaris seluruh tubuh saya, kesadaran, otot setiap Begitu harus mengantisipasi rasa nyeri setiap Begitu dengan frekuensi yang tinggi. Ketika saya menggunakan ganja, saya menjadi rileks dan saya menghadapi rasa rileks dengan tenang,” ujar Ridanto dikutip dari website MK.
Sudah dua tahun MK menyidangkan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020. Perkara itu dimohonkan Dwi Pertiwi (Pemohon I), Santi Warastuti (Pemohon II), Nafiah Murhayanti (Pemohon III), Perkumpulan Rumah Cemara (Pemohon IV), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) (Pemohon V), dan Perkumpulan Lembaga Donasi Hukum Masyarakat atau Lembaga Donasi Hukum Masyarakat (LBHM) (Pemohon VI).
Para pemohon menguji secara materiil Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 tentang Narkotika yang melarang penggunaan ganja Kepada pelayanan kesehatan.
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a menyebutkan yang dimaksud dengan narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan Kepada tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan Tak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Pasal 8 (1) menyatakan narkotika Golongan I dilarang digunakan Kepada kepentingan pelayanan kesehatan.
Narkotika Golongan I berpotensi sangat kuat dalam menimbulkan ketergantungan dan dilarang Kepada pengobatan. Contohnya opium, heroin, dan ganja. Pelarangan itu dianggap merugikan hak konstitusional pemohon karena menghalangi pemohon Kepada mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon.
Anak pemohon Dwi Pertiwi pernah diberikan terapi minyak ganja (cannabis oil) yang menderita cerebral palsy semasa terapi di Victoria, Australia, pada 2016. Akan tetapi, sekembalinya ke Indonesia, pemohon menghentikan terapi tersebut karena adanya Denda pidana sebagaimana diatur dalam UU Narkotika. Tidaklah berlebihan Kepada menyebut Dwi Pertiwi menggugat UU Narkotika atas nama Asmara kepada anaknya.
Ganja diharamkan di sejumlah negara termasuk Indonesia, tetapi sejumlah negara sudah melegalkan Kepada kepentingan medis, misalnya Argentina, Kroasia, Siprus, dan Thailand.
Kita memberi apresiasi kepada Wapres Ma’ruf Amin yang meminta Majelis Ulama Idonesia (MUI) segera Membangun fatwa Kepada dijadikan Panduan terkait dengan penggunaan ganja Kepada kesehatan.
Elok nian bila pemerintah satu kata terkait dengan ganja Kepada kesehatan. Para Spesialis yang diajukan pemerintah dalam uji materiil UU Narkotika di MK Malah Tak setuju ganja dijadikan obat.
Saya terharu membaca pleidoi Fidelis Arie Suderwoto pada 19 Juli 2017 berjudul Surat Kepada Istriku Tercinta, Yeni Riawati. ‘Semenjak Papa mulai intensif memberikan Mama ekstrak ganja, Mama juga mulai Lancar berkomunikasi kembali. Kita jadi sering berbagi cerita kembali. Mama banyak mengingat kenangan-kenangan yang pernah kita lalui Berbarengan’, tulis Fidelis.
Biarkan MK memutuskan nasib ganja Kepada kepentingan medis, apa pun putusannya wajib diterima.