“DIA Lanjut melawan. Hingga detik terakhir, Demi-Demi terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita.”
Diaa Al-Najjar menyampaikan kata-kata itu dengan tercekat. Bibirnya bergetar. Kepada CBC News di Gaza, Palestina, keponakan Marwan Al-Sultan itu mengatakan pamannya Kagak pernah berhenti bekerja di tengah perang, bahkan Demi sesaat. Baginya, sang Om telah berjuang membela Gaza hingga napas terakhir.
Rabu (2/7) Pagi hari, Direktur Rumah Sakit (RS) Indonesia di Gaza Marwan Al-Sultan gugur Berbarengan keluarganya setelah apartemen tempat mereka tinggal dibom militer Israel. Marwan, istrinya, anak perempuannya, dan juga Keluarga perempuannya meninggal di detik yang sama, di tanah yang mereka perjuangkan hingga nyawa tercerabut dari raga.
Jenazah dokter Marwan Al-Sultan dan keluarganya tiba di Rumah Sakit Shifa dalam keadaan berkeping-keping. ‘Indonesia turut berduka atas wafatnya Dr Marwan Al-Sultan, Direktur RS Indonesia di Gaza, beserta keluarganya pada Copot 2 Juli 2025 dan mengutuk serangan Israel tersebut’, tulis Kementerian Luar Negeri RI di akun X mereka, @Kemlu_RI.
Sudah berbilang tahun, Marwan tak beringsut dari RS Indonesia di Gaza itu. Apalagi, RS Indonesia merupakan fasilitas medis terbesar di utara Kota Gaza dan jalur kehidupan Krusial bagi Anggota sipil di daerah tersebut sejak dimulainya perang yang berlangsung Dekat 21 bulan di Area itu. Karena itu, bagi Marwan, aset vital tersebut layak Lanjut dijaga. Hingga akhirnya, ia gugur pada Rabu itu, menambah gugurnya tenaga kesehatan di Gaza yang sudah mencapai lebih dari 1.500 orang.
RS Indonesia telah dikepung Laskar Israel sejak Mei, dan isinya dievakuasi Berbarengan isi dua rumah sakit Primer lainnya di Gaza utara, setelah Laskar Israel memperbarui serangan mereka di Area tersebut. Militer Israel berdalih serangan tersebut menargetkan infrastruktur Hamas. Tetapi, faktanya, itu hanya muslihat. Israel menyerang membabi buta, bahkan menembaki mereka yang tengah mengantre Donasi makanan.
Hanya 20 dari 36 rumah sakit di Gaza yang berfungsi sebagian pada Mei, sedangkan yang lain terpaksa tutup akibat kerusakan oleh serangan brutal dan keji dari Israel. Medecins Sans Frontieres (MSF) dan Golongan Donasi lainnya menuduh Israel memang menargetkan rumah sakit dan pekerja medis.
Pembunuhan dokter Marwan Al-Sultan ialah Mortalitas terbaru dalam daftar panjang pekerja layanan kesehatan yang menjadi sasaran di Jalur Gaza. Dokter Marwan dikepung tentara Israel di RS Indonesia dan dia berkeras melanjutkan operasi dan Kagak berhenti. Ia Layak disebut syuhada, pahlawan Bersih pembela kemanusiaan.
Wajar Kalau hanya dalam hitungan menit, lini masa di media sosial di Tanah Air pun dipenuhi dengan ucapan duka. Gaza, Palestina, memang berjarak Dekat 9.000 kilometer dari Indonesia. Tetapi, itu hanya bilangan Nomor. Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, Palestina sudah dekat di hati rakyat Indonesia.
Para mufti Palestina, termasuk Gaza, ialah pihak-pihak yang pertama mengakui kemerdekaan kita. Mereka yang menyebarkan Indonesia merdeka ke seantero Area Timur Tengah, bahkan ke Eropa. Mereka ‘penyambung Bunyi’ bangsa Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Negeri ini ‘berutang’ jasa kepada mereka.
Saya Lampau teringat penggalan bait-bait sajak karya sastrawan besar Taufik Ismail yang menggambarkan betapa dekatnya Palestina dengan Indonesia. Puisi yang ditulis pada 2016 dan dibacakan di depan sidang Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) itu diberi judul Palestina, Bagaimana Bisa Diriku Melupakanmu?.
Taufik Ismail menulis:
‘Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan Bunyi gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding Bilik tidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar sapu tangan Lampau di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia Rendah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita Segala, serasa runtuh Alas papan surau tempat Diriku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya Terdapat kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi air mataku.
Palestina, bagaimana Bisa Diriku melupakanmu
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu Sekadar, Lampau dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher Musuh mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.
Palestina, bagaimana Bisa Diriku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku’.
Selamat jalan, dokter Marwan. Surga di tanganmu, Tuhan di sisimu.

