
PILPRES 2024 akan Mempunyai kekhasannya tersendiri yang sangat berbeda dengan pemilu sebelumnya. Hal ini bila ditinjau berdasarkan fenomena yang menyertai prosesnya, terutama pemilih. Diperkirakan pemilu ini akan diikuti oleh 74% dari populasi Anggota negara. Tetapi kali ini pemilih akan didominasi oleh kalangan milenial (Sekeliling 68 juta) dan pemilih pemula yang berasal dari generasi Z (46 juta).
Bagi partai politik pendukung calon presiden, keberadaan milenial dan Gen-Z membawa konsekuensi serius berupa tantangan Kepada mengubah pola dan isu kampanye yang tradisional menjadi isu yang lebih sesuai kebutuhan mereka. Kaum milenial umumnya lebih kritis terhadap figur, dan Tak punya fanatisme pada partai politik.
Baca juga: Pengamat: Cawe-cawe Jokowi Skandal Politik di Akhir Masa Jabatan
Sementara Gen-Z dapat dianggap Grup pemilih yang sama sekali jauh dari wawasan partai politik yang merupakan mesin penggerak Esensial proses kampanye dan pemenangan calon.
Konsekuensinya, partai politik dituntut meningkatkan improvisasi yang lebih kreatif, lebih kritis, dan membawa Asa pada peningkatan kualitas hidup kaum milenial.
Baca juga: Pesantren Jangan Jadi Tempat Ritual Dulang Bunyi 5 Tahunan
Barangkali, di antara kandidat capres yang telah mencoba mengeksplorasi realitas baru itu adalah Anies Baswedan. Itu kelihatan dari upayanya mengeksplorasi isu-isu berlatar populisme Religi, menjauh dari ‘penguasa Lamban’ (seperti tatkala ia meninggalkan Agus Harimurti Yudhoyono) dan mengambil posisi seolah-olah berseberangan dengan kebijakan pemerintah Ketika ini. Itu Terang dilakukan demi mendapat simpati dari Grup milenial yang ditenggarai merupakan pemilih kritis.
Dalam berbagai survei tentang tingkat kesukaan anak muda terhadap tokoh yang diperbincangkan akan maju pada pemilu 2024, Erick Thohir selalu mendapatkan perolehan tertinggi karena dipersepsi oleh anak-anak muda berhasil dalam memajukan BUMN. Disamping itu, keberhasilannya dalam melakukan transformasi sepak bola Indonesia juga menjadi daya tarik yang kuat dikalangan para pemilih muda.
Menurut sebuah laporan Spesifik situs BBC Indonesia, pilpres kali ini berbeda antara lain karena para kandidat presiden Tak mengumumkan wakilnya. Tiba-Tiba berkembang rumor bahwa pemilu 2024 adalah pertarungan cawapres. Tentu Eksis sedikit kebenaran dalam rumor semacam itu, karena di antara kandidat capres yang telah mengumumkan wakil hanya Anies Baswedan. Tetapi, apa yang lebih menonjol adalah latar belakang figur para kandidat cawapres yang muncul di Mimbar percakapan politik kini terdiri dari pejabat tinggi birokrasi Kabinet Indonesia Maju yang Lagi atau pernah menjabat.
Selain Erick Thohir yang selalu teratas di tabel survei dan simulasi laporan hasil dari sejumlah lembaga survei, mari kita ingat nama-nama berikut; Ridwan Kamil (Gubernur Jabar), Sandiaga Uno (Mentri Parekraf), Mahfud MD (Menkopolhukam), Muhadjir Effendy (Menkobud), Andika Perkasa (mantan Pangab), Gibran Rakabuming Raka (Walikota Solo) hingga Susi Pudjiastuti (mantan mentri Kelautan). Di antara nama yang muncul hanya Agus Harimurti Yudhoyono dan juga Yenni Wahid yang Tak berlatar birokrat. Apa yang Dapat diterangkan dari fenomena itu?
Di satu sisi, mitos menjadi pejabat tinggi negara Dapat memberi akses VIP ke jenjang capres-cawapres seolah mendapat legitimasi. Tetapi Ketika bersamaan, fenomena tampilnya kalangan birokrasi itu sebenarnya melempar topik baru yang menarik dikaji secara cermat. Lantaran dapat menjadi penanda munculnya suatu gejala baru dalam proses demokrasi kita, yakni meluasnya distribusi demokrasi ke ranah birokrasi.
Fakta bahwa nama-nama yang muncul merupakan hasil imajinasi dan pandangan publik – merupakan sinyal yang Berkualitas karena menampakkan adanya kepercayaan publik yang Lalu membaik pada birokrasi secara Standar. Dengan kata lain, Tak Eksis pertentangan antara birokrasi dan demokrasi di sini, sebagaimana anggapan klasik yang biasanya menempatkan keduanya dalam status yang selalu berbenturan, di mana birokrasi dianggap penghalang laju demokrasi. Perlu studi lebih mendalam Kepada menyimpulkan ketepatan pandangan ini.
Tetapi yang Terang, latar belakang birokrasi para kandidat yang ikut berkontestasi, berpotensi membawa proses pilpres pada koridor isu dan visi kampanye yang senada seirama sekalipun mereka berada di kubu yang berseberangan. Visi yang sama pada gilirannya akan Membangun pemerintahan baru terdorong melanjutkan program-program strategis dari pemerintahan yang digantikan.
Sepertinya, dengan suasana politik semacam itulah cita-cita pembangunan berkelanjutan dapat direalisasikan. Bukan dengan menggonta-ganti secara sembarangan yang dapat Membangun tatanan dan dinamika nasional menjadi mandeg karena Lalu menerus memulai – tanpa pernah berjalan. Sementara, tantangan dunia Mendunia menuntut terciptanya suatu kondisi masyarakat dan negara yang siap maju dan berpacu.
Maju berkelanjutan
Istilah bola liar pernah dipakai Erick Thohir pada sebuah komentar spontannya di media elektronik Ketika menjawab pertanyaan pewarta soal namanya yang selalu teratas dalam survei demi survei dari sejumlah lembaga survei. Ia Terang sangat berhati-hati, walaupun belakangan Partai Amanat Nasional menyatakan akan mengusungnya selaku cawapres mendampingi Prabowo Subiantò.
Bagaimana pun, pilihan terbijak bagi Erick tetaplah menampilkan diri sesuai tanggungjawab yang diembannya selaku mentri BUMN, bukan sebagai man on top yang dapat menjadi lubang jebakan mengingat Lagi liarnya manuver politik para kandidat Kepada sosok cawapres.
Bagi Erick sendiri, apa yang terlebih pokok dan urgen adalah mempertahankan modal politiknya yang kompleks, yang sepanjang Dekat satu Sepuluh tahun Sepatutnya telah teruji Berkualitas melalui keterlibatannya di kabinet pemerintahan Joko Widodo selaku mentri dan pengemban berbagai tugas Standar yang Krusial, maupun modal sosial selama menjalankan profesi selaku seorang pegiat bisnis yang berhasil, pegiat olahraga, dan juga seorang filantropi.
Tak kecuali, potensinya yang tampak Lalu berkembang dalam membangun budaya solidaritas dengan berbagai unsur kemasyarakatan. Segala itu, sejauh konsisten dipertahankan dan dijalankan secara wajar, dapat membawa Erick Thohir ke titik terbaik pusaran cawapres. Sehingga, tak hirau dengan adanya Corak Corak berbagai manuver politik politisi, Tetapi pada gilirannya, penulis Pasti, titik terbaik itu akan mengarah padanya. Ya, mengarah kepada Erick Thohir.

