Era Gelap Astina

Era Gelap Astina
Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)

SALAH satu problem kebangsaan Ketika ini ialah terlalu banyak orang yang Kagak Mempunyai kapabilitas, tapi menjadi pejabat negara. Jangankan soal integritas, dari solah-bawa (perilaku-bicara)-nya saja tak mencerminkan orang-orang berkualitas.

Itulah konsekuensi dari sistem demokrasi yang kita anut di tengah kondisi rakyat yang Tetap banyak yang melarat dan rendah pendidikan. Orang berlatar belakang apa pun, bahkan ‘Kagak berkelas’ sekalipun, Dapat menduduki jabatan Krusial.

Menjadi pejabat publik memang hak Seluruh Anggota negara, tetapi mesti mengukur diri dan menyadari bahwa jabatan itu membutuhkan syarat-syarat tertentu. Kenapa demikian? Karena di sana Terdapat amanah serta pengabdian menyejahterakan rakyat.

Dalam dunia wayang Terdapat kisah semacam itu. Negara yang para pejabatnya Kagak kapabel ialah Astina ketika dikuasai rezim Kurawa. Negara yang didirikan para leluhur dengan cita-cita luhur Terperosok runyam karena para pengelolanya tolol.

 

KESUKSESAN PANDU

Konon, Astina mencapai kejayaan ketika tampuk kepemimpinan dipegang Prabu Pandu Dewanata. Negara yang tata titi tentrem kerta raharja, artinya tertib, Kondusif, tenteram serta rakyat sejahtera, hidup berkecukupan pangan, Pakaian, dan papan.

Capaian itu melewati proses perjuangan panjang. Pembangunan dimulai dari pendiri sekaligus raja pertama Astina Prabu Nahusa kemudian dilanjutkan para penggantinya hingga Prabu Kresna Dwipayana (Abiyasa) Lewat Pandu Dewanata.

Kunci sukses kepemimpinan Pandu ialah ketepatannya memilih orang-orang hebat yang dijadikan pejabat negara. Prioritasnya mereka yang Cocok-Cocok kapabel dan patriotik. Jadi, bukan sekadar orang dekat atau di sekelilingnya, apalagi para penjilat.

Cek Artikel:  Performans Siswa, Kudapan, dan Susu

Misalnya, ketika mengisi kursi patih, Pandu menunjuk Gandamana, kesatria pilih-tanding (hebat) yang juga pangeran dari Pancala. Putra Prabu Gandabayu-Dewi Gandarini itu dipilih karena berkualitas, berdedikasi, dan setia. Jadi, Pandu memilih orang yang Cocok-Cocok Dapat diandalkan.

Pola demikian itu pula yang diterapkan Pandu dalam menentukan paranpara serta pejabat Krusial lain. Begitu juga ketika mengangkat para pemimpin di Dasar hingga di setiap kabupaten. Langkah itu didasari kesadarannya bahwa setiap pejabat memikul tanggung jawab Kagak enteng.

Dengan Langkah seperti itu Pandu sukses mewujudkan Astina menjadi negara makmur yang penuh berkah dan rahmat. Tentu saja keberhasilan itu juga berkat arahan dan bimbingan raja sebelumnya, Kresna Dwipayana, pemimpin berjiwa resi yang juga ayahnya sendiri.

Kemakmuran Astina terdengar hingga pelosok marcapada. Raja-raja negara lain dan kesatria mancanegara kagum terhadap Pandu sehingga banyak yang menjalin kerja sama dan belajar ke Astina. Bahkan Kagak sedikit yang menjadi muridnya.

Tetapi, Pandu Insan Standar sehingga tetap punya kekurangan. Ia Kagak mengetahui Terdapat segelintir orang di lingkaran istana yang tega menjahatinya. Orang culas itu Arya Suman yang kemudian kondang dengan nama Sengkuni.

 

KURAWA BERKUASA

Singkat cerita Sengkuni sukses mengantarkan keponakannya, Kurawa, menduduki singgasana Astina setelah mengadu domba Pandu dengan Raja Pringgondani Prabu Tremboko. Pandu wafat ketika lima putranya, Pandawa, Tetap kecil.

Cek Artikel:  Keyakinan dan Kecerdasan Artifisial

Sulung Kurawa, Kurupati, atas persetujuan ayahnya, Drestarastra, dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Duryudana. Sang ‘maestro’ Sengkuni menjadi patih. Tetapi, pengangkatan raja baru itu tanpa izin Spesialis waris sejati Astina, Resi Bhisma.

Setelah berkuasa, Duryudana merombak total jajaran nayaka praja. Dekat Seluruh pejabat negara warisan Pandu diganti. Gandamana pun terbuang dan kembali ke Pancala. Atas usul Sengkuni, Seluruh jabatan diisi keluarga Kurawa.

Terdapat sejumlah adik Duryudana merangkap jabatan. Selain menjadi Member kabinet, mereka berkuasa di Area kadipaten. Di antaranya, Dursasana di Banjarjunut, Kartamarma (Banyutinalang), Bogadatta (Turilaya), Gardapati (Bukasapta), dan Windandini (Purantara).

Member keluarga Kurawa lain yang menjadi pejabat publik dan komisaris di perusahaan negara antara lain Bomawikata, Citraksa, Citraksi, Carucitra, Citrayuda, Citraboma, Durmagati, Durmuka, Durgempo, Kartadenta, Surtayu, dan Surtayuda.

Kebijakan Duryudana tersebut diperuntukkan menjamin keluarga besarnya makmur dan di sisi lain Kagak Terdapat pejabat yang sumbang dengan kebijakannya. Ia Kagak Acuh tentang kemampuan. Baginya, yang Krusial Seluruh mendukung dan mengikuti perintah.

Kepemimpinan bebal itu menjadi awal kehancuran Astina karena Kagak Terdapat satu pun pejabat yang Mempunyai kecakapan. Jangankan kemampuan menjalankan tugas, soal perilaku dan bicara saja memalukan. Kagak sedikit pun menggambarkan orang-orang yang berkedudukan tinggi.

Cek Artikel:  Perlunya Spirit Wasathiyah dalam Asta Cita antiKorupsi

Misalnya Dursasana, bisanya hanya berjoget dan bergoyang Sembari tertawa terbahak-bahak. Kemudian Durmagati bicaranya bindheng (sengau) sehingga Kagak Jernih apa yang diomongkan. Akibatnya, banyak orang bingung karenanya.

Teladan lain, pejabat negara yang bernama Citraksi. Perilakunya grusa-grusu (Kagak tenang), Kagak cermat, dan bicaranya sol-solen (tercekat-cekat). Karena itu, kerap antara yang ditugaskan dan yang dikerjakan geseh, Kagak nyambung.

Sebagai pemimpin, Duryudana sedari awal memang menyadari betul kekurangan para pejabat. Tetapi, langkahnya itu lebih demi keberlangsungan kekuasaannya, daripada menempatkan orang-orang pintar, tapi mengancam kedudukannya.

 

REVOLUSI BHARATAYUDA

Dampak kedunguan Duryudana itu Astina terpuruk dan bangkrut. Kagak saja itu disebabkan ketidakbecusan para pejabat dan pembantunya, tapi juga akibat korupsi merajalela. Kekayaan negara diganyang, pajak ditilap Buat berfoya-foya.

Pada akhirnya, Pandawa Kagak rela Menyantap rakyat menderita dan negara warisan nenek moyang hancur. Mereka melakukan revolusi selama 18 hari. Rezim Kurawa sirna dalam palagan Bharatayuda, perang hebat penuh pengorbanan.

Pandawa kemudian mengangkat cucu Arjuna, Parikesit, menjadi raja di Astina yang diubah namanya menjadi Yawastina, gabungan dengan Amarta. Di Dasar kepemimpinan putra Abimanyu-Dewi Utari itu, Yawastina menggapai Era keemasan.

Poin kisah itu ialah negara akan gelap bila pengelolanya, Berkualitas di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, ialah orang-orang nirkapabilitas dan korup. Bukan hanya minus kompetensi, tapi juga mental dan integritas. (M-3)

Mungkin Anda Menyukai