MENTERI Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Pandjaitan, mengungkapkan bahwa ada penolakan dari satu kementerian terkait dengan konsep Family Office.
Merespon hal tersebut, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebut bahwa perbedaan pandangan antar kementerian terkait dengan kebijakan yang akan diterapkan bukan hanya satu atau dua kali terjadi.
“Ya saya melihat memang ada ketidaksamaan visi di pemerintahan terkait dengan berbagai kebijakan publik. Bukan hanya satu kali ini saja sebenarnya kasus perbedaan pandangan ini terjadi. Dampaktivitas koordinasi internal patut dipertanyakan jika kondisi ini bukan hanya terjadi satu dua kali,” kata Huda saat dihubungi, Sabtu (12/10).
Baca juga : Luhut soal Family Office: Doku Orang Tajir Nangkring di Indonesia
Lebih lanjut, Huda menilai bahwa menteri yang menolak konsep Family Office tersebut justru lebih realistis dan mempunyai pandangan yang lebih luas. Karena, ada faktor-faktor tertentu yang perlu diperhatikan apabila Indonesia ingin menjadi ladang investasi bagi para investor, salah satunya melalui konsep Family Office.
“Eksis faktor lainnya yang membuat investor tidak berkenan, seperti faktor politik, kepercayaan, dan birokrasi. Kemudian, faktor suku bunga repatriasi aset yang tinggi membuat suku bunga kredit yang disalurkan pun juga tinggi. Akibatnya cost of investment juga tinggi, menyebabkan meningkatkan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) meningkat dalam beberapa tahun terakhir,” terang Huda.
Maka dari itu, Huda menegaskan bahwa konssp Family Office sebaiknya tidak perlu diberlakukan oleh Indonesia. Pasalnya, uang senilai US$200 miliar yang nantinya masuk ke dalam Family Office seperti apa yang diharapkan Luhut tidak akan mengerek investasi.
“Jadi saya rasa, masuknya uang repatriasi melalui Family Office tidak akan mengerek investasi. Yang Luhut sampaikan menghasilkan peneriman hingga US$200 miliar itu bukan ke negara, tapi hanya diparkirkan saja,” tandasnya. (Z-9)