Eksistensi Bangsa dan Kemampuan Kebahasaan Tenaga Kerja Asing

Eksistensi Bangsa dan Kemampuan Kebahasaan Tenaga Kerja Asing
Dosen BIPA IPB University Krishandini(dok pribadi)

Beberapa waktu Lewat terbetik Berita pemakaian tenaga kerja asing (TKA) dalam proyek IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara. Sebuah ibu kota baru dari suatu negara dibangun dengan menggunakan TKA, apa jadinya? Tapi, kita Tak akan membicarakan hal itu, yang lebih menarik adalah bahasa apa yang digunakan oleh para TKA tersebut? Apakah bahasa Indonesia tetap eksis digunakan dalam komunikasi para TKA ini? Mengingat bahasa akan menjadi alat mempertahankan eksistensi Kalau digunakan dalam berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri.

Baca juga: IKN Diawasi Mandor Asing, Komisi V DPR: Tamparan bagi Pemerintah

Tanpa kemampuan bahasa Indonesia, perusahaan yang mempekerjakan TKA akan menciptakan segregasi (pemisahan antara TKA dan TKI). Segregasi ini telah terjadi di Morowali. Bukan hanya itu di beberapa tempat di Indonesia yang mempekerjakan TKA pada level rendah (buruh) juga sering terjadi konflik antara TKA dan TKI. Potensi konflik yang terjadi diakibatkan adanya perbedaan latar belakang sosial, budaya, maupun Keyakinan. Selain itu, menurut laporan, konflik ini pun sering Tak dapat diatasi dengan tuntas oleh pihak kepolisian karena ketidakmampuan para TKA berbahasa Indonesia sehingga sulit diperiksa. Sudah selayaknya, para TKA ini dibekali pengetahuan dan keterampilan sosial tentang budaya dan bahasa Indonesia.

Baca juga: 10 Daftar Aplikasi Translate Inggris-Indonesia yang Lebih Presisi dari Google

Perlunya perhatian yang intens dari berbagai kalangan pengampu kebijakan Kepada memperhatikan hal ini. Berdasarkan Siaran dari laman Punya Perkumpulan Pekerja Nasional (SPN),  jumlah TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak (±) 111.818 orang. Bagaimana kondisi bahasa Indonesia di tengah “gempuran” TKA? Mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya bila terjadi sagregasi (pengucilan) di industri-industri yang mempekerjakan TKA?

Cek Artikel:  Pilkada, Memilih Kodok atau Pangeran

Baca juga: DPR Segera Panggil Pemerintah Minta Penjelasan Rencana WNA Jadi Pengawas IKN

Sudah sepatutnya regulasi mewajibkan kemampuan berbahasa Indonesia Kepada para TKA digaungkan lebih keras. Para TKA ini diwajibkan Dapat berbahasa Indonesia sebelum mereka Tamat ke Indonesia dan diterjunkan ke industri-industri yang membutuhkan tenaga mereka sehingga Demi mereka berbaur dengan Penduduk lokal, mereka telah memahami bahasa dan budaya setempat.

Baca juga: Soal Mandor WNA di IKN, Jokowi: Kenapa Tak?

Penduduk lokal pun Tak merasa terdiskriminasi atau terkucilkan di negeri sendiri. Rasa kesatuan terjadi karena adanya perasaan senasib sepenanggungan. Antara TKA dan TKI merasakan rasa yang sama dalam bekerja, bahwa mereka menanggung hal yang sama, Adalah mencari nafkah Kepada keluarga. Penggunaan bahasa Indonesia Kepada menyatukan mereka akan menjembatani hal ini. Setidaknya, para TKA ini Mempunyai kemampuan bahasa Indonesia pada level sintas (survive) Kepada komunikasi sehari-hari.

Baca juga: Ragam Kata-Kata Sindiran Halus tapi Mengena di Hati

Kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Indonesia merupakan hal yang harus dapat dilakukan oleh TKA Kepada dapat berbisnis atau melakukan pekerjaan di Indonesia.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018. Ketentuan yang tertuang dalam pasal 26 Ayat (1) huruf c tersebut menyatakan bahwa setiap pemberi kerja TKA wajib memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia.

Tetapi begitu, pada Rapat Dengar Pendapat (8/6/2023) di DPR para eksekutif industri nikel di Indonesia yang merupakan TKA ini Tak dapat memperkenalkan diri mereka dalam bahasa Indonesia.

Baca juga: Jordi Amat Tegaskan Tekad Fasih Berbahasa Indonesia pada 2023

Hal ini sungguh miris mengingat sudah tersedianya UU dan peraturan yang meminta para TKA Dapat berbahasa Indonesia. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Musik Kebangsaan sudah terpampang Konkret sebagai simbol identitas dan Figur eksistensi bangsa Indonesia. Undang-Undang ini juga mempertegas pemakaian bahasa Indonesia di lingkungan kerja, Berkualitas lembaga pemerintah maupun swasta, terdapat pada pasal 33 ayat (1).

Cek Artikel:  Islam dan Konfusianisme Kepada Tatanan Dunia yang Lebih Adil

Hal ini dipertegas kembali pasal (2) disebutkan bahwa pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta yang belum Pandai berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran Kepada meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Kursus bahasa

Harapannya, para pemberi kerja dapat bekerja sama dengan KBRI tempat para TKA ini berasal Kepada dapat memberikan kursus bahasa Indonesia. Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa (Pustanda), Kemendikbud Ristek bekerja sama dengan KBRI menyediakan fasilitas BIPA (bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) secara gratis.

Sinergi ini Dapat dimanfaatkan Serempak agar tercapai tujuan internasionalisasi bahasa Indonesia. Internasionalisasi bahasa Indonesia sebagai bagian dari eksistensi bangsa di dunia Dunia harusnya juga didukung dengan keberdayaan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas bangsa di negaranya sendiri. Bila Menyantap kasus Rapat Dengar Pendapat di DPR, bagaimana Tak, Penduduk negara asing yang notabene TKA, berada di lingkungan parlemen Indonesia menunjukkan diri mereka tanpa malu-malu Kepada berbahasa selain bahasa Indonesia. Di mana eksistensi bangsa ditempatkan?

Minimnya kemampuan para TKA dalam berbahasa Indonesia menjadi perhatian Spesifik pegiat BIPA. Permendikbud Nomor 27 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Pelatihan BIPA menyatakan Terdapat tujuh level kemampuan seorang pemelajar BIPA yang disesuaikan dengan Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI). Kepada dapat mencapai kemampuan yang diinginkan setidak Terdapat tiga level dasar yang harus dimiliki oleh TKA sesuai dengan jabatannya di dalam perusahaan atau lembaga pemberi kerja, Adalah

  1. TKA dengan jabatan direksi (eksekutif) setidaknya Mempunyai sertifikat pada tingkat V (semenjana), pada Derajat ini TKA diharapkan telah Mempunyai kemampuan memahami informasi faktual dalam kehidupan sosial di masyarakat,  Kepada tingkat keprofesian yang sederhana. TKA pada jabatan eksekutif Mempunyai jaringan yang lebih luas, seperti kasus dengar pendapat dengan Personil parlemen sehingga harus Mempunyai kemampuan yang Ahli pada tataran kehidupan sosial.
  2. TKA Kepada Derajat manajer Mempunyai sertifikat pada tingkat VI (marginal) pada tingkat ini TKA diharapkan dapat Mempunyai kemampuan berbahasa lisan maupun tulisan sederhana dalam komunikasi sehari-hari.
  3. Kepada tingkat buruh, diharapkan telah Mempunyai sertifikat tingkat VII (terbatas) pada tingkat ini kemampuan bahasanya hanya pada keperluan sintas (bahasa sehari-hari yang sangat terbatas). Mengapa Kepada Derajat ini hanya pada level terbatas? TKA pada Derajat ini yang lebih banyak berinteraksi dengan TKI sehingga kemampuan bahasanya dapat diasah kembali dalam interaksi dengan para TKI tersebut, Tetapi begitu Kalau TKA ini akan memperpanjang masa kontrak kerjanya, dia wajib mengikuti tes UKBI kembali Kepada naik pada jenjang yang lebih tinggi sebagai syarat perpanjangan kontrak.

Pemikiran ini dilandasi niat Lurus Kepada meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Indonesia terhadap bahasanya. Tentu dibutuhkan usaha yang Lanjut menerus Kepada dapat Membangun merealisasikan hal ini. Sinergi dari berbagai pihak dapat mewujudkan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang berdaya di negeri sendiri, maupun di dunia Dunia.

Cek Artikel:  Guru dan Kesejahteraan

Mungkin Anda Menyukai