APA substansi dari ekonomi sirkular yang selama ini selalu dipromosikan? Apakah pemahaman tentang ekonomi sirkular ini sama di semua negara?
Bagi seorang akademisi dan praktisioner di bidang ekonomi dan teknologi, konsep ini tentu bukanlah hal asing. Tetapi, pemahaman model ini tidak boleh hanya berhenti di para ahli sebagai sebuah teori dengan model persamaan (equation) yang dikemas dalam paper atau journal. Buat itu, melalui tulisan ini, saya ingin membagikan hasil studi literatur saya tentang ekonomi sirkular di Jerman serta refleksinya terhadap prospek pengembangan inovasi ekonomi di Indonesia, dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah untuk dicerna oleh masyarakat umum di luar keahlian bidangnya.
Secara definisi, European Parliament (2023), menjelaskan bahwa the circular economy is a model of production and consumption, which involves sharing, leasing, reusing, repairing, refurbishing and recycling existing materials and products as long as possible. In this way, the life cycle of products is extended. Secara sederhana, ekonomi sirkular ini sering dikaitkan dengan pemahaman waste management dan upcycling, di mana melakukan optimalisasi pengelolaan sampah yang lebih efisien untuk menghasilkan sebuah produk yang memiliki nilai jual.
Baca juga : Ramalan Zodiak Taurus Hari ini: Jangan Menyepelekan Masalah Kecil
Di Indonesia, ekonomi sirkular ini sudah dijadikan sebagai bagian dari strategi roadmap Golden Indonesia 2045 vision. Hal ini secara positif dapat mengurangi isu lingkungan seperti penumpukan sampah pada landfill area, termasuk pencemaran lingkungan itu sendiri akibat gas metana yang turut berkontribusi terhadap masalah emisi karbon.
Salah satu contoh masalah dari landfill area ialah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Singkatnya, isu lingkungan bisa diatasi dengan salah satu pendekatan model ekonomi sirkular. Kalau Indonesia ingin mewujudkannya, saya meyakini seharusnya akan ada banyak kebijakan strategis untuk mainstreaming isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan, termasuk juga penertiban TPA Bantargebang ini.
Baca juga : BI DKI Sinergi Bangun Kemandirian Bisnis Pesantren
Integrasi untuk ekonomi berkelanjutan (sustainability)
Di Jerman, ekonomi sirkular ternyata dipahami sebagai sebuah model yang lebih kompleks dari hanya sekadar pengelolaan limbah. Ekonomi sirkular merupakan sebuah pendekatan yang menekankan integrasi antara waste management, efisiensi sumber daya termasuk energi, dan keterlibatan model usaha. Ekonomi sirkular ini dianggap dapat menggantikan model linear ekonomi yang hanya fokus kepada eksploitas sumber daya, kemudian beralih ke manufaktur dari sebuah produk, dan berakhir sebagai limbah dari konsumen.
Di Eropa, khususnya di Jerman, ekonomi sirkular telah diatur dalam sebuah kebijakan strategis dan koheren melalui European Commission (EC) «Towards a Circular Economy» tahun 2014 (Duke et al., 2018). Kebijakan ini sangat membantu dalam pengimplementasian ekonomi sirkular dalam level korporasi dan rumah tangga (household) yang dimonitor melalui sebuah indikator dan dievaluasi secara berkala.
Baca juga : Ramalan Zodiak Aries Rabu, 14 Agustus 2024: Engkau Tetap Terjebak dengan Kenangan Masa Lewat
Jerman adalah salah satu negara yang cukup berhasil menerapkan ekonomi sirkular. Selain dikenal dengan teknologi dan inovasi industri, negara ini juga mampu memaksimalkan pengelolaan sampah dan sumber daya alam yang terbatas. Lebih jauh, Jerman berupaya untuk mengurangi ketergantungan dari ekstraksi sumber daya alam, di mana bahan mentah seperti logam, mineral, dan lain-lain diolah menjadi produk jadi dengan model eco-design (ramah lingkungan). Hasil dari proses tersebut adalah sustainable product yang kemudian dipasarkan kepada konsumen. Sebagai contoh, eco-friendly bag.
Produk setelah pakai akan kembali didaur ulang menggunakan pendekatan upcycling. Konsep ini pada umumnya menggunakan metode yang lebih kompleks dengan model reuse, repair, redistribute, refurbish, remanufacture. Pada semua tahap ini, industri sangat dibutuhkan sehingga tumbuh aktivitas ekonomi yang membawa value added.
Dalam penerapannya, sisa sampah yang sudah tidak dapat didaur ulang maka akan digunakan sebagai sumber energi, selanjutnya ke tahap incineration, kemudian berakhir di landfill. Melalui model ini, selain tidak bergantung pada bahan mentah, inovasi ekonomi berkelanjutan secara nyata dapat tercipta. Integrasi ini yang kemudian menegaskan keberhasilan Jerman dalam model ekonomi sirkular.
Baca juga : Ramalan Zodiak Pisces Hari ini: Jangan Terlalu Banyak Minum saat akan Tidur
Secara spesifik, pada tahap level pengelolaan sampah, Jerman mampu memisahkan material dari level masyarakat (household) hingga ke proses fabrikasi daur ulang. Pemisahan ini tidak hanya berdasarkan kategori recycleable dan non-recycleable, tapi juga pemisahan dilakukan sampai tahap level material yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sebagai contoh, sampah elektronik. Selain melibatkan masyarakat dalam pemisahan sampah, Jerman juga menerapkan sistem refund, yakni produk tertentu yang sudah tidak dipakai oleh konsumen dapat ditukar kembali dan memiliki nilai komersial.
Di level industri, korporasi juga diwajibkan untuk mengikuti aturan termasuk dalam pemisahan, serta menjadikan sampah memiliki nilai insentif ekonomi. Secara sederhana, pemisahan material dilakukan karena sudah ada permintaan dengan biaya yang lebih rendah.
Dalam implementasinya, berbagai bentuk sosialisasi terarah, aturan dalam tata usaha serta sistem pendidikan berbasis riset telah terintegrasi untuk mendukung program ekonomi sirkular di Jerman. Konsistensi dan koherensi dari pemerintah didukung dengan keilmuan dari institusi akademik dan stabilitas iklim industri sebagai aktor ekonomi menjadi sangat berpengaruh dalam kesuksesan Jerman di model ini–triple helix.
Lebih lanjut, keterlibatan model supply chain yang strategis dalam CSR (corporate social responsibility) mampu menghasilkan model bisnis yang mendukung implementasi ekonomi sirkular. Perlu menjadi perhatian bahwa model ekonomi sirkular pada praktiknya bertujuan mencapai target sustainibility yang diturunkan dalam bebagai pendekatan kompleks. Selain transparansi, pendekatan holistik juga diperlukan selama prosesnya. Indikator-indikator tersebut perlu diperhatikan dalam setiap kajian evaluasi dan observasi.
UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) sebagai salah satu aktor ekonomi berperan penting dalam proses ini. Mengambil contoh kasus Jerman, berbagai dukungan riset, insentif ekonomi kepada korporasi, sampai regulasi yang transparan dan kooperatif telah ditunjukkan. Melalui sistem yang lebih stabil dan inklusif, model ekonomi sirkular ini dapat diterima dengan baik dan didukung masyarakat.
Sebagai contoh, hasil studi oleh European Commission (EC) menunjukkan adanya minat yang cukup besar dari masyarakat Jerman untuk membeli produk dengan harga lebih mahal untuk produk dengan kualitas tinggi di durability dan reparability (Duke, 2018). Salah satu contoh nyata ini kemudian menciptakan rangkaian proses ekonomi (supply chain) yang dapat memenuhi permintaan pasar, yang lebih fokus pada aspek diversifikasi dan kompetisi tapi turut menciptakan stabilitas aktivitas ekonomi sirkular di Jerman.
Supplemen untuk Indonesia emas
Sebagai diaspora yang bermukim di Jerman, saya melihat Jerman mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan investasi model ekonomi sirkular yang tepat. GDP (gross domestic product) dari Jerman menunjukkan adanya hasil positif melalui analisis volume limbah dan output ekonomi. Di Jerman, sampah menurun dari 406,7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 351,2 juta ton pada 2015, terutama karena penurunan sampah konstruksi.
Selama periode yang sama, GDP naik dari 100% menjadi 118,3%, sedangkan volume sampah bersih menurun dari 100% menjadi 86,4% (Federal Tetaptical Office, 2017, dikutip dalam German Federal Ministry for The Environment, Nature Conservation, and Nuclear Safety and Consumer Protection, 2018).
Pada substansinya, Jerman juga mendapat keuntungan dalam sejumlah hal, seperti lapangan pekerjaan yang lebih prospektif, meningkatkan value added suatu produk dari label sustainability, dan mengurangi polusi pencemaran lingkungan, di mana terlepas dari hal itu, tentu ada berbagai aspek negatif yang secara objektif juga masih menjadi isu. Bagaimanapun juga, negara yang beribu kota di Berlin ini tidak bergantung kepada negara-negara eksportir bahan mentah, lebih punya daya ketahanan ekonomi (resiliensi), dan menjadi industri berbasis inovasi dan teknologi.
Sebuah pertanyaan yang perlu untuk direnungkan ialah, bagaimana strategi Indonesia untuk mewujudkan model ekonomi sirkular yang turut menyumbang kontribusi menuju Indonesia Emas? Sebagai negara berkembang yang masih memiliki banyak tantangan seperti ketimpangan ekonomi dan keterbatasan teknologi, Indonesia tentu bisa menciptakan model sendiri dengan mempertimbangkan kapasitas, resource, dan strategi investasi yang akan diwujudkan. Tetapi, sebuah kerangka yang didukung kebijakan yang koheren, terintegrasi, dan komprehensif tentu tidak dapat diabaikan jika ingin mewujudkan kesuksesan dalam model ekonomi sirkular ini.
Kalau ingin belajar dari Jerman, ada sejumlah aspek yang cukup berpengaruh dan menjamin keberhasilan ini, di antaranya, sistem pendidikan dan iklim industri berbasis riset – informasi dan data; partisipasi publik, korporasi (UMKM); kebijakan dan regulasi yang strategis, termasuk evaluasi dan kolaborasi yang terstruktur dan terintegrasi; infrastruktur dan inovasi teknologi.
Menurut hemat saya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang banyak. Tentu saja, untuk menyelesaikan semua permasalahan tersebut, kolaborasi harus ada. Maksudnya, secara fundamental, pemerintah harus menunjukkan transparansi, kredibilitas, dan akuntabilitas untuk menciptakan kepercayaan sekaligus tidak dapat mengabaikan peran masyarakat. Sebaliknya, masyarakat secara bottom-up memberikan dukungan terhadap kebijakan yang rasional.
Sebuah harapan
Kolaborasi dan integrasi adalah kunci keberhasilan. Pengalaman saya sebagai santri, pekerja di industri, dan akademisi dalam bidang ilmu interdisiplin memberikan wawasan tentang pentingnya mengintegrasikan moral keagamaan dengan ilmu pengetahuan, khususnya dalam inovasi ekonomi dan teknologi. PCI NU Jerman menjunjung tagline ‘tradition meets excellence’, yang saya pahami sebagai tuntutan bagi nahdliyin untuk menjadi ahli dalam ‘zikir’ dan ‘pikir’. Prinsip ini dipelajari di pondok pesantren dan sebagai bentuk pengamalan dari Qonun Asasi dan kaidah Almuhafadhotu ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah.
Indonesia saat ini berada dalam transisi ekonomi, dengan menghadapi tantangan besar dalam transformasi tenaga kerja, ketimpangan pendapatan, dan inflasi. Buat berpikir mitigasi, hal tersebut sebagai bagian dari hubbul wathon sekaligus membawa Indonesia keluar menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Tentu diperlukan upaya bersama dari seluruh pihak. Integritas, kearifan lokal, dan budi luhur harus menjadi dasar sikap masyarakat, didukung oleh iptek yang memberikan wawasan dan kebijaksanaan. Sebagai contoh, konsep fikih lingkungan hidup oleh almarhum KH Ali Yafie bisa diimplementasikan dengan tidak membuang sampah sembarangan di level individu. Di level pemerintah, perlu ada peningkatan regulasi kebijakan CSR.
Ekonomi sirkular memberikan harapan besar. Tetapi, tanpa arah yang benar, ia hanyalah slogan politik tanpa makna, yang tak mampu membawa kesejahteraan bersama (inclusive prosperity).