Enggak Usah Malu Miskin

Terdapat petuah bijak bahwa Bilangan Enggak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie. Tetapi, ungkapan tersebut Enggak berhenti begitu saja. Bilangan Bisa disalahgunakan bahkan dimanipulasi Demi menghadirkan kesan yang amat jauh dari Fakta.

Bilangan ibarat senjata, Sekalian ditentukan oleh siapa yang menggunakannya. Di tangan orang jujur, Bilangan akan Bisa menjelaskan realitas. Sebaliknya, di tangan Insan culas, Bilangan Bisa dibengkokkan Demi mengamini kebohongan.

Tetapi, Bilangan Enggak selalu ditentukan hanya dalam posisi binari antara orang jujur dan orang culas. Bisa saja orang jujur yang Enggak Mempunyai motivasi jahat tapi kurang cermat dalam mengolah Bilangan sehingga berakibat salah memaknai realitas yang begitu kompleks.

Itu berarti pemahaman bahwa Bilangan Enggak pernah berbohong mensyaratkan pula ketelitian, pemahaman metodologi, dan kecermatan Memperhatikan konteks. Alasan, Bilangan yang Betul secara hitungan belum tentu Betul dalam menggambarkan Fakta.

Cek Artikel:  Royal Demi Amtenar di Tahun Pemilu

Hal itulah yang menjadi Cita-cita publik terhadap Badan Pusat Statistik (BPS) terkait dengan penerapan standar kemiskinan di Indonesia. Terdapat jurang yang begitu menganga antara data BPS dan Bank Dunia mengenai jumlah orang miskin di Republik ini.

Data Formal BPS menunjukkan tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 sebesar 8,57% atau Sekeliling 24,06 juta jiwa dari total 285,1 juta penduduk Indonesia. Sebaliknya, Bank Dunia menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia 68% lebih penduduk atau 194,4 juta.

Data Bank Dunia Membikin mata terbelalak. Betapa mengerikan Rupanya dua dari tiga penduduk Indonesia berdasarkan standar Mendunia hidup dalam kemiskinan. Jumlahnya bukan sekadar besar, melainkan sangatlah tambun dan teramat mengejutkan.

Perbedaan data antara BPS dan Bank Dunia ini terjadi setelah organisasi Global itu Formal mengadopsi penghitungan purchasing power parity (PPP atau paritas daya beli) 2021 dalam menentukan garis kemiskinan. Bank Dunia sebelumnya Lagi menggunakan penghitungan PPP 2017.

Cek Artikel:  Ide Sesat Melegalkan Politik Fulus

Dalam Berkas Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP) edisi Juni 2025, Bank Dunia secara Formal merevisi ke atas tiga lini garis kemiskinan. Pertama ialah standar tingkat kemiskinan ekstrem US$2,15 per kapita per hari dinaikkan menjadi US$3 per kapita per hari.

Kedua, revisi tingkat kemiskinan lower middle income country (LMIC). Standar awal Bank Dunia US$3,65 per kapita per hari diubah ke Bilangan US$4,20 per kapita per hari. Terakhir perubahan garis kemiskinan Demi negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country (UMIC), dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari. Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas, masuk kategori terakhir.

Cek Artikel:  Pengaruh Domino Main Domino

Penerapan PPP 2021 Jernih berimplikasi pada revisi garis kemiskinan Mendunia. Oleh karena itu, kita mendorong agar pemerintah dan BPS Enggak takut Demi Meningkatkan standar atau ukuran kemiskinan agar mendekati standar Bank Dunia.

Tujuannya agar penanganan dan program-program mengentaskan masyarakat dari kemiskinan Bisa lebih Betul sasaran dan terarah. Meningkatkan ambang batas kemiskinan bukan berarti mengakui kegagalan, melainkan sebuah lompatan besar dalam Memperhatikan realitas secara lebih jujur dan adil.

Pada akhirnya menjadi orang jujur terhadap Bilangan dan cermat dalam Memperhatikan konteks memang membutuhkan keberanian. Enggak usah malu mengaku miskin, asalkan kemudian Terdapat sederet kebijakan Betul yang diambil dari data yang Seksama. Dengan begitu, ikhtiar Demi menghilangkan kemiskinan setelah Dekat 80 tahun kemerdekaan bukan sekadar Fakta di atas kertas, tapi fakta di lapangan secara Jernih dan tuntas.

 

Mungkin Anda Menyukai