DPR Kaji Usulan Pemilu Nasional dan Pilkada Dijeda 2 Tahun

DPR Kaji Usulan Pemilu Nasional dan Pilkada Dijeda 2 Tahun
Ilustrasi: Anggota melakukan tahap-tahap menggunakan hak Bunyi Begitu simulasi pemungutan Bunyi Pemilu 2024(MI/Usman Iskandar)

DPR RI menyampaikan keterangannya dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) Perkara 135/PUU-XXII/2024 Perihal Pengujian Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Menjadi UU terhadap UUD NRI 1945.

Penyampaian Keterangan DPR tersebut dalam rangka menanggapi adanya permohonan judicial review dari masyarakat, yang diajukan oleh Yayasan Perludem, dengan diwakili oleh Nur Agustyati (Ketua Pengurus Yayasan Perludem) dan Irmalidarti (Bendahara), dalam hal ini memberi kuasa kepada Fadli Ramadhanil.

Diketahui, Perludem, mengusulkan adanya pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah yang berjarak dua tahun antara keduanya. Pemohon mengemukakan bahwa ketentuan Pasal-pasal a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Pemohon mengajukan pengujian materiil UU a quo dengan dalil bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal a quo nyatanya telah Membangun Penyelenggaraan Pemilu 5 (lima) kotak yang sudah diselenggarakan selama 2 (dua) kali Merukapan pada tahun 2019 dan tahun 2024 telah terbukti melemahkan derajat dan kualitas kedaulatan rakyat, melemahkan pelembagaan partai politik, serta merugikan pemilih Kepada mendapatkan suatu penyelenggaraan pemilu yang langsung, Standar, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945

Cek Artikel:  Soal Pimpinan KPK dan PK Mardani Maming, Eks Komisioner Koruptor Harus Dihukum Berat

Permohonan ini  juga disertai provisi agar MK (1) Mengabulkan permohonan Provisi Para Pemohon Kepada seluruhnya; dan (2) menjadikan permohonan a quo yang dimohonkan oleh Pemohon sebagai prioritas pemeriksaan di Mahkamah Kepada memberikan perlindungan hak konstitusional Pemohon dan meminimalisir kerugian konstitusional Para Pemohon akan terjadi, serta memberikan kepastian segera Kepada kepastian sistem keserentakkan pemilu kedepannya.

Kuasa Hukum DPR, Rudianto Lallo menjelaskan diperlukan kajian mendalam dan komprehensif terhadap usulan pemisahan Pemilu menjadi dua tahap. Menurutnya, usulan tersebut akan diserap oleh DPR dan Pemerintah dalam merumuskan Kebiasaan UU Pemilu yang baru dan Betul-Betul aspiratif.

“Usulan ini Dapat menjadi masukan yang Krusial kepada kami (DPR) dan pemerintah dalam merumuskan UU pemilu nantinya. Sehingga, dengan nantinya diharapkan UU pemilu Enggak berubah-ubah setiap 5 tahun,” ungkapnya dalam Sidang Pleno MK perkara 135 UU Pemilu yang disampaikan secara virtual di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/12/2024).

Perludem menilai Penyelenggaraan Pemilu serentak dengan lima kotak Bunyi menimbulkan sejumlah persoalan, seperti melemahkan pelembagaan partai politik, menghambat proses penyederhanaan sistem kepartaian, dan menurunkan kualitas demokrasi. Pemilu serentak ini berdampak serius pada asas-asas Pemilu yang diatur dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945. Keserentakan Pemilu nasional dan daerah dianggap Enggak memberikan cukup waktu bagi partai politik Kepada melakukan rekrutmen dan kaderisasi secara maksimal

Cek Artikel:  Kinerja Menteri Kabinet Merah Putih akan Dievaluasi Setiap 6 Bulan

Akibatnya, pencalonan legislatif cenderung didominasi oleh kandidat Terkenal atau yang Mempunyai dukungan finansial besar, bahkan mengurangi ruang bagi proses kaderisasi yang lebih terencana.

Rudianto menilai anggapan soal partai politik mengalami kesulitan dalam melaksanakan rekrutmen dan kaderisasi politik sebagai Dampak dari keserentakan pemilu Tetap bersifat spekulatif dan belum didukung oleh data kuantitatif maupun kualitatif yang menunjukkan adanya Kaitan langsung antara keserentakan pemilu dengan penurunan kualitas kaderisasi partai politik.

Selain itu, Rudianto juga menilai kaderisasi dan rekrutmen partai politik adalah proses yang berkesinambungan dan Enggak tergantung sepenuhnya pada siklus pemilu. Dalam Penyelenggaraan rekrutmen, partai politik Mempunyai tanggung jawab Kepada menciptakan kader yang Bisa dan berkompeten secara berkelanjutan, terlepas dari mekanisme pemilu yang serentak atau Enggak.

“Malah, pemilu serentak dapat menjadi momentum Krusial bagi partai politik Kepada menunjukkan kualitas dan kapasitas kadernya dalam skala nasional maupun lokal. Dengan adanya pemilu serentak, partai politik dituntut Kepada lebih profesional dan strategis dalam menyusun daftar calon legislatifnya, dengan mempertimbangkan integritas, kompetensi, dan loyalitas calon terhadap ideologi dan visi misi partai,” ujar Rudianto. 

Selain itu, Pemohon mendalilkan pada intinya, adanya Jarak waktu dua tahun antara waktu pemilu nasional dan pemilu daerah, akan menjawab persoalan pelembagaan dan kaderisasi partai politik. Hal itu karena partai politik Enggak Tengah “dipaksa” Kepada melakukan rekrutmen Kepada pemilu legislatif pada tiga level sekaligus.

Cek Artikel:  Saksi Kasus Korupsi Timah Ungkap PT RBT Sudah Bayar Jaminan Pemulihan Lingkungan

Rudianto berpendapat bahwa Tamat Begitu ini pembentuk undang-undang belum menentukan model seperti apa yang akan dipilih sebagai format Pemilu Serentak di Indonesia melalui rencana revisi UU 7/2017 pasca Pemilu serentak tahun 2024. DPR RI, tambahnya, perlu melakukan Penilaian terlebih dahulu terhadap Penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2024.

“Begitu ini DPR RI Tetap Maju melakukan pendalaman terhadap berbagai masukan seluruh pemangku kepentingan terkait materi perubahan UU 7/2017, termasuk mengenai format keserentakan yang menjadi obyek perkara a quo. Di samping itu, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) juga telah menerima Pemohon dalam Rapat Dengar Pendapat Standar (RDPU) pada Lepas 30 Oktober 2024 Kepada didengar seluruh rekomendasi dan masukan dari Perludem terkait perbaikan dalam sistem pemilu di Indonesia,” Terang Member Komisi III DPR RI itu.

“Persoalan lima kotak Bunyi itu kita terima juga sebagai masukan, karena nantinya kami akan membahas efektif atau tidaknya penggunaan lima kotak Bunyi, kemudian persiapan penyelenggara dan waktunya, apakah perlu dipisah misalnya DPR dengan pemilu Presiden dan Pilkada, itu Segala membutuhkan waktu Kepada pembahasannya,” pungkasnya (P-5)

Mungkin Anda Menyukai