Ekonomi Libido

Ekonomi Libido
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

‘YANG Krusial cuan’. Kita mungkin sering mendengar kalimat itu dalam percakapan sehari-hari. Ia telah menjadi semacam kredo, tak hanya di kalangan anak muda, tetapi juga orang dewasa. Cuan alias Dana, menjadi benda berharga Buat dimiliki. “Dana bukan segalanya, tapi Buat mendapatkan segalanya perlu Dana,” begitu kata seorang motivator finansial, yang videonya suatu kali muncul di beranda media sosial saya. Sepakat. Tapi, mbok ya jangan juga lantas jadi gelap mata menghalalkan segala Langkah Buat mendapatkan Dana. Apalagi Tamat nyolong atau korupsi.

Era memang telah berganti. Ekonomi kini Bukan Tengah berpusat pada mengonsumsi hal-hal yang bersifat materi, tapi juga hasrat, kesenangan. Libidonomics, kalau kata filsuf Prancis, Jean-Francois Lyotard. Mulai tontonan, hiburan, olahraga, hingga kecantikan. Bahkan, Buat sekadar ngobrol dan ngopi di pinggir jalan atau beranda rumah yang semestinya murah-meriah, para ‘tuan besar’ telah mengonstruksi gaya hidup itu menjadi komoditas yang ujung-ujungnya menguras kantong. Betul, itu memang bukan paksaan. Tetapi, Kalau gaya hidup semacam itu Maju-menerus didoktrinasi entah lewat tontonan ataupun medsos, ia akhirnya jadi Dominasi. Mereka yang enggak kuat ‘iman’, Pelan-Pelan ya tergoda juga.

Cek Artikel:  (Ny)Terjamin di Sekolah

Apalagi kini meminjam Dana semudah menyeduh secangkir kopi. Pinjaman online (Bagus yang Absah maupun ilegal) menjamur di mana-mana. Iklan yang menawarkan kemudahan semacam itu kerap muncul, Bagus di media mainstream seperti televisi maupun media sosial semisal Youtube atau Instagram. Anda mungkin pernah Memperhatikan iklan sejenis itu di medsos yang menawarkan limit pinjaman hingga puluhan juta kepada anak-anak muda. Belum Tengah fasilitas buy now pay later (BNPL) yang pada prinsipnya sama, yakni menyuruh kita mengonsumsi dengan Langkah berutang.

Mengutip data laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah non-performing loan atau NPL alias kredit Sendat Buat BNPL per April 2023 mencapai 9,7%. Bilangan tersebut jauh di batas Terjamin, yakni 5%. Apa enggak bahaya tah? Apalagi data itu juga mengungkapkan Nyaris Sebelah pengguna BNPL ialah usia muda, yakni berkisar antara 20-30 tahun yang menyumbang 47,78%. Ironisnya, mereka yang bunuh diri atau gelap mata mencuri atau jadi pembunuh karena tergoda hal-hal semacam itu, bukan sekadar Bilangan statistik. Mereka bertubuh dan

bernyawa, bahkan digadang-gadang menjadi bagian dari bonus demografi yang katanya akan membawa Indonesia mencapai kejayaan ekonomi pada 2045.

Cek Artikel:  Habis Bonus Demografi Terbitlah Bangsa yang Menua

Bukan dapat dimungkiri konsumsi masyarakat memang turut berperan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tetapi, Bukan mesti dengan Langkah berutang, tetapi melalui produktivitas. Itu Bisa berjalan dengan menyediakan lebih banyak lapangan kerja, memperbaiki sistem pengupahan, serta akses kemudahan berusaha, bukan membuka seluas-luasnya fasilitas pinjaman online. Apalagi itu digunakan Buat hal yang Bukan produktif, sekadar memuaskan hasrat (libido) kesenangan tadi.

Pembangunan ekonomi bukan semata persoalan makro. Permasalahan mikroekonomi semacam itu juga Bukan kalah krusial. Perilaku ekonomi masyarakat juga turut berperan dalam menciptakan kemakmuran. Jepang Bisa menjadi negara maju, salah satunya karena masyarakat mereka punya kebiasaan atau budaya berhemat dan menabung atau berinvestasi, bukan diajarkan Buat Maju-menerus mengonsumsi Tamat Wafat.

Cek Artikel:  Berpuasa untuk Jiwa dan Tubuh

Mungkin Anda Menyukai