Diversifikasi dan Literasi Produk Mendesak dalam Pengembangan Industri Keuangan Syariah

Liputanindo.id JAKARTA – Diversifikasi dan peningkatan literasi produk termasuk daam lima agenda yan sangat mendesak untuk mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia.

“Yang pertama ialah melakukan diversifikasi produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan yang beragam,” kata Komisaris Istimewa sekaligus Komisaris Independen PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Muliaman D. Hadad dalam Webinar Edukasi Keuangan Syariah di Jakarta, Kamis (21/3/2024).

Agenda selanjutnya adalah melakukan peningkatan literasi tentang produk dan prinsip-prinsip syariah untuk memperbaiki persepsi masyarakat.

Pada tahun 2022, industri perbankan syariah memiliki tingkat inklusi keuangan sebesar 12,1 persen dan tingkat literasi keuangan 9,1 persen. Eksispun tingkat inklusi keuangan perbankan nasional pada tahun yang sama sudah mencapai 85,1 persen dan 49,7 persen untuk tingkat literasi keuangan.

Cek Artikel:  Jasa Raharja Boyong 3 Penghargaan Top GRC

“Jadi akselerasi dan diversifikasi produk dan kapasitas keuangan yang lebih baik kita lakukan, tetapi kita tetap lakukan edukasi dan literasi yang berkelanjutan agar pengetahuan masyarakat terhadap keuangan syariah semakin hari, semakin berkembang signifikan,” ungkap Muliaman.

Demi agenda ketiga ialah memperluas kerja sama, termasuk membangun ekosistem industri keuangan syariah. Ekosistem ini berarti suatu jaringan yang terdiri dari berbagai entitas dan elemen, termasuk perusahaan, pemasok, mitra bisnis, pelanggan, pesaing, regulator, dan faktor-faktor lain yang berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan lingkungan bisnis nan dinamis dan berkelanjutan.

Keempat yaitu penyediaan layanan perbankan digital, termasuk mobile dan internet banking, dalam rangka mendukung akses keuangan yang lebih cepat.

Cek Artikel:  Bahlil Lahadalia Izin Pengelolaan Tambang PBNU sudah Beres

Terakhir, Muliaman menilai setiap industri keuangan syariah harus menerapkan risk and governance yang baik.

“Bagi saya, kelima hal ini adalah agenda yang sangat mendesak. Mudah-mudahan regulator, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BI (Bank Indonesia), pemerintah secara keseluruhan (ikut mendorong pengembangan industri keuangan syariah). Apakah mudah? Enggak mudah, karena size bank-bank syariah relatif kecil,” ungkapnya.

Per Mei 2023, aset perbankan syariah hanya 7,27 persen dan perbankan konvensional sebesar 92,73 persen. Pada periode yang sama, pembiayaan perbankan syariah hanya 7,89 persen, sedangkan perbankan konvensional mencapai 92,11 persen.

Begitu pula dengan persentase Biaya Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah yang hanya sebesar 7,83 persen, sementara itu perbankan konvensional memperoleh angka 92,17 persen

Cek Artikel:  Pengusaha Indonesia Pelajari Strategi Bertahan Hadapi Ketidakpastian Bisnis

Karena itu, dirinya mendorong ikhtiar konsolidasi di antara para pelaku industri keuangan syariah agar kemudian pelaksanaan lima agenda mendesak dapat dijalankan dengan mudah secara bersama-sama.

“Konsolidasi tentu tidak mudah, ada aturan spin off, tapi kemudian kalau objeknya sampai spin off saja mungkin belum selesai karena tetap saja kita masih kecil. Tetapi, kalau sudah spin off, maka perlu dilakukan dengan berbagai macam kebijakan lain agar kemudian industri keuangan syariah bisa lebih capable untuk melewati opportunity yang begitu besar pasca pandemi (COVID-19) dan begitu banyak keuntungan-keuangan fasilitasi pemerintah yang diberikan (terhadap industri) keuangan syariah,” ujar Muliaman. (HAP)

Mungkin Anda Menyukai