KETUA Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menegaskan bahwa pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 pada 6 Februari 2025 Mempunyai legitimasi yuridis. Mereka yang dilantik pada Copot tersebut merupakan kepala daerah terpilih yang hasil pemilihannya Kagak disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bagi yang Tetap bersengketa di MK, pelantikan kepala daerahnya dilakukan berikutnya. Menurut Rifqy, Pembangunan hukum UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada memungkinkan pelantikan kepala daerah terpilih dengan Kagak serentak, tanpa menghilangkan Arti keserentakkan.
“Dalam pengertian, serentak bagi mereka yang Kagak bersengketa, kemudian akan serentak kedua bagi mereka yang ditolak atau dissmisal (oleh MK),” jelasnya kepada Media Indonesia, Rabu (29/1).
“Dan yang ketiga, tentu Kagak memungkinkan serentak, karena putusan MK bagi permohonan PH-Pilkada akan beraneka ragam, misalnya itu pemungutan Bunyi ulang, perhitungan ulang, atu berbagai Macam-macam amar putusan yang lain,” sambung Rifqy.
Rifqy juga menjelaskan bahwa UU Pilkada mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut terkait pelantikan kepala daerah, mulai dari gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota, diatur dalam peraturan Presiden (perpres).
Pada pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo diketahui sempat menerbitkan Perpres Nomor 80/2024 yang mengatur soal pelantikan gubernur pada 7 Februari 2024. Belakangan, pemerintah memutuskan Demi merevisi perpres tersebut sebagai dasar Demi melantik kepala daerah terpilih pada 6 Februari 2025.
“DPR dan pemeritnah meyakini bahwa Penyelenggaraan pelantikan serentak bagi mereka yang Kagak bersengketa pada 6 Februari 2025 yang akan datang sepanjang revisi Perpres 80/2024 yang dilakukan oleh Preseiden Prabowo Subianto Dapat dilakukan dan Mempunyai legitimasi yuridis,” terang Rifqy.
(Tri/I-2)